MUHAMMADIYAH
DISUSUN
OLEH :
1.
Rahmayana :140403109
2.
Nyak
Riwan : 140403103
3.
Aprilia
Pranata : 140403101
4.
Melawati
:140403
FAKULTAS
DAKWAH PRODI MANAJEMEN DAKWAH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI AR-RANIRY
DARUSSALAM,
BANDA ACEH
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal
sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Latar belakang KH Ahmad Dahlan memilih nama Muhammadiyah yang pada masa itu sangat asing bagi telinga
masyarakat umum adalah untuk memancing rasa ingin tahu dari masyarakat,
sehingga ada celah untuk memberikan penjelasan dan keterangan seluas-luasnya
tentang agama Islam sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah SAW.
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk
mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap
banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki
basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian
Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian
sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School
Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah
(sekarang dikenal dengan Madrasah Mu’allimin _khusus laki-laki, yang bertempat
di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Mu’allimaat Muhammadiyah_khusus
Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).
Muhammadiyah secara etimologis berarti pengikut
nabi Muhammad, karena berasal dari kata Muhammad, kemudian mendapatkan ya
nisbiyah, sedangkan secara terminologi berarti gerakan Islam, dakwah amar
ma’ruf nahi mungkar dan tajdid, bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah.
Berkaitan dengan latar belakang berdirinya Muhammadiyah secara garis besar
faktor penyebabnya adalah pertama, faktor subyektif adalah hasil
pendalaman KH. Ahmad Dahlan terhadap al-Qur’an dalam menelaah, membahas dan
mengkaji kandungan isinya. Kedua, faktor obyektif di mana dapat
dilihat secara internal dan eksternal. Secara internal ketidakmurnian amalan
Islam akibat tidak dijadikannya al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya
rujukan oleh sebagiab besar umat Islam Indonesia.
Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan
da’wah amar ma’ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut
seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat
dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam
kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut
Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi
rahmatan lil-’alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Visi dan Misi
Visi Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Islam yang
berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya
senantiasa istiqamah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi
mungkar di segala bidang, sehingga menjadi rahmatan li al-‘alamin bagi umat,
bangsa dan dunia kemanusiaan menuju terciptanya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya
yang diridhai Allah swt dalam kehidupan di dunia ini. Misi Muhammadiyah adalah:[1]
a.
Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai
dengan ajaran Allah swt yang dibawa oleh Rasulullah yang disyariatkan sejak
Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad saw.
b.
Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran
sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan
persoalan-persoalan kehidupan yang bersifat duniawi.
c.
Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber pada
al-Qur’an sebagai kitab Allah yang terakhir untuk umat manusia sebagai
penjelasannya.
d.
Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan
pribadi, keluarga dan masyarakat. Lihat Tanfidz Keputusan Musyawarah Wilayah
ke-39 Muhammadiyah Sumatera Barat tahun 2005 di Kota Sawahlunto
2.2 Program
Keinginan dari KH. Akhmad Dahlan untuk mendirikan
organisasi yang dapat dijadikan sebagai alat perjuangnan dan da’wah untuk
nenegakan amar ma’ruf nahyi munkar yang bersumber pada Al-Qur’an, surat
Al-Imron:104 dan surat Al-ma’un sebagai sumber dari gerakan sosial praktis
untuk mewujudkan gerakan tauhid.
Ketidak murnian ajaran islam yang dipahami oleh
sebagian umat islam Indonesia, sebagai bentuk adaptasi tidak tuntas antara
tradisi islam dan tradisi lokal nusantara dalam awal bermuatan faham animisme
dan dinamisme. Sehingga dalam prakteknya umat islam di indonesia memperlihatkan
hal-hal yang bertentangan dengan prinsif-prinsif ajaran islam, terutama yang
berhubuaan dengan prinsif akidah islam yag menolak segala bentuk kemusyrikan,
taqlid, bid’ah, dan khurafat. Sehingga pemurnian ajaran menjadi piliha mutlak
bagi umat islamm Indonesia.
Keterbelakangan umat islam indonesia dalam segi
kehidupan menjadi sumber keprihatinan untuk mencarikan solusi agar dapat keluar
menjadi keterbelakangan. Keterbelakangan umat islam dalam dunia pendidikan
menjadi sumber utama keterbelakangan dalam peradaban. Pesantren tidak bisa
selamanya dianggap menjadi sumber lahirnya generasi baru muda islam yang
berpikir moderen. Kesejarteraan umat islam akan tetap berada dibawah garis
kemiskinan jika kebodohan masih melengkupi umat islam indonesia.
Maraknya kristenisasi di indonesia sebegai efek
domino dari imperalisme Eropa ke dunia timur yang mayoritas beragama islam.
Proyek kristenisasi satu paket dengan proyek imperialalisme dan modernisasi
bangsa Eropa, selain keinginan untuk memperluas daerah koloni untuk memasarkan
produk-produk hasil refolusi industeri yang melada erofa.
Imperialisme Eropa tidak hanya membonceng gerilya
gerejawan dan para penginjil untuk menyampaikan ’ajaran jesus’ untuk menyapa
umat manusia diseluruh dunia untuk ’mengikuti’ ajaran jesus. Tetapi juga
membawa angin modernisasi yang sedang melanda erofa. Modernisasi yang terhembus
melalui model pendidikan barat (belanda) di indonesia mengusung paham-paham
yang melahirkan moernisasi erofa, seperti sekularisme, individualisme,
liberalisme dan rasionalisme. Jika penetrasi itu tidak dihentikan maka akan
terlahir generasi baru islam yang rasionaltetapi liberal dan sekuler.
1.
Faktor Internal
Faktir
internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri umat islam sendiri yang
tercermin dalam dua hal, yaitu sikap beragama dan sistem pendidikan islam.
Sikap
beragama umat islam saat itu pada umumnya belum dapat dikatakan sebagai sikap
beragama yang rasional. Sirik, taklid, dan bid’ah masih menyelubungai kehidupan
umat islam, terutama dalam lingkungan kraton, dimana kebudayaan hindu telah
jauh tertanam. Sikap beragama yang demikian bukanlah terbentuk secara tiba-tiba
pada awal abad ke 20 itu, tetapi merupakan warisan yang berakar jauh pada masa
terjadinya proses islamisasi beberapa abad sebelumnya. Seperti diketahui proses
islamisasi di indonesia sangat di pengaruhi oleh dua hal, yaitu Tasawuf/Tarekat
dan mazhab fikih, dan dalam proses tersebut para pedagang dan kaum sifi
memegang peranan yag sangat penting. Melalui merekalah islam dapat menjangkau
daerah-daerah hampir diseluruh nusantara ini.
2.
Faktor eksernal
Faktor
lain yang melatarbelakangi lahirnya pemikiran Muhammadiah adalah faktor yang bersifat eksternal yang
disebabkan oleh politik penjajahan kolonial belanda. Faktor tersebut antara lain tanpak
dalam system pendidikan kolonial serta usaha kearah westrnisasi dan
kristenisasi.
Pendidikan
kolonial dikelola oleh pemerintah kolonial untuk anak-anak bumi putra, ataupun
yang diserahkan kepada misi and zending Kristen dengan bantuan financial dari
pemerintah belanda. Pendidikan demikian pada awal abad ke 20 telah meyebar
dibeberapa kota, sejak dari pendidikan dasar sampai atas, yang terdiri dari
lembaga pendidikan guru dan sekolah kejuruan. Adanya lembaga pendidikan
colonial terdapatlah dua macam pendidikan diawal abad 20, yaitu pendidikan
islam tradisional dan pendideikan colonial. Kedua jenis pendidikan ini
dibedakan, bukan hanya dari segi tujuan yang ingin dicapai, tetapi juga dari kurikulumnya.
Pendidikan
kolonial melarang masuknya pelajaran agama dalam sekolah-sekolah colonial, dan
dalan artian ini orang menilai pendidikan colonial sebagai pendidikan yang
bersifat sekuler, disamping sebagai peyebar kebudayaan barat. Dengan corak pendidikan
yang demikian pemerintah colonial tidak hanya menginginkan lahirnya golongan
pribumi yang terdidik, tetapi juga berkebudayaan barat. Hal ini merupakan salah
satu sisi politik etis yang disebut politik asisiasi yang pada hakekatnya tidak
lain dari usaha westernisasi yang bertujuan menarik penduduk asli Indonesia
kedalam orbit kebudayaan barat. Dari lembaga pendidikan ini lahirlah golongan
intlektual yang biasanya memuja barat dan menyudutkan tradisi nenekmoyang serta
kurang menghargai islam, agama yang dianutnya. Hal ini agaknya wajar, karena
mereka lebih dikenalkan dengan ilmu-ilmu dan kebudayaan barat yang
sekuler anpa mengimbanginya dengan pendidiakan agama konsumsi moral dan
jiwanya. Sikap umat yang demikianlah tankanya yang dimaksud sebagai ancaman dan
tantangan bagi islam diawal abad ke 20.
2.3
Struktur dan Unsur-Unsur Organisasi[2]
Muhammadiyah
pertama kali muncul di alam Kerinci tahun 1929. Tokoh yang pertama kali
memperkenalkan organisasi ini adalah Buya Ibdamin seorang konsulat dari Minangkabau.
Buya Ibdamin berasal dari Riau, kedatangannya ke Sungai Penuh disambut hangat
sejumlah tokoh ulama di Kota Sungai Penuh, tokoh dan ulama saat itu.
Diantaranya tercatat Syekh H. Abdul Hamid KH.Adnan Thaib, H.Dahlan, H.Abdul
Rauf, H,Abdul Aziz[3],
Labai Said Maliki,St Rumah Panjang, dan Marah Bustami Bakri. Bersama para ulama
ulama buya Ibdamin memperkenalkan organisasi Muhammadiyah dan melakukan dakwah
berjalan kaki dari satu dusun ke dusun yang lain mulai dari Siulak hingga ke
Perentak (Merangin). Kerja keras para ulama ini membuahkan hasil dengan
terbentuknya Cabang Muhammadiyah pertama di Sungai Penuh (tahun 1931) dengan
pimpinan /Ketua buya Labai Maain asal Bukittinggi. Dua tahun kemudian jabatan
Ketua Cabang Muhammadiyah Kerinci dijabat buya Sami Ibrahim, selanjutnya
Jabatan ketua dijabat oleh Buya Zainal Abidin Suib (Buya ZAS) Tahun 1943 Cabang
Muhammadiyah Sungai Penuh dipimpin oleh Buya.M.Yunus. Di penghujung tahun 1943
Ketua Cabang Muhammadiyah dijabat oleh KH. Djanan Thaib Bakri. Dengan terbentuknya
Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci tahun 1950, KH. Djanan Thaib Bakri memangku
berbagai jabatan antara lain Ketua DPRD PSK- 1950-1953, Ketua Pemuda PSK
1953-1955. Setelah Indonesia Merdeka tahun 1945 Buya Sami Ibrahim, kembali dari
Padang ke Sungai Penuh, kedatangan beliau disambut dengan baik oleh KH Djanan
Thaib Bakri, pada periode berikutnya kedua tokoh ulama ini giat melakukan upaya
pengembangan Muhammadiyah dan melakukan Dakwah hingga pelosok pelosok alam
Kerinci, pada masa itu hampir setiap dusun/desa memiliki pengurus ranting. Drs.
H. Idris Ibrahim (80 Tahun) tokoh Muhammadiyah Kerinci (Sanggaran Agung
2:3:2013) kehadiran Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah di alam Kerinci
sangat mewarnai perkembangan kualitas pengamalan ilmu ilmu keagamaan, beberapa
usaha telah dilakukan oleh Cabang Muhammadiyah Sungai Penuh dengan fokus
kegiatan dibidang Pendidikan. Beberapa amal usaha Muhammadiyah Kerinci sejak
zaman Penjajajan Belanda dan Jepang adalah mendirikan Ibtidaiyah Muhammadiyah
di Sungai Penuh pimpinan Labai Maain (1933), mendirikan Sekolah Dasar
Muhammadiyah berbahasa Belanda ( Schakil School) yang dipimpin oleh Agussalam
dan R.Sukoco Martowijoyo (1936). Kemudian mendirikan Schakil School
Muhammadiyah Pimpinan H. Hamid Arifin( 1940), mendirikan Tsanawiyah
Muhammadiyah Pimpinan Ahmad Taher Hamidi (1942), mendirikan Ibtidaiyah di Lolo
pimpinan Miftah Yunus dan melakukan berbagai kegiatan pengabdian sosial
kemasyarakatan. Politik Etis yang dicetuskan sendiri oleh kalangan
inteletual kolonial Belanda juga turut mendorong pendidikan kaum bumiputera di
Kerinci. Awalnya hanya ada sebuah sekolah rakyat kelas dua yang disebut Twede
School di Kerinci. Penyelenggaran pendidikan saat itu hanya dilakukan oleh
seorang guru sekaligus menjadi kepala sekolah dengan dibantu 3 orang guru
bantu. Sesudah tahun 1910 Sekolah Rakyat berkembang menjadi 18 buah. Menurut
KH.Zainuddin Ismail (77 tahun)-salah seorang yang termasuk menggagas pendidikan
di Sungai Penuh-pada tahun 1920 saat alam Kerinci masih dikuasai oleh Kolonial
Belanda hanya ada satu sekolah tingkat dasar milik pemerintah. H.Siin Thaher
bersama beberapa orang tokoh menggagas pendirian sebuah Yayasan Pendidikan yang
diberi nama “Krintji Institut” yang bergerak dalam bidang Penddikan Sekolah
Rakyat yang kemudian membentuk sebuah sekolah yang disebut HIS swasta. Pemerintah
Belanda pada masa itu mendirikan Sekolah Rakyat 3 tahun (Volkschool)- lulusan
sekolah ini dapat melanjutkan ke sekolah sambungan (vervolkschool) dengan lama
belajar 2 tahun. Sekolah milik pemerintah yang lain adalah Shcakelschool dan
meisjescholl (sebuah lembaga pendidikan untuk kaum perempuan). Pada masa itu di
Sungai Penuh terdapat sebuah sekolah Schakelschool yang dikelola oleh Pengurus
Muhamadiyah Kerinci. Lembaga pendidikan ini menggunakan bahasa Belanda sebagai
bahasa pengantar. Selain Muhamadiyah, PERTI juga banyak mendirikan
lembaga-lembaga pendidikan Ibtidaiyah dan Tsanaiwiyah, diantara lembaga
pendidikan yang didirikan itu juga terdapat sebuah Lembaga Pendidikan Modren
Thawalib Islamiyah di Hamparan Rawang. Pada dekade tahun 1915-1920 an di larik
pantai Dusun Sungai Penuh terdapat bangunan “Surau atap ijuk”, sebuah tempat
pengajian ilmu-ilmu agama Islam yang dipimpin oleh Syech Abdul Hamid seorang
ulama yang berasal dari Padang Panjang. Diantara santri/murid pertama tercatat
nama Mayor Jenderal. H.A. Thalib. Pada masa selanjutnya A.Thalib belajar
mengaji pada Abdullah Kembang seorang ulama
yang terkenal pada saat itu. Abdullah Kembang dikenal sebagai tokoh ulama yang memiliki pengetahuan agama dan pandangan luas itu mendirikan sekolah mengaji bernama” As-Sautul Haqqu”(suara kebenaran). Selain menguasai ilmu agama buya Abdullah Kembang juga menguasai ilmu bela diri silat, seni musik,seni sastra (drama) dan beliau mahir berbahasa Belanda. Pada masa itu selain surau atap Ijuk di Larik Pantai, juga terdapat Surau Batu di Larik Tengah (Pemangku Rajo) Surau Perdamaian di Larik Darat (Dasira) dan Surau Baitul Amal di Dusun Baru Pada tahun 1920 an untuk pertama kali dibuka sekolah HIS swasta, salah seorang perintisnya ialah guru Hardito dibantu beberapa orang teman temannya termasuk Siin Thaher. Hardito adalah seorang pemuda dari Jawa yang datang ke Kerinci pada awal tahun 1920 an. Beliau adalah seorang aktivis Taman Siswa yang banyak berhubungan dengan orang orang Muhammadiyah. Beliau termasuk salah seorang yang dikirim ke luar Jawa untuk memajukan pendidikan di alam Kerinci. Bersama tokoh tokoh Sungai Penuh ia mendirikan Kerintji Institute sebuah Yayasan yang bergerak dalam bidang Pendidikan. Selain aktif dunia pendidikan, Hardito dan kawan kawannya mendirikan organisasi kebudayaan sebuah organisasi luar sekolah yang bernama ’Krisma” atau disebut juga “Kerinci Maju” dengan ketuanya M. Kukuh. Hardito juga membentuk Pandu Muhammadiyah, yaitu “Hisbul Wathan” (HW), Ketuanya pada waktu itu adalah Buya Rahmattun dan Adnan Thaib. Mereka yang menjadi murid murid tersebut dikemudian hari menjadi tokoh pejuang dan pemimpin di bumi Sakti Alam Kerinci, diantaranya adalah Mayor Jenderal.H/.A.Thalib, Zainal Abidin (Pejabat Imigrasi Pusat) H. Abdullah Hamid Arifin. Dan pada saat itu A.Thalib memerintahkan stafnya untuk menjemput Sukoco, dan tiga tokoh tiga serangkai Hardito, A.Thalib dan Sukoco menyelenggarakan dan melengkapi kebutuhan sarana pendidikan dan merekrut beberapa orang guru diantaranya Hasan Basri
Basalamah, Azhar, Mohd Lepang. Hasan Basri Basalamah seorang CPM dijemput di Bengkulu untuk membantu mengajar dan tetap menjadi CPM, Azhar seorang tamatan MULO dijemput di Inderapura, hanya Mohd Lepang yang saat itu berada di Sungai Penuh, pada waktu itu gedung tempat belajar menggunakan bekas rumah Kontrolir Belanda, SMP Sungai Penuh didirikan tahun 1948. Murid-murid SMP tersebut umumnya adalah bekas murid HIS masa Belanda, diantara murid murid angkatan pertama itu antara lain adalah Idris Jakfar, Yakub Isman, Anas Rusli, Rusli Latif, Salam Karim, Hasyimi, dan lain-lain.
yang terkenal pada saat itu. Abdullah Kembang dikenal sebagai tokoh ulama yang memiliki pengetahuan agama dan pandangan luas itu mendirikan sekolah mengaji bernama” As-Sautul Haqqu”(suara kebenaran). Selain menguasai ilmu agama buya Abdullah Kembang juga menguasai ilmu bela diri silat, seni musik,seni sastra (drama) dan beliau mahir berbahasa Belanda. Pada masa itu selain surau atap Ijuk di Larik Pantai, juga terdapat Surau Batu di Larik Tengah (Pemangku Rajo) Surau Perdamaian di Larik Darat (Dasira) dan Surau Baitul Amal di Dusun Baru Pada tahun 1920 an untuk pertama kali dibuka sekolah HIS swasta, salah seorang perintisnya ialah guru Hardito dibantu beberapa orang teman temannya termasuk Siin Thaher. Hardito adalah seorang pemuda dari Jawa yang datang ke Kerinci pada awal tahun 1920 an. Beliau adalah seorang aktivis Taman Siswa yang banyak berhubungan dengan orang orang Muhammadiyah. Beliau termasuk salah seorang yang dikirim ke luar Jawa untuk memajukan pendidikan di alam Kerinci. Bersama tokoh tokoh Sungai Penuh ia mendirikan Kerintji Institute sebuah Yayasan yang bergerak dalam bidang Pendidikan. Selain aktif dunia pendidikan, Hardito dan kawan kawannya mendirikan organisasi kebudayaan sebuah organisasi luar sekolah yang bernama ’Krisma” atau disebut juga “Kerinci Maju” dengan ketuanya M. Kukuh. Hardito juga membentuk Pandu Muhammadiyah, yaitu “Hisbul Wathan” (HW), Ketuanya pada waktu itu adalah Buya Rahmattun dan Adnan Thaib. Mereka yang menjadi murid murid tersebut dikemudian hari menjadi tokoh pejuang dan pemimpin di bumi Sakti Alam Kerinci, diantaranya adalah Mayor Jenderal.H/.A.Thalib, Zainal Abidin (Pejabat Imigrasi Pusat) H. Abdullah Hamid Arifin. Dan pada saat itu A.Thalib memerintahkan stafnya untuk menjemput Sukoco, dan tiga tokoh tiga serangkai Hardito, A.Thalib dan Sukoco menyelenggarakan dan melengkapi kebutuhan sarana pendidikan dan merekrut beberapa orang guru diantaranya Hasan Basri
Basalamah, Azhar, Mohd Lepang. Hasan Basri Basalamah seorang CPM dijemput di Bengkulu untuk membantu mengajar dan tetap menjadi CPM, Azhar seorang tamatan MULO dijemput di Inderapura, hanya Mohd Lepang yang saat itu berada di Sungai Penuh, pada waktu itu gedung tempat belajar menggunakan bekas rumah Kontrolir Belanda, SMP Sungai Penuh didirikan tahun 1948. Murid-murid SMP tersebut umumnya adalah bekas murid HIS masa Belanda, diantara murid murid angkatan pertama itu antara lain adalah Idris Jakfar, Yakub Isman, Anas Rusli, Rusli Latif, Salam Karim, Hasyimi, dan lain-lain.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia.
Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad
SAW. sehingga Muhammadiyah
juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Latar belakang KH Ahmad Dahlan memilih nama Muhammadiyah yang pada masa itu sangat asing bagi telinga
masyarakat umum adalah untuk memancing rasa ingin tahu dari masyarakat,
sehingga ada celah untuk memberikan penjelasan dan keterangan seluas-luasnya
tentang agama Islam sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Rio Temenggu, Sekilas Muhammadiya di Sungai Penuh Kerinci,
Jambi, 2016
http://www.muhammadiyah.or.id/
Comments
Post a Comment