TUGAS MAKALAH AVERTEBRATA AIR KLASIFIKASI,MORFOLOGI, DAN ANATOMI, FISIOLOGI, REPRODUKSI DAN NILAI EKONOMIS Spongia sp
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Porifera dalam bahasa
latin berarti pemilik pori – pori atau pore bearer (poros artinya pori
atau sauran , feras artinya memiliki ) ( Romimohtarto, R dan Juwana,
S., 2009 ). Sedangkan menurut Radiopoetra ( 1988 ) porifera adalah hewan –
hewan yang berlubang – lubang ( pori adalah membawa, faro adalah mengandung,
membawa ). Porifera adalah hewan multiseluler atau metazoa yang paling
sederhana. Karena hewan ini memiliki ciri yaitu tubuhnya berpori seperti busa
atau spons sehingga porifera disebut juga sebagai hewan spons ( busa ).
Spons merupakan hewan
yang primitif, mungkin berasal dari zaman peleozoik sekitar 1,6 miliar tahun
yang lalu. Berbeda dengan Eumetazoa, spons tidak mempunyai jaringan yang
terorganisasi. Sebagian besar hidup dilaut dan hanya beberapa jenis yang hidup
di air tawar. Di dunia terdapat sekitar 5000 jenis spons yang berbeda.
Sebarannya sangat luas. Mereka bahkan dijumpai dibawah tutupan es dari kutub
selatan. Spons biasanya merupakan hewan menetap pada jenis dewasa. Sebarannya
didukung oleh larva yang bergerak aktif atau oleh hewan muda yang terbawa arus
sebelummereka menempel.( Romimohtarto, R dan Juwana, Sri., 2009 )
Ciri tubuh Porifera
meliputi ukuran, bentuk, struktur dan fungsi tubuh. Bentuknya ada yang seperti
tabung, vas bunga, mangkuk, atau bercabang seperti tumbuhan. Tubuhnya memiliki
lubang-lubang kecil atau pori (ostium). Ukuran porifera sangat beragam.
Beberapa jenis porifera ada yang berukuran sebesar butiran beras, sedangkan
jenis yang lainnya bisa memiliki tinggi dan diameter hingga 2 meter. Tubuh
porifera pada umumnya asimetris atau tidak beraturan meskipun ada yang simetris
radial.
Kelas yang paling
menerik diantara kelas lainnya dalam phylum Porifera ini adalah Demospongiae (
dalam bahasa yunani, demo = tebal, spongia = spons) Demospongiae merupakan
kelas terbesar yang mencakup 90% dari seluruh jenis porifera. Rangka terdiri
dari silikat, bertulang lunak spons. Tubuhnya berwarna cerah karena mengandung
pigmen yang terdapat pada amoebosit. Fungsi warna diduga untuk melindungi
tubuhnya dari sinar matahari. Bentuk tubuhnya tidak beraturan dan bercabang.
Seluruh Demospongiae memiliki saluran air tipe Leukonoid. Habitat Demospongiae
umumnya di laut dalam maupun dangkal, meskipun ada yang di air tawar (
Dorit,dkk,- ).
Salah satu spesies dari
kelas Demospongiae adalah Spongia sp. Hewan ini banyak ditemukan di
perairan laut yang kedalamannya mencapai 50 meter dari dasar laut, umumnya
hidup menempel pada substrat dasar pantai yang berupa bebatuan, cangkang,
koral dari karang.
Spongia sp dapat
digunakan untuk alat gosok tubuh pada waktu mandi. Hal ini karena spikula
terbuat dari serabut protein spongin yang lunak. Selain itu juga dapat
digunakan untuk menyembuhkan laringitis akut dan radang tenggorokan, juga
mengindikasikan penyakit paru-paru dalam laring. ( Farrington,- )
1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat
memahami dan menjelaskan tentang klasifikasi, anatomi dan morfologi dari
Spongia sp anggota kelas Demospongia Phylum Porifera.
Mahasiswa dapat
memahami fisologi dan reproduksi dari Spongia sp anggota kelas Demospongia
Phylum Porifera. Mengetahui nilai ekonomi dari Spongia sp dan manfaatnyabagi
kehidupan sehari-hari.
1.3 Manfaat
Makalah ini digunakan
untuk menambah wawasan tentang salah satu anggota spesies dari Phylum Porifera,
yaitu Spongia sp. Sehingga mahasiwa bisa lebih memahami tentang
klasifikasi,morfologi, dan anatomi, fisiologi, reproduksi dan nilai ekonomis
dari Spongia sp. Dengan mengetahui dan memahami hal tersebut
diharapkan mahasiswa mampu memanfaatkan spongia sp untuk produk inovasi yang
lebih bermanfaat.
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi
Pada awalnya Porifera
dianggap sebagai tumbuhan. Baru pada tahun 1765 dinyatakan sebagai hewan
setelah ditemukan adanya aliran air yang terjadi di dalam tubuh porifera.
Dari 10.000 spesies Porifera yang sudah teridentifikasi, sebagian besar hidup
di laut dan hanya 159 spesies hidup di air tawar, semuanya termasuk famili
spongilidae. Umunya terdapat di perairan jernih, dangkal, menempel di substrat.
Beberapa menetap di dasar perairan atau Lumpur (Aslan,dkk, 2010).
Menurut Linneaus ( 1759
) klasifikasi Spongia sp adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Pylum
: Porifera
Ordo
: Dictyoceratida
Famili
: Spongiidae
Genus
: Spongia
Spesies
: Spongia sp
2.2 Morfologi
Spongia
sp memiliki tinggi 10 cm dan diameter 1 cm dengan bentuk bulat masif
menyerupai mangkuk. Serta mempunyai tipe sel Leuconoid/Rhagon yang rumit dan
kompleks. Warna tubuhnya putih keruh coklat dan ada juga yang berwarna kuning
atau orange. Pada ujung cabangnya terdapat oskulum ( tunggal : oskula )
sebagai tempat keluarnya air dari dalam tubuh spons dan di daerah badannya
terdapat ostium ( tunggal : ostia ) sebagai tempat masuknya air.
Kerangkanya terdiri
dari serabut spongin, zat yang secara kimia bersekutu dengan sutera. Spongin
adalah zat mirip dengan keratin rambut dan bulu serta berbentuk kolagen. Ia
dikeluarkan oleh sel berbentuk staples yang dinamakan spongoblast ( sel
penghasil spongin ). ( Kasijan, R dan Sri, J,. 2009 ). Pada spons mandi
( Spongia sp ) tidak mempunyai spikula maupun mengandung silika. (
Harris, 1992 ). Serabut-serabut spongin (keras = tanduk) tersebut menyediakan
dukungan untuk menjaga pori-pori terbuka
Gambar 1. Spongioblast
dan pembentukan spongin ( kiri ) dan pembentukan spongin ( kanan )
Spongia sp banyak
ditemukan di perairan laut yang kedalamannya mencapai 50 meter dari dasar laut,
umumnya hidup menempel pada substrat dasar pantai yang berupa bebatuan,
cangkang, koral dari karang.
Beberapa contoh spesies
dari genus Spongia dan penyebarannya :
Spongia tubulifera fouled
Berbentuk seperti bola besar dan lunak, tought serta bersifat masif.
Warna kulit hitam, tetapi tampaknya ada yang sangat mengotori di antara
oscules tersebar, yang bisa diangkat sebagai cerobong asap, mereka berakhir
dengan kerah berbentuk kerucut. Interior krem putih. Mirip dengan
kerangkaSpongia obscura smooth, tapi lebih tebal
dari Spongia obscura shaggy. Biasa ditemukan di Bahama –
Bimini, Bahama - Little San Salvador, Bahama - Sweetings Cay.
Gambar 2. Spongia
tubulifera fouled Author Referensi: ( Lamarck, 1813)
2. Spongia obscura
shaggy
Berwarna hitam dan
besar ,membentuk gundukan lateral pipih atau bulat. Bersifat lobate dan masif.
Diratakan yang dengan oscules berjajar dalam puncak yang bulat dengan
oscules tersebar. Oscules dengan kerah berbentuk kerucut. Shaggy dengan ujung
serat permukaan. Interior bata merah. Spongin lebih tipis daripada di Spongia
lain dari panduan serat ini, dalam retikulasi lebih dikemas. Biasa ditemukan di
Bahama - Little San Salvador.
Gambar 3. Spongia obscura shaggy
Author Referensi : (
Hyatt,1877 )
Spongia
obscura smooth Berwarna Hitam,seperti gundukan halus, seringkali cukup
bulat tapi terdapat lateral yang diperluas. Bersifat masif dan merayap. Oscules
tersebar atau sejajar, dengan kerah berbentuk kerucut. Interior warna krem.
Kerangkanya lebih tebal dari Spongia obscura shaggy. Biasa ditemukan
di Bahama - Cat Island, SW, Bahama - Little San Salvador, Bahama - Northern
Exuma Cays, Bahama - Sweetings Cay
Gambar
4. Spongia sp. "obscura" smooth
Author Referensi : (
Hyatt, 1877 )
4. Spongia
manipulates
Berukuran sampai
10 cm dengan lebar 20 cm. sangat kenyal dan agak keras karena jaringan fibrosa
padat. Warnanya hitam dan secara keseluruhan berbentuk kompak, gundukan
hemispherical. Habitatnya biasa hidup di bawah terumbu karang dan mulut gua.
Biasa ditemukan di utara dan tenggara Selandia Baru.
Gambar 5. Spongia
manipulates
Author Referensi :
(Cook & Bergquist, 2002)
Spongia
agaricina ( elephant ear )
Sponge berbentuk
seperti pisau tebal atau lebih mirip telinga gajah, berukuran dengan panjang
maksimal 10 cm. membawa osculus banyak berukuran kecil, lebih teratur ditata,
ke arah yang berkumpul permukaan saluran kecil menghembuskan napas. Komposisi
serat utama: 5 - 8 cm diameter, dengan benda asing. Serat sekunder :
0,0025-0,0035 cm, dengan kadang-kadang jaringan serat halus 0,0006-0,001 cm di
permukaan. Berwarna abu-abu gelap dengan kastanye kurang lebih gelap. Biasa
hidup sessile dengan kisaran kedalaman 4-60 m. Terdapat pada daerah beriklim
subtropis. Biasa ditemukan di Timur Laut Atlantik dan Mediterania.
Author Referensi : (
Hyatt, 1877 )
Spongia
nitens ( shiny sponge )
Berukuran antara
15 sampai 20 cm. Spons besar; umumnya dengan lobus pendek dan bulat, selesai
pada osculus beberapa mm dengan diameter dan lateral yang dilalui oleh cahaya,
saluran permukaan terlihat di bawah ectosome. Permukaan kecil dan teratur.
Kadang-kadang dilengkapi dengan beberapa spikula langka asing. Serat sekunder
memiliki diameter 0,0022-0,0035 cm dalam jaringan padat, dengan jaringan
permukaan serat halus dengan diameter 0,0004-0,001 cm. Berwarna putih
kekuningan dan sering tampak berkarat di dalamnya. Spesies ini memiliki
yang sangat fleksibel, mungkin lebih "halus" dari semua spons
komersial, tetapi tidak dieksploitasi secara komersial, tidak diragukan lagi
karena ukurannya yang kecil, kelimpahan yang relatif rendah dan kerapuhan nya.
Biasa hidup sessile dalam kedalaman 5 – 60 m. Terdapat pada daerah beriklim
subtropis dan biasa ditemukan di Mediterania.
Gambar 7. Spongia
nitens
Author Referensi : (
Hyatt, 1877 )
Spongia
officinalis ( Greek bathing sponge )
Berukuran lebih dari 35
cm. Umumnya masif, bulat, tetapi untuk dapat dilengkapi dengan lobus teratur
(terutama pada spesimen besar), atau dengan osculus lobus besar berbentuk
kerucut. Permukaan dilengkapi dengan conules kecil biasa. Serat primer
berdiameter 0,005-0,01 cm. Serat sekunder berdiameter 0,002 0,0035 cm,
jaringan kompak biasanya ada di permukaan. Memiliki warna bervariasi dari putih
kekuningan sedikit ke hitam, dan tampak keputihan dengan warna seperti karat di
dalamnya. Ditemukan di daerah pesisir terutama terumbu karang dengan substrat
batu pada kedalaman antara 5 m sampai 40 m, biasa hidup sessile pada
daerah beriklim subtropis. Biasanya ditemukan di Indo-Pasifik Barat, Karibia
dan Mediterania.
Author Referensi : (
Hyatt, 1877 )
Spongia
virgultosa ( finger sponge )
Sponge dengan tebal
0,5-1 cm, dilengkapi dengan oculifera papila berbentuk kerucut 0,5-1,5 cm pada
0,3-0,4 cm diameter. Conules kecil, terlokalisasi pada papila tersebut, sisa
permukaan halus. Serat primer berdiameter 0,004-0,005 cm dan merupakan serat
langka. Serat sekunder berdiameter 0,004-0,005. Berwarna kekuningan
dengan kastanye gelap. Biasa hidup sessile dalam kedalaman 0 sampai 80 m. Hidup
pada daerah beriklim subtropis dan biasa ditemukan di Mediterania.
Gambar 9. Spongia
virgultosa
Author Referensi : (
Schmidt, 1868 )
Spongia sp banyak
ditemukan di perairan laut yang kedalamannya mencapai 50 meter dari dasar laut
( Mukayat, 1994 ), umumnya hidup menempel pada substrat dasar pantai yang
berupa bebatuan, cangkang, koral dari karang. Porifera yang telah dewasa
tidak dapat berpindah tempat (sesil), hidupnya menempel pada batu / berada
didalam dasar laut, karena porifera yang bercirikan tidak dapat berpindah tempat,
kadang dianggap sebagai tumbuhan (Anonim, 2009).
2.3 Anatomi
Dinding tubuh porifera,
termasuk kelas Demospongia pada genus spongia spterdiri dari tiga lapis,
dari luar ke dalam sebagai berikut :
Pinacoderm, merupakan
sel yang tersusun oleh sel pipih ( pinacocyte ). Seperti halnya epidermis,
pinacodem berfungsi untuk melindungi bagian dalam tubuh, namaun tidak seperti
epithelium hewan tingkat tinggi, sel ini tidak mempunyai membran basalis. Bagian
sel pinacocyte dapat berkontraksi atau berkerut, sehingga seluruh tubuhnya dapt
sedikit membesat dan mengecil. Basal Pinacocyte mensekresi zat yang dapat
melekatkan hewan ke substrat. Pori dibentuk oleh sel porocyte yang bentuknya
seperti tabung pendek yang menghubungkan bagian luar dan spongocoel. Porocyte
ditutupi di dalam porosopyle dan sangat bersifat kontraktil. Lumen tabung
tersebut merupakan incurrent pore atau ostium.
Mesohyl ( mesoglea )
yang terdiri atas zat semacam agar ( glatinous protein matrix ) mengandung
bahan tulang dan amoebocyte. Sel amoebocyte ini mempunyai banyak fungsi antara
lain untuk mengangkut cadangan makanan, membuang partikel sisa metabolisme,
membuat spikula, serat spons dan membuat sel reproduktif. Untuk kepentingan
berbagai fungsi tersebut, terdapat archaeocyte, mampu membentuk sel tipe
lainnya yang diperlukan. Archaeocyte memiliki pseudopodia dan nukleus besar.
Sel-sel ini terkait nutrisi makanan dan ekskresi dan kadang-kadang dapat
berperilaku sebagai sel kelamin. Amoebocyte untuk pengangkutan makanan dan
berkeliaran didalam mesohyle disebut amoebocyte pemangsa. Amoebocyte yang
menetap dan mempunyai pseudopodia seperti benang, berfungsi sebagai jaringan
pengikat disebut collenocyte. dibagi dengan pseudopodia bercabang. sel-sel ini
tidak memiliki massa syncytial. Pseudopodia bercabang ini membentuk jaringan
seperti struktur. Amoebocyte yang menghasilkan spikula dan serat spons disebut
sclerocyte.
Choanocyte yang
melapisi rongga spongocoel. Bentuk choanocyte agak lonjong dengan ujung yang
satu melekat pada mesohyl dan ujung yang lainnya berada di spongocoel serta
dilengkapi dengan sebuah flagelum yang dikelilingi kelopak dari fibril. Getaran
flagel pada lapisan ini menghasilkan arus air di dalam spongocoel ke arah
osculum, sementara fibril berfungsi sebagai alat penangkap makanan.
Gambar 10.
Porocyte Gambar 11.
Pinacocyte
Gambar 12. Choanocyte
Tubuh Spongia
sp memiliki banyak pori yang merupakan awal dari system kanal (saluran
air) yang menghubungkan lingkungan eksternal dengan lingkungan internal. Tubuh
porifera tidak dilengkapi dengan apa yang disebut apendiks dan bagian tubuh
yang dapat digerakkan. Tubuh porifera belum memiliki saluran pencernaan
makanan, adapun pencernannya berlangsung secara intraseluler. Mereka memiliki
ostia kecil. Ostia menyebabkan kanal incurrent banyak, tetapi tidak ada rongga
sentral besar.
Sistem aliran tubuhnya
adalah Leuconoid. Tubuh tipe ini memperlihatkan lipatan – lipatan dinding
spongocoel yang rumit. Lipatan sebelah dalam menghasilkan sejumlah besar
kantung yang dilapisi choanocyte yang disebut flagellated canal yang kemudian
melipat lagi membentuk rongga kecil berflagella yang disebut flagellated
chamber atau choanosyte chamber. Spongocoel menghilang dan digantikan oleh
saluran – saluran kecil menuju oskulum. Dengan banyaknya lipatan berturut –
turut menyebabkan bentuk spons tidak beraturan ( masif ). Pada permukaannya
ditutupi oleh epidermal epitelium yang dihasilkan oleh epidermal pores dan
osculum. Dermal pores tersebut memimpin incurrent canal. Sub dermal dan
incurrent canal memimpin flagellated chamber kecil oleh prosopyles. Flagellated
chambers membuka incurrent canal melalui apopyles yang berupa tabung besar.
Tipe sistem canal ini dibagai menjadi 3 subtipe, yaitu :
Eurypylous: apopyles
yang membuka langsung ke kanal excurrent melalui mulut lebar. Hal ini hadir
dalam Plakina. Kursus arus air adalah seperti di bawah.
Aphodal: kanal sempit
yang disebut aphodus hadir antara ruang flagellated dan kanal excurrent.
Diplodal: Dalam
beberapa kasus tabung dikenal sebagai prosodus muncul antara kanal incurrent
dan ruang flagellated. Ruang flagellated membuka ke kanal excurrent oleh
apopyles dan ini bersatu untuk membentuk tabung yang lebih besar, yang terbesar
mengarah ke osculum. Sehingga arus aliran air yang mas uk pada tipe canal
Leuconoid adalah :
Ostia Subdermal pores incurrent canals
prosopyle flagellated chambers apopyle
excurrent canals larger channels
osculum
Gambar 13. Sistem
Leuconoid
Gambar 14. Eurypylous (
C2 ), Aphodal ( C3 ), Diplodal ( D )
2.4 fisiologi
2.4.1 Fisiologi
pencernaan dan ekskresi
Spongia sp adalah
pemakan suspensi yang juga dikenal makan dengan cara menyaring ( filter feeder
). Ia memperoleh makanan dalam bentuk partikel organik renik, hidup atau tidak,
seperti bakteri, mikroalga dan detritus, yang masuk melalui pori-pori arus
masuk yang terbuka dalam air, dan dibawa kedalam rongga lambung atau
ruang-ruang bercambuk ( Flagella ) di choanocyt. Oleh karena gerakan
flagella dari choanocyt-choanocyt, air mengalir melalui ostia kedalam
paragaster. Dapatlah dikatakan bahwa air disaring melalui ostia tersebut.
( Stanford, 1951 ). Menurut Radiopoetra (1988), paragester adalah suatu
rongga didalam tubuh porifera dimana air dapat masuk kedalamnya, yang kemudian
mengalir keluar melalui osculum.
Air ini melalui lubang
di dalam porocyt. Lubang ini menutup, bila myocyt yang mengelilingi porocyt
mengkerut. Myocyt ini ialah cel-cel otot. Ikut dengan air itu, ialah
benda-benda organik dan jasad-jasad yang kecil. Pada ketika benda-benda organik
dan jasad-jasad kecil ini dialirkan lewat collare dari choanocyt, mereka
terlekat pada collare tersebut. Koanosit juga memakan partikel makanan, baik
disebelah maupun didalam sel leher . Oleh karena gerakan proto plasma dari collare,
mereka diangkut ke pangkal collare pada dataran cel. Disini mereka dimasukkan
kedalam suatu vacuola. Didalam vacuola itu mereka dicerna. Dengan demikian pada
porifera ada pencernaan intra celluler. Kemudian makanan diberikan kepada
amebocyt-amebocyt. Juga di dalam ameobocyt dilakukan pencernaan. Makanan yang
telah dicerna disimpan didalam ameobocyt sebagai lemak, karbohidrat dan
protein. Ameobocyt-ameobocyt mengangkut makanan ke sel - sel lain. Mereka
bergerak di dalam subtansi gelatin. ( Radiopoetra, 1988 ). Spongia sp hanya
melakukan pergerakan atau perputaran air dalam tubuhnya untuk melakukan
pencernaan dan ekskresi, dia tidak mempunyai mulut, rongga pencernaan dan
sistem ekskresi seperti yang terdapat pada hewan tingkat tinggi.
Sisa makanan yang
tidak dicerna dibuang keluar dari dalam sel leher. Makanan itu dipindahkan dari
satu sel ke sel lain dan barang kali diedarkan dalam batas tertentu oleh
sel-sel amoeba yang berkeliaran di lapisan tengah. Penting bagi sepon untuk
hidup dalam air bersikulasi, karennya kita temukan hewan ini didalam air
jernih, bukannya air keruh. Karena arus air yang lewat melalui sepon membawa
serta zat buangan dari tubuh sepon, maka penting agar air yang keluar melalui
oskulum dibuang jauh dari badannya, karena air ini tidak berisi makanan lagi,
tetapi mengandung asam karbon dan sampah nitrogen yang beracun bagi hewan
tersebut. ( Kasijan, R dan Sri, J,. 2009 )
Pada type leuconoid,
saluran – saluran masuk, langsung bermuara ke paragaster. Tetapi kira – kira
ditengah saluran-saluran tersebut melebar, lipatan sebelah dalam menghasilkan
sejumlah besar kantung yang dilapisi choanocyte yang disebut flagellated canal
yang kemudian melipat lagi membentuk rongga kecil berflagella yang disebut
flagellated chamber atau choanosyte chamber. Spongocoel menghilang dan
digantikan oleh saluran – saluran kecil menuju oskulum.
Sehingga arus aliran
air pada Spongia sp yang memiliki sistem cana leuconoid adalah :
Ostia Subdermal pores incurrent canals
prosopyle flagellated chambers apopyle excurrent
canals larger channels osculum
2.4.2 Fisiologi
pernafasan
Spons melakukan
respirasi secara aerobik biasa, yaitu melalui difusi oleh sel-sel individu
dalam tubuh spons tersebut. Hyman (1990) menemukan bahwa spons tidak dapat
bertahan jika kekurangan oksigen dalam air atau hidup pada air yang busuk.
Oksigen yang dikonsumsi dalam waktu tertentu tergantung pada tingkat arus air.
Bagian yang terhubung dengan ostium ( tempat masuknya air ) mengandung oksigen
10 sampai 50% dari seluruh oksigen, lebih banyak jika dibandingkan dengan
bagian-bagian spons lainnya.
2.4.3 Fisiologi saraf
2.4.3 Fisiologi saraf
Spons tidak memiliki
sel-sel saraf untuk mengkoordinasikan fungsi tubuh. Kebanyakan reaksi yang
terjadi berasal dari hasil reaksi dari sel individu dalam menanggapi stimulus.
Sebagai contoh, sirkulasi air melalui beberapa spons adalah minimal saat
matahari terbit dan maksimum sesaat sebelum matahari terbenam karena munculnya
cahaya mengakibatkan penyempitan sel porocyte, ostia, dan sekitarnya. Untuk
mengatasi hal tersebut spons menjaga kanal incurrentnya agar tetap terbuka.
Reaksi lain menunjukkan beberapa komunikasi antar sel. Sebagai contoh, laju
sirkulasi air melalui spons bisa berhenti tiba-tiba tanpa penyebab eksternal
yang jelas. Reaksi tersebut dapat disebabkan hanya karena aktivitas choanocyte
berhenti kurang lebih secara bersamaan menyiratkan beberapa bentuk komunikasi
internal adalah unknow. Pesan kimia yang disampaikan oleh sel amoeboid dan
gerakan ion di atas permukaan sel munkin merupakan mekanisme kontrol. Tubuh
spons menunjukkan sedikit kemampuan dalam menanggapi rangsangan ( conduktivitas
). Kemampuan yang paling kuat dalam menanggapi rangsang yang paling
adalah di daerah osculum ( Miller, Stephen dan John Harley, 1996 )
2.4.4 Fisiologi
Osmoregulasi
Spons laut yang
tampaknya isoosmotik ( Hopkins, 1996; Wells,1961 ). Regulasi isotonik atau
Isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi
media,sehingga dapat dikatakan mereka tidak melakukan osmosis, hanya regulasi
ion ( Sulmartiwi, Laksmi dan Hari suprapto.,2012 ).
2.5 Reproduksi
Reproduksi hewan ini
dilakukan secara aseksual maupun seksual. Umumnya, spons menghasilkan ovum dan
juga sperma pada individu yang sama sehingga porifera bersifat Hemafrodit.
Reproduksi secara aseksual terjadi dengan pembentukan tunas dan gemmule.
Dilakukan dengan membentuk tunas pada tubuh induk., lama-kelamaan akan
terbentuk koloni porifera. Fragmen-fragmen kecil melepaskan diri dari spons
induk, menempel pada substrat, dan tumbuh menjadi spons baru.
Reproduksi secara
seksual dilakukan dengan pembuahan sel telur suatu porifera oleh sel sprema
porifera yang lain secara internal. Masing-masing individu menghasilkan sperma
dan ovum. Kedua sel kelamin terbentuk dari perkembangan sel-sel amebosit atau
koanosit. Sel-sel sperma dilepaskan ke dalam air, kemudian masuk ke tubuh spons
lain bersama aliran air melalui ostium untuk melakukan fertilisasi. Hasil
pembuahan berupa zigot yang akan berkembang menjadi larva bersilia. Larva
tersebut akan keluar dari tubuh porifera induk melalui oskulum, kemudian
melekat di dasar perairan untuk tumbuh menjadi dewasa.
Gambar 15. (A)
Regenerasi, ( B ) Exogenous budding, (C) Formation of reduction bodies, ( D )
Gemmule in fresh water sponge (E) Gemmuld formation in marine sponge, (F) Mature
ovum in the mesenchyme, (G) Fertilized egg, ( H ) Amphibtastula larva (l) Sycon
embryo after
gastrulation and attachment with choanocytes developing from micromeres and
macromeres (J) Olynthus stage.
2.6 Nilai Ekonomis
Sudah sejak zaman
dahulu orang menggunakan spongia (bunga karang ) untuk membersihkan badan,
untuk menyuci barang dan sebagainya. Yang dipakai sebagai alat pembersih adalah
skletonnya, yang tidak lagi mengandung protoplasma . Hal ini karena bangunan
itu berlubang-lubang dan bersifat kenyal ia dapat menyerap air kedalam
lubang-lubangnya. Air ini akan keluar bila ia kemudian diperas selain itu
karena spikulanya yang terbuat dari serabut protein spongin yang lunak. Setelah
diambil dari dasar laut, spongia ( bunga karang ) dipukuli, kadang – kadang
diputihkan dengan obat, dipotong-potong dan dikeringkan. Penghasil spongia
adalah negara-negara sekitar Laut tengah, india dan Florida. ( Mukayat, 1994
dan Radiopoetra, 1988 ) Tubuh porifera yang mati ada yang digunakan untuk
hiasan. Selain itu juga dapat digunakan untuk menyembuhkan laringitis akut dan
radang tenggorokan, juga mengindikasikan penyakit paru-paru dalam laring. (
Farrington )
Dekat pantai
pulau-pulau Bahama, Florida dan Italia diternak Euspongia dengan
memotong-motong koloni. Kemudian tiap potongan diikat kepada suatu keping yang
dibuat dari semen dan ditenggelamkan kedalam laut. Didalam bneberapa tahun
potongan-potongan ini sudah tumbuh cukup besar untuk dijual. Setelah skleton
dibersihkan dari benda-benda protoplasmatis, ia dapat dipakai. ( Radiopoetra,
1988 )
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Spongia
sp merupkan Salah satu spesiaes daru kelas Demospongia. Spongia
spmemiliki tinggi 10 cm dan diameter 1 cm dengan bentuk bulat masif
menyerupai mangkuk. Kerangkanya terdiri dari serabut spongin, zat yang secara
kimia bersekutu dengan sutera dan tidak mempunyai spikula maupun mengandung
silika. Serabut-serabut spongin (keras = tanduk) tersebut menyediakan dukungan
untuk menjaga pori-pori terbuka Dinding tubuh porifera, termasuk kelas
Demospongia pada genus spongia sp terdiri dari tiga lapis,yaitu:
Pinacoderm, merupakan sel yang tersusun oleh sel pipih ( pinacocyte ), mesohyl
( mesoglea ) yang terdiri atas zat semacam agar ( glatinous protein matrix )
mengandung bahan tulang dan amoebocyte, Choanocyte yang melapisi rongga
spongocoel.
Mempunyai tipe sel
Leuconoid/Rhagon yang rumit dan kompleks. Pada ujung cabangnya terdapat oskulum
sebagai tempat keluarnya air dari dalam tubuh spons dan di daerah badannya terdapat
ostium sebagai tempat masuknya air. Tubuh tipe ini memperlihatkan lipatan –
lipatan dinding spongocoel yang rumit. Lipatan sebelah dalam menghasilkan
sejumlah besar kantung yang dilapisi choanocyte yang disebut flagellated canal
yang kemudian melipat lagi membentuk rongga kecil berflagella yang disebut
flagellated chamber atau choanosyte chamber. Spongocoel menghilang dan
digantikan oleh saluran – saluran kecil menuju oskulum. Dengan banyaknya
lipatan berturut – turut menyebabkan bentuk spons tidak beraturan ( masif ).
Spongia sp adalah
pemakan suspensi yang juga dikenal makan dengan cara menyaring ( filter feeder
). Ia memperoleh makanan dalam bentuk partikel organik renik, hidup atau tidak,
seperti bakteri, mikroalga dan detritus, yang masuk melalui pori-pori arus
masuk yang terbuka dalam air, dan dibawa kedalam rongga lambung atau
ruang-ruang bercambuk ( Flagella ) di choanocyt. Respirasinya melalui difusi
oleh sel-sel individu dalam tubuh spons tersebut. Spons tidak memiliki sel-sel
saraf untuk mengkoordinasikan fungsi tubuh. Kebanyakan reaksi yang terjadi
berasal dari hasil reaksi dari sel individu dalam menanggapi stimulus. Memiliki
Regulasi isotonik atau Isoosmotik terhadap air laut. Reproduksi hewan ini
dilakukan secara aseksual maupun seksual. Umumnya, spons menghasilkan ovum dan
juga sperma pada individu yang sama sehingga porifera bersifat Hemafrodit.
Reproduksi secara aseksual terjadi dengan pembentukan tunas dan gemmule.
Reproduksi secara seksual dilakukan dengan pembuahan sel telur suatu porifera
oleh sel sprema porifera yang lain secara internal. Spongia spbanyak
ditemukan di perairan laut yang kedalamannya mencapai 50 meter dari dasar laut.
Sudah sejak zaman dahulu orang menggunakan spongia (bunga karang ) untuk
membersihkan badan, untuk menyuci barang dan sebagainya.
Daftar
Pustaka
Miller, Stephen .A dan
John P. Harley. 1996.Zoology Third Edition.United States of America : Times
Mirror Higher Education Group, Inc.,publised by Wm. C. Brown.
Romimohtarto, Kasijan
dan Sri Juwana. 2009. Biologi Laut “ Ilmu pengetahuan Tentang Biota Laut.
Jakarta : Djambatan.
Brotowidjoyo, Mukayat
.D. 1994.Zoology Dasar. Jakarta : Erlangga.
Verma, Ashok. 2005.
Invertebrates Protozoa to Echinodermata. India : Alpha Science International
Ltd.
Campbell, N. A., J. B.
Reece, L. G. Mitchell. 2002. Biologi (terjemahan), Edisi kelima
Jilid 3. Erlangga:
Jakarta.
Dorit, Walker and
barnes. - . Zoology.-
Harris, C. Leon. 1992.
Concepts in Zoology.United States of America : Harpers Collins Publisher.
Harrison, Frederick .W
dan Jane A. Westfall. 1991. Microscopic Anatomy of Invertebrates Volume 2.
United States of America : A John Willy and Sons, Inc.
Hadi, Tri Aryono.
2010.Biologi dan Ekologi Spons. Oseana Volume XXXV Nomor 1 Tahun 2010,hal
33-48.
Universidad Nacional De
Colombia. The Sponge Guide, a picture guide to Carbbean Sponges. http://www.spongeguide.org/newresults.php?searchtype=2&taxa=39.
( diakses 8 April 2012 )
Sulmartiwi, Laksmi dan
Hari Suprapto.2012. Buku Penuntun Praktikum. Fisiologi Hewan Air.Program
Studi S1 Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas
Airlangga. Surabaya.
Comments
Post a Comment