DINAMIKA DAN KESEIMBANGAN TUBUH IKAN,KAJIAN SUHU DINGIN TERHADAP PERUBAHAN FISIOLOGIS IKAN DAN KONDISI LINGKUNGAN ASAM BASA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ikan
adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan
bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka
ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Secara
taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya
masih diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas
Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas
Chondrichthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan
bertulang keras (kelas Osteichthyes). Ikan dalam berbagai bahasa daerah disebut
iwak, jukut.Fisiologi ikan mencakup proses osmoregulasi, sistem sirkulasi,
sistem respirasi, bioenergetik dan metabolisme, pencernaan, organ-organ sensor,
sistem saraf, sistem endokrin dan reproduksi (Fujaya,1999).
Insang dimiliki oleh jenis ikan (pisces).
Insang berbentuk lembaran-lembaran tipis berwarna merah muda dan selalu lembap.
Bagian terluar dare insang berhubungan dengan air, sedangkan bagian dalam
berhubungan erat dengan kapiler-kapiler darah. Tiap lembaran insang terdiri
dare sepasang filamen, dan tiap filamen mengandung banyak lapisan tipis
(lamela). Pada filamen terdapat pembuluh darah yang memiliki banyak kapiler
sehingga memungkinkan OZ berdifusi masuk dan CO2 berdifusi keluar. Insang pada
ikan bertulang sejati ditutupi oleh tutup insang yang disebut operkulum,
sedangkan insang pada ikan bertulang rawan tidak ditutupi oleh operkulum..Insang
tidak saja berfungsi sebagai alat pernapasan tetapi dapat pula berfungsi
sebagai alat ekskresi garam-garam, penyaring makanan, alat pertukaran ion, dan
osmoregulator. Beberapa jenis ikan mempunyai labirin yang merupakan perluasan
ke atas dari insang dan membentuk lipatan-lipatan sehingga merupakan
rongga-rongga tidak teratur. Labirin ini berfungsi menyimpan cadangan 02
sehingga ikan tahan pada kondisi yang kekurangan 02. Contoh ikan yang mempunyai
labirin adalah: ikan gabus dan ikan lele.
1.2
Tujuan
Tujuan dari
praktikum ini adalah untuk mengetahui serta memahami pengaruh suhu pada laju
pernafasan serta dinamika keseimbangan tubuh pada ikan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Pratama (2009), ikan nila mempunyai nilai bentuk tubuh
yang pipih kearah vertical
(kompres) dengan profil empat persegi panjang kearahanteroposterior,
posisi mulut terletak di ujung/termal
Pada sirip ekor tampak jelas garis-garis yang
vertical dan pada sirip punggungnya garis terlihat condong lekuknya. Ciri ikan
nila adalah garis-garis vertikal berwarna hitam pada sirip, ekor, punggung dan
dubur. Pada bagian sirip caudal/ ekor yang berbentuk membulat warna merah dan
biasa digunakan sebagai indikasi kematangan gonad (Pratama,
2009).
Sebelum memijah, ikan nila jantan selalu membuat
sarang berupa lekukan
berbentuk bulat di dasar perairan. Diameter lekukan setara dengan ukuran tubuh ikan nila jantan.Telur
yang telah dibuahi pada masa pemijahan akan dierami di dalam mulut induk
betinasampai menetas. Setelah menetas larva masih akan diasuh oleh induknya
hinggamencapai umur 11 hari dan berukuran 8 mm. Benih yang telah lepas dari
asuhaninduknya akan berenang secara bergerombol diperairan yang
dangkal atau di pinggir kolam (Amri dan Khairuman, 2003).
Sistem pencernaan pada hewan vertebrata
dibangun oleh pembuluh-pembuluh yang sifatnya sangat muskuler, yang dimulai
dari bagian mulut sampai anus. Organ-organnya adalah rongga
mulut à faring à esophagus àlambung à usus
halus à usus besar dan rektum (Pratama, 2009).
Ikan sebelah dindonesia , yang besarnya cukup lumayan, lain lagi
dengan di Eropa ikan sebelah dari laut utara ada yang panjang tubuhnya sampai 2
m. Diluar Indonesia ikan sebelah terdapat juga dijepang, madagaskar dan pantai
timur Afrika. (Effendi, 1972)
Ikan Gabus
termasuk salah satu jenis ikan konsumsi yang cukup digemari oleh masyarakat
yang bernilai ekonomis dan bersifat predator.Ketersediaan ikan ini dialam masih
mencukupi untuk kebutuhan konsumsi masyarakat.Ikan gabus ini termasuk jenis
ikan yang mempunyai laju perkembangan tinggi,oleh sebab itu ikan ini mudah
diperoleh sepanjang tahun.(Ahmad,1984).
Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Suhu
merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan
penyebaran organisme. Selain itu, suhu juga sangat penting bagi organism di
perairan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas maupun perkembangbiakan dari
organisme tersebut. Suhu
optimum dibutuhkan oleh ikan untuk pertumbuhannya, ikan yang berada pada suhu
yang cocok memiliki selera makan yang baik (Ali Rohman, 2013)
Kondisi suhu di luar batas toleransi biasanya
merupakan faktor pembatas dalam distribusi populasi tertentu dan juga merupakan
penentu seleksibagi subgroup di antara mereka. Di atas permukaan bumi suhu
sangat bervariasi, baik secara vertical maupun horizontal. Perubahan vertikal
dari suhu juga mempunyai arti ekologik yang penting. Setiap ketinggian muka
bumi naik 150 meter, suhu menurun 1°C. Berdasarkan asumsi ini gunung di daerah tropik di atas
permukaan laut suhunya 33°C. Dari kondisi ini sebetulnya juga dapat diduga
perubahan suhu itu dikaitkan dengan beragai tipe vegetasi, tetapi ke adaannya
akan lebih rumit karena faktor-faktor lain berpengaruh juga seperti kelembapan,
tekanan udara, insolasi, dan juga intervensi, serta saling pengaruh dengan suhu
altitudinal. Suhu dengan demikian memberikan pengaruh ekologik pada penyebaran
populasi secara latitudinal musiman dan altitudinal. Di samping interaksi
biotik ini terdapat juga sifat fisik yang vital (Soesilo, 1986)
Pada kebanyakan ikan, mata adalah reseptor
penglihatan yang sangatsempurna. Mata ikan memiliki sistem optikal yang mampu
melakukan pengumpulan cahaya dan membentuk suatu fokus bayangan untuk dianalisis olehretina. Lensa mata ikan mengikuti aturan
dasar fisik pembengkokan cahayasampai retina. Untuk ikan laut dalam kemampuan
mengumpulkan cahayatergantung pada besarnya mata, meskipun secara proporsional
mata yang lebih besar dalam habitat ini tidak mengumpulkan cahaya sesuai dengan proporsinya.Sebaliknya, ikan daerah litoral yang hidup
membenamkan diri di dasar berpasirmempunyai mata yang kecil. Hal ini menandakan
bahwa ada kekuatan selektiflain yang disesuaikan dengan besarnya mata (Fujaya,
2004).
BAB III
METODOLOGI KERJA
1.1
Alat dan Bahan
Alat
dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:
Tabel 3.1 Alat
dan Bahan
No
|
Alat
dan Bahan
|
Jumlah
|
1
|
ikan
nila (Oreochromis nilloticus)
|
6
ekor
|
2
|
Ikan
Gabus (Channa striata)
|
2
ekor
|
3
|
Es
batu
|
10
buah
|
4
|
cuka
(Asam asetat)
|
1
botol
|
5
|
Deterjen
|
600
gr
|
6
|
thermometer
|
1
unit
|
7
|
Aquarium
|
3
unit
|
8
|
Gunting
|
1
buah
|
3.2
Cara Kerja
Cara kerja yang
dilakukan pada praktikum kali ini adalah:
3.2.1
Kondisi
Lingkungan Asam dan Basa
Prosedur
pengerjaan yang dilakuan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
-
Ikan
yang akan di jadikan sampel praktikum diaklitimasi terlebih dahulu pada wadah
akuarium yang telah di isi air yang bersih.
-
Selanjutnya
di siapkan tiga akuarium untuk di bagi masing-masing yaitu satu akuarium untuk
pH air asam, satu akuarium untuk perlakuan dan satu akuarium untuk pH normal.
-
Dengan
menggunakan pH meter ukur pH air masing-masing akuarium. Diberi asam cuka
sedikit demi sedikit sampai kadar pH sesuai dengan perlakuan yang diinginkan.
Untuk mengatur pH basa berikan perlakuan penambahan deterjen sedikit demi
sedikit sampai kadar pH basa sesuai dengan yang diinginkan.
-
Perlakuan
lingkungan akuarium yang bersifat pH asam di atur dengan pemberian asam cuka
sampai pH air mencapai pH 6, pH 5 dan pH
4.
-
Pengamatan
dilakukan secara bertahap dengan parameter waktu selama 5, 10, dan 15 menit,
setelah itu catat hasilnya.
-
Perlakuan
lingkungan akuarium yang bersifat pH basa di atur dengan pemberian deterjen
sampai pH air mencapai pH 8, pH 9, pH
10.
-
Pengamatan
dilakukan secara bertahap dengan parameter waktu selama 5, 10, dan 15 menit,
setelah itu catat hasilnya.
3.2.2
Kajian
Suhu Terhadap Fisiologis Ikan
Prosedur pengerjaan yang dilakuan dalam praktikum ini adalah
sebagai berikut:
-
Diaklimitas
3 ekor ikan dari wadah plastic, dimasukan ke dalam salah satu wadah yang telah
diberi air.
-
Di
masukan air ke dalam wadah secukupnya, lalu di ukur suhunya dengan thermometer
dengan dimasukan bongkahan es sesuai dengan suhu perlakuan.
-
Pemantauan
akan dilakukan tiga perlakuan dan satu control, yaitu:
a.
Suhu
kamar (kontrol)
b.
Suhu
diturunkan 3
c.
Suhu
diturunkan 6
d.
Suhu
diturunkan 9
-
Ketiga
ikan yang diamati dimasukan ke dalam wadah toples yang sudah di beri
perlakuan(perlakuan 3.a/kontrol) selanjutnya hitung aktifitas membuka dan
menutup operculum ikan tersebut selama satu menit dengan menggunakan stopwatch
sebagai petunjuk waktu lalu diulang sebanyak tiga kali untuk masing-masing
ikan. Data yang diperoleh dicata pada kertas lembar kerja yang telah tersedia.
-
Setelah
itu dilanjutkan dengan perlakuan berikutnya sampai ketiga tersebut teramati.
Ikan yang telah diamati diletakan ke dalam wadah plastik lain.
-
Dilanjutkan
dengan perlakuan 3.b dengan mengatur suhu air pada wadah diturunkan Suhu
diturunkan 3 dengan suhu yang diinginkan menggunakan es
batu. Perlakuan dan pengamatan sama sepereti pada prosedur nomor 5.
-
Perlakuan
3.c dan 3.b (suhu Suhu diturunkan
6 dan suhu 6),
dilakukan dengan mengatur suhu air pada wadah yaitu suhu yang diinginkan dengan
menggunakan es batu. Perlakuan dan pengamatan sama seperti prosedur no 4 dan no
5.
-
Data
hasil pengamatan dimasukan ke dalam table yang telah disediakan.
3.2.3
Dinamika
dan Kesembangan Tubuh Ikan
Prosedur
pengerjaan yang dilakuan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
-
Pertama-tama
di siapkan wadah dan di isi dengan air dan di siapkan ikan sebagai bahan
praktek.
-
Percobaan
pertama diletakan ikan normal ke dalam wadah dan di amati gerakannya dan di
catat hasil pengamatannya.
-
Percobaan
kedua di masukan ikan kedalam wadah dengan memotong sirip dorsalnya, kemudian
di amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.
-
Percobaan
ketiga di masukan ikan kedalam wadah dengan memotong sirip pectoralnya,
kemudian di amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.
-
Percobaan
keempat di masukan ikan kedalam wadah dengan memotong sirip ventralnya,
kemudian di amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.
-
Percobaan
kelima di masukan ikan kedalam wadah dengan memotong sirip analnya, kemudian di
amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.
-
Percobaan
keenam di masukan ikan kedalam wadah dengan memotong sirip caudalnya, kemudian
di amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.
-
Percobaan
ketujuh di masukan ikan kedalam wadah dengan memotong seluruh siripnya,
kemudian di amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.
-
Percobaan
kedelapan di masukan ikan kedalam wadah dengan di cabutin seluruh sisiknya,
kemudian di amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.
-
Percobaan
ke sembilan di masukan ikan kedalam wadah dengan merusak sisik linea
lateralisnya, kemudian di amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Pengamatan
Hasil pengamatan dari
praktikum kali ini adalah:
4.1.1
Kondisi
Lingkungan Asam dan Basa
Table 4.1.1 Kondisi Lingkungan Asam
dan Basa
Jenis ikan
|
Waktu
|
Gerakan operculum pH asam
|
Gerakan operculum pH basa
|
||||
pH 6
|
pH 5
|
pH 4
|
pH 8
|
pH 9
|
pH 10
|
||
Ikan Nila
|
5
|
123
|
104
|
103
|
43
|
28
|
35
|
20
|
103
|
100
|
121
|
55
|
25
|
36
|
|
15
|
85
|
107
|
116
|
52
|
21
|
30
|
|
Ikan Gabus
|
5
|
2
|
3
|
3
|
2
|
0
|
0
|
10
|
2
|
1
|
3
|
0
|
1
|
0
|
|
15
|
3
|
4
|
3
|
1
|
0
|
0
|
4.1.2
Pembahasan
Praktikum
minggu ini, menghasilkan perbedaan antara ph untuk ikan gabus dan nila,
perbedaan dari segi ketahanan kedua ikan dilihat dari bagaimana ikan dapat
bertahan dari zona toleran, ikan
lele mati pada zona tersebut, dibanding ikan nila. Ikan nila tepar pada ph basa 9,0 dibanding gabus yang
masih bisa toleransi pada ph10.0. zona
optimal, ikan dalam keadaan baik-baik saja (normal),6-7 . zona toleran, dapat mentoleransi keadaan yang
cukup ekstrim, 7.0 -7.20 (basa) , 5.0 –
3.0 (asam). zona
letal, ikan tidak mampu bertahan dalam kondisi ekstrim yang ± 7.30-9.0 (basa),
3-1 (asam).
Larutan asam
dan basa yang mengandung zat zat kimia, menimbulkan kedua ikan tersebut
mangalamai kematian dalam ± 30 menit. Larutan tersebut dapat menimbulkan
perubahan morfologi ikan pada ph 9.0 tertinggi, dan ph 3.0 terendah diluar zona toleransi ada zona
resisten dimana organisme aquatik hanya bertahan pada waktu tertentu. Setelah
itu akan mengalami perubahan morfologis sehingga akan menimbulkan
kematian.Seperti pada praktikum minggu ini, dijelaskan bahwa ikan mengalai
perubahan pada zona resisten, ketika adaptasi tidak berjalan secara fisiologis,
maka faktor lethal dekat dengan ambang bawah atau sebaliknya dari zona
toleransi maka hanya akan mengalami gangguan pada sistem organ, namun ketika
lethal pada kondisi ektrim ikan akan mengalam,istress,colaps,
Akibat yang ditimbulkan dari zona resisten seperti gangguan enzim, perubahan morfologi dan susunan kimiawi sel, gangguan pada jaringan khusus seperti homeostatis yang kompleks. Selain itu gangguan dari lingkungan perairan yang ekstrim, osmotik, racun, infeksi, atau stimulasi sosial akan menimbulkan stress. Responnya akan seperti penurunan volume darah, jumlah leukosit, glikogen hati, peningkaan glukosa darah, dan menipisnya lapisan lambung,mocosa.
Sehingga dapat dipastikan dalam kondisi ph yang tinggi tersebut ikan akan mengalami kematian, sehingga ikan hanya mampu beradaptasi dalam zona normal saja , jikalau ikan mampu bertahan dalam zona letal, kemungkinan ikan sudah beradaptasi lebih lama dan bertahap, atau ikan memiliki kekebalan tubuh dibanding ikan lele dan ikan nila dalam percobaan tersebut.
Akibat yang ditimbulkan dari zona resisten seperti gangguan enzim, perubahan morfologi dan susunan kimiawi sel, gangguan pada jaringan khusus seperti homeostatis yang kompleks. Selain itu gangguan dari lingkungan perairan yang ekstrim, osmotik, racun, infeksi, atau stimulasi sosial akan menimbulkan stress. Responnya akan seperti penurunan volume darah, jumlah leukosit, glikogen hati, peningkaan glukosa darah, dan menipisnya lapisan lambung,mocosa.
Sehingga dapat dipastikan dalam kondisi ph yang tinggi tersebut ikan akan mengalami kematian, sehingga ikan hanya mampu beradaptasi dalam zona normal saja , jikalau ikan mampu bertahan dalam zona letal, kemungkinan ikan sudah beradaptasi lebih lama dan bertahap, atau ikan memiliki kekebalan tubuh dibanding ikan lele dan ikan nila dalam percobaan tersebut.
4.1.3
Kajian Suhu
Terhadap Fisiologi Ikan
Table 4.1.3 Kajian Suhu Terhadap
Fisiologi Ikan
Suhu
|
Ikan
|
Ulangan
|
Rata-Rata
|
Tingkah laku
|
Kondisi Fisik
|
||
I
|
II
|
III
|
|||||
29
|
1
|
121
|
123
|
126
|
123
|
Normal
|
Stabil
|
2
|
117
|
121
|
130
|
123
|
|||
3
|
140
|
160
|
158
|
153
|
|||
Suhu
|
Ikan
|
Ulangan
|
Rata-Rata
|
Tingkah laku
|
Kondisi Fisik
|
||
I
|
II
|
III
|
|||||
26
|
1
|
140
|
117
|
108
|
122
|
Normal
|
Stabil
|
2
|
131
|
134
|
147
|
137
|
|||
3
|
141
|
134
|
122
|
132
|
|||
Suhu
|
Ikan
|
Ulangan
|
Rata-Rata
|
Tingkah laku
|
Kondisi Fisik
|
||
I
|
II
|
III
|
|||||
23
|
1
|
136
|
121
|
107
|
121
|
Normal
|
Stabil
|
2
|
131
|
194
|
115
|
147
|
|||
3
|
120
|
134
|
120
|
125
|
|||
Suhu
|
Ikan
|
Ulangan
|
Rata-Rata
|
Tingkah laku
|
Kondisi Fisik
|
||
I
|
II
|
III
|
|||||
20
|
1
|
110
|
103
|
96
|
103
|
Normal
|
Stabil
|
2
|
107
|
106
|
102
|
105
|
|||
3
|
98
|
103
|
103
|
101
|
4.1.4
Pembahasan
Pada praktikum Pengaruh Lingkungan terhadap Ikan telah menunjukkan
bahwa kenaikan maupun penurunan suhu air tidak mempengaruhi gerakan operkulum
ikan dengan nyata. Pada uji coba yang kami lakukan terbukti bahwa perubahan
suhu air memberikan respon yang tidak berarti bagi ikan.
Suhu kontrol awal yakni
29oC, didapat jumlah kali gerakan operkulum pada ulangan 1 sebanyak 121 dan
ulangan 2 sebanyak 123 kali,dan ulangan 3 sebanyak 126 kali. Setelah suhu di
turunkan sebesar 3oC menjadi 26oC, terjadi peningktan jumlah gerakan operkulum
pada operkulum ulangan 1 sebesar 140 kali, dan pada ulangan 2 sebesar 117 kali
dan 3 sebanyak 108 kali. jika diamati maka, kedua jenis ikan mempunyai
perubahan kenaikan jumlah gerakan operkulum yang berbeda. Artinya,
masing-masing jenis ikan mempunyai kisaran toleransi yang berbeda. Ikan nila
secara normal dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 24oC -30oC. Perubahan
suhu air sebesar 1oC dapat dirasakan oleh Ikan (Campbell. 2002; 294). Perubahan
suhu air sebesar 5oC, membuat respon fisiologis dan tingkah laku Ikan nila
dapat diamati dengan jelas.
Kecepatan renang Ikan pada suhu air 29 oC berbeda pada saat suhu air berada
pada 26 oC dan 23oC. Pada suhu 29 oC ikan berenang lebih cepat daripada pada
suhu sebelumnya. Perubahan kecepatan renang tersebut tidak selalu berbanding
lurus dengan perubahan gerakan operkulum, karena peningkatan kecepatan renang
tidak menyebabkan peningkatan gerakan operkulum.
Pada perlakuan penurunan
suhu air dari suhu normal sebesar -3oC (19oC) terjadi peningkatan gerakan
operkulum Ikan. Hal tersebut ditunjukkan pada jumlah gerakan operkulum ikan
.Tidak dapat dibuat kesimpulan pada perlakuan ini, karena seharusnya penurunan
suhu justru mempengaruhi penurunan gerakan operkulum ikan, sehingga
faktor-faktor lain perlu dikaji. Kami beranggapan bahwa perubahan suhu air dari
29oC menjadi 23oC menyebabkan respon tiba-tiba Ikan nila dan gabus yang
ditunjukkan dengan peningkatan gerakan operkulum.
Perubahan suhu yang besar dan
mendadak jelas dengan nyata mempengaruhi adaptasi Ikan, Ikan yang diaklimasikan
ke suhu yang dingin akan berenang lebih cepat (Campbell. 2002; 294). Pada
perlakuan ini ada korelasi bahwa semakin rendah suhu maka semakin cepat gerakan
renang Ikan dan semakin cepat pula gerakan operkulum sebagai respon suhu
rendah, dimana korelasi ini tidak kami temui pada perlakuan pada suhu
dingin.
4.1.5
Dinamika dan
Keseimbangan Tubuh Ikan
Tabel 4.1.5 Dinamika dan
Keseimbangan Tubuh Ikan
Pemotongan Sirip
|
Ciri-Ciri/Tingkah Laku Ikan
|
Normal
|
Bergerak aktif, berenang normal, respon terhadap rangsangan
|
Dorsal
|
Bergerak mundur, kurangnya keseimbangan
|
Pectoral
|
Ekor membengkok, kurangnya keseimbangan, agresif.
|
Ventral
|
Kurangnya keseimbangan, pergerakan lambat
|
Anal
|
Berenang miring, pergerakan lambat
|
Caudal
|
Berenang tidak stabil, stress
|
Semua Sirip
|
Berenang tidak stabil, stress, bergerakan lambat, berenang
miring
|
Sisik
|
Pergerakan lambat, panik, mulai membalikan badan
|
Linea Lateralis
Dirusak
|
Berenang tidak stabil, stress, bergerakan lambat, berenang
miring, panik
|
4.1.6
Pembahasan
Pada pengamatan keseimbangan tubuh ikan kami
menemukan bahwa pada ikan normal yang tidak di rusak alat
keseimbangannya maka akan memiliki keseimbangan tubuh yang baik, sedangkan pada
ikan yang telah di rusak alat keseimbangannya akan
mengalami gangguan dalam pergerakannya. Hal ini jelas terlihat pada
saat di lakukan pemotongan dan pengrusakan pada organ keseimbangannya.
Ikan yang telah di potong sirip dorsalnya nampak mengalami gangguan
keseimbangan terutama pada saat ikan akan berbelok. Perubahan gaya berenang
ikan sangat nampak, tubuhnya mulai miring kekanan dan kekiri karena
keseimbanggannya tidak stabil. hal ini di perkuat dengan adanya pernyataan yang
mengatakan bahwa fungsi pengaturan arah sirip dorsal begitu besar, bahkan lebih
dominan dibandingkan dengan sirip anal. Fungsi utama sirip ini yaitu untuk
mengatur pergerakan ikan ke arah kiri dan kanan ketika bergerak maju.
Saat sirip pectoral pada ikan di potong, ikan masih dapat berenang
akan tetapi ikan cenderung berenang lurus, hal ini di sebabkan karena sirip
pectoral merupakan salah satu sirip yang di gunakan ikan untuk berenag maju,
kesamping dan diam. Hal ini di perkuat dengan adanya pernyataan yang
mengatakan bahwa sirip ikan di pergunakan ikan ketika ikan bergerak
kesamping, maju kearah depan secara pelan atau lambat.
Pada saat sisik ikan di rusak, ikan tersebut menjadi sangat liar
akan tetapi ikan sering menabrak dinding akuarium. Hal ini di sebabkan karena
ketika sisik ikan di rusak, linea literalisnya juga ikut rusak. Ikan yang
dirusak sisiknya ini tidak dapat bertahan lama jika di budidayakan, karena ikan
yang di rusak sisiknya akan mudah terserang penyakit. Hal ini sesuai dengan
pernyataan yang mengatakan bahwa adaptasi pada bagian sisik ikan memainkan
peran penting. Ikan air tawar yang kehilangan banyak sisik akan mendapatkan
kelebihan air yang berdifusi kedalam kulit, dan dapat menyebabkan kematian.
Pergerakan ikan berubah menjadi sangat agresif ketika linea
literalis pada ikan di rusak, ikan menjadi sering muncul di permukaan akuarium
dan terkadang menabraki dinding akuarium, hal ini menunjukkan bahwa linea
literalis sangat berpengaruh pada keseimbangan tubuh ikan, karena linea
literalis merupakan organ sensori ikan yang dapat mendeteksi
perubahan gelombang. Selain itu, linea lateralis juga
berfungsi sebagai alat untuk mengidentifikasi lingkungan
sekitamya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irianto (2003),
perubahan lingkungan dapat diketahui oleh tubuhikan, karena
tubuh ikan dilengkapi dengan alat penerima rangsang, baik fisik
maupun kimia.
BAB V
KESIMPULAN
Ø Larutan asam
dan basa yang mengandung zat zat kimia, menimbulkan kedua ikan tersebut
mangalamai kematian dalam ± 30 menit. Larutan tersebut dapat menimbulkan
perubahan morfologi ikan pada ph 9.0 tertinggi.
Ø Pada praktikum Pengaruh Lingkungan terhadap Ikan telah menunjukkan
bahwa kenaikan maupun penurunan suhu air tidak mempengaruhi gerakan operkulum
ikan dengan nyata.
Ø Pada pengamatan keseimbangan tubuh ikan kami
menemukan bahwa pada ikan normal yang tidak di rusak alat
keseimbangannya maka akan memiliki keseimbangan tubuh yang baik, sedangkan pada
ikan yang telah di rusak alat keseimbangannya akan
mengalami gangguan dalam pergerakannya. Hal ini jelas terlihat pada
saat di lakukan pemotongan dan pengrusakan pada organ keseimbangannya.
Ø Pada saat pemotongan alat gerak, ikan banyak mengalami
kekurangan,yang paling utama yaitu kurang nya kestabilan dalam melakukan
aktivitas atau berenang.
Ø Ikan gabus bertahan lebih lama dibandingkan dengan ikan nila,hal
itu di sebabkan ikan gabus mempunyai alat pernapasan tambahan berupa
diferticula.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad 1984.Ikan
Nila Budidaya Dan Prospek Agribisnis .Penerbit Kanisius.Yogyakarta.89
hal.
Ali Rohman, 2013. Pengaruh Suhu
salinitas arus. http://alirohman.
Blogspot.com/2013/03/bqb-i-pengaruh suhu-salinitas-arus (11 Juni 2013).
Effendy, M.,
1972. Fish Biology. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, 86 Halaman. -
See more at: http://4shareilmu.blogspot.co.id/2011/10/sistem-reproduksi-ikan-gabus-channa.html#sthash.Fbrmb6py.dpuf
Pratama. 2009. Morfologi Ikan
Nila. Airlangga. Jakarta
Santoso, Budi. 1996. Budidaya
Ikan Nila. Kasinius: Yogyakarta
Comments
Post a Comment