DINAMIKA DAN KESEIMBANGAN TUBUH IKAN,KAJIAN SUHU DINGIN TERHADAP PERUBAHAN FISIOLOGIS IKAN DAN KONDISI LINGKUNGAN ASAM BASA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1                   Latar Belakang
 Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes). Ikan dalam berbagai bahasa daerah disebut iwak, jukut.Fisiologi ikan mencakup proses osmoregulasi, sistem sirkulasi, sistem respirasi, bioenergetik dan metabolisme, pencernaan, organ-organ sensor, sistem saraf, sistem endokrin dan reproduksi (Fujaya,1999).
 Insang dimiliki oleh jenis ikan (pisces). Insang berbentuk lembaran-lembaran tipis berwarna merah muda dan selalu lembap. Bagian terluar dare insang berhubungan dengan air, sedangkan bagian dalam berhubungan erat dengan kapiler-kapiler darah. Tiap lembaran insang terdiri dare sepasang filamen, dan tiap filamen mengandung banyak lapisan tipis (lamela). Pada filamen terdapat pembuluh darah yang memiliki banyak kapiler sehingga memungkinkan OZ berdifusi masuk dan CO2 berdifusi keluar. Insang pada ikan bertulang sejati ditutupi oleh tutup insang yang disebut operkulum, sedangkan insang pada ikan bertulang rawan tidak ditutupi oleh operkulum..Insang tidak saja berfungsi sebagai alat pernapasan tetapi dapat pula berfungsi sebagai alat ekskresi garam-garam, penyaring makanan, alat pertukaran ion, dan osmoregulator. Beberapa jenis ikan mempunyai labirin yang merupakan perluasan ke atas dari insang dan membentuk lipatan-lipatan sehingga merupakan rongga-rongga tidak teratur. Labirin ini berfungsi menyimpan cadangan 02 sehingga ikan tahan pada kondisi yang kekurangan 02. Contoh ikan yang mempunyai labirin adalah: ikan gabus dan ikan lele.

1.2  Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui serta memahami pengaruh suhu pada laju pernafasan serta dinamika keseimbangan tubuh pada ikan.





BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Menurut Pratama (2009), ikan nila mempunyai nilai bentuk tubuh yang  pipih  kearah  vertical  (kompres) dengan profil empat  persegi panjang kearahanteroposterior, posisi mulut terletak di ujung/termal
Pada sirip ekor tampak jelas garis-garis yang vertical dan pada sirip punggungnya garis terlihat condong lekuknya. Ciri ikan nila adalah garis-garis vertikal berwarna hitam pada sirip, ekor, punggung dan dubur. Pada bagian sirip caudal/ ekor yang berbentuk membulat warna merah dan biasa digunakan  sebagai indikasi kematangan gonad (Pratama, 2009).
Sebelum memijah, ikan nila jantan selalu membuat sarang berupa lekukan berbentuk  bulat di dasar perairan. Diameter lekukan setara dengan ukuran tubuh ikan nila jantan.Telur yang telah dibuahi pada masa pemijahan akan dierami di dalam mulut induk betinasampai menetas. Setelah menetas larva masih akan diasuh oleh induknya hinggamencapai umur 11 hari dan berukuran 8 mm. Benih yang telah lepas dari asuhaninduknya akan berenang secara bergerombol diperairan yang dangkal atau di pinggir kolam (Amri dan Khairuman, 2003).
Sistem pencernaan pada hewan vertebrata dibangun oleh pembuluh-pembuluh yang sifatnya sangat muskuler, yang dimulai dari bagian mulut sampai anus. Organ-organnya adalah rongga mulut à faring à esophagus àlambung à usus halus à usus besar dan rektum (Pratama, 2009).
Ikan sebelah dindonesia , yang besarnya cukup lumayan, lain lagi dengan di Eropa ikan sebelah dari laut utara ada yang panjang tubuhnya sampai 2 m. Diluar Indonesia ikan sebelah terdapat juga dijepang, madagaskar dan pantai timur Afrika. (Effendi, 1972)
Ikan Gabus termasuk salah satu jenis ikan konsumsi yang cukup digemari oleh masyarakat yang bernilai ekonomis dan bersifat predator.Ketersediaan ikan ini dialam masih mencukupi untuk kebutuhan konsumsi masyarakat.Ikan gabus ini termasuk jenis ikan yang mempunyai laju perkembangan tinggi,oleh sebab itu ikan ini mudah diperoleh sepanjang tahun.(Ahmad,1984).
Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Selain itu, suhu juga sangat penting bagi organism di perairan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas maupun perkembangbiakan dari organisme tersebut.  Suhu optimum dibutuhkan oleh ikan untuk pertumbuhannya, ikan yang berada pada suhu yang cocok memiliki selera makan yang baik (Ali Rohman, 2013)
Kondisi suhu di luar batas toleransi biasanya merupakan faktor pembatas dalam distribusi populasi tertentu dan juga merupakan penentu seleksibagi subgroup di antara mereka. Di atas permukaan bumi suhu sangat bervariasi, baik secara vertical maupun horizontal. Perubahan vertikal dari suhu juga mempunyai arti ekologik yang penting. Setiap ketinggian muka bumi naik 150 meter, suhu menurun 1°C. Berdasarkan asumsi  ini gunung di daerah tropik di atas permukaan laut suhunya 33°C. Dari kondisi ini sebetulnya juga dapat diduga perubahan suhu itu dikaitkan dengan beragai tipe vegetasi, tetapi ke adaannya akan lebih rumit karena faktor-faktor lain berpengaruh juga seperti kelembapan, tekanan udara, insolasi, dan juga intervensi, serta saling pengaruh dengan suhu altitudinal. Suhu dengan demikian memberikan pengaruh ekologik pada penyebaran populasi secara latitudinal musiman dan altitudinal. Di samping interaksi biotik ini terdapat juga sifat fisik yang vital (Soesilo, 1986)
Pada kebanyakan ikan, mata adalah reseptor penglihatan yang sangatsempurna. Mata ikan memiliki sistem optikal yang mampu melakukan pengumpulan cahaya dan membentuk suatu fokus bayangan untuk dianalisis olehretina. Lensa mata ikan mengikuti aturan dasar fisik pembengkokan cahayasampai retina. Untuk ikan laut dalam kemampuan mengumpulkan cahayatergantung pada besarnya mata, meskipun secara proporsional mata yang  lebih  besar  dalam  habitat  ini tidak  mengumpulkan  cahaya sesuai dengan proporsinya.Sebaliknya, ikan daerah litoral yang hidup membenamkan diri di dasar berpasirmempunyai mata yang kecil. Hal ini menandakan bahwa ada kekuatan selektiflain yang disesuaikan dengan besarnya mata (Fujaya, 2004).















BAB III
METODOLOGI KERJA
1.1        Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:
Tabel 3.1 Alat dan Bahan
No
Alat dan Bahan
Jumlah
1
ikan nila (Oreochromis nilloticus)
6 ekor
2
Ikan Gabus (Channa striata)
2 ekor
3
Es batu
10 buah
4
cuka (Asam asetat)
1 botol
5
Deterjen
600 gr
6
thermometer
1 unit
7
Aquarium
3 unit
8
Gunting
1 buah

3.2        Cara Kerja
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah:
3.2.1        Kondisi Lingkungan Asam dan Basa
Prosedur pengerjaan yang dilakuan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
-          Ikan yang akan di jadikan sampel praktikum diaklitimasi terlebih dahulu pada wadah akuarium yang telah di isi air yang bersih.
-          Selanjutnya di siapkan tiga akuarium untuk di bagi masing-masing yaitu satu akuarium untuk pH air asam, satu akuarium untuk perlakuan dan satu akuarium untuk pH normal.
-          Dengan menggunakan pH meter ukur pH air masing-masing akuarium. Diberi asam cuka sedikit demi sedikit sampai kadar pH sesuai dengan perlakuan yang diinginkan. Untuk mengatur pH basa berikan perlakuan penambahan deterjen sedikit demi sedikit sampai kadar pH basa sesuai dengan yang diinginkan.
-          Perlakuan lingkungan akuarium yang bersifat pH asam di atur dengan pemberian asam cuka sampai pH air  mencapai pH 6, pH 5 dan pH 4.
-          Pengamatan dilakukan secara bertahap dengan parameter waktu selama 5, 10, dan 15 menit, setelah itu catat hasilnya.
-          Perlakuan lingkungan akuarium yang bersifat pH basa di atur dengan pemberian deterjen sampai pH air  mencapai pH 8, pH 9, pH 10.
-          Pengamatan dilakukan secara bertahap dengan parameter waktu selama 5, 10, dan 15 menit, setelah itu catat hasilnya.

3.2.2        Kajian Suhu Terhadap Fisiologis Ikan
Prosedur pengerjaan yang dilakuan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
-          Diaklimitas 3 ekor ikan dari wadah plastic, dimasukan ke dalam salah satu wadah yang telah diberi air.
-          Di masukan air ke dalam wadah secukupnya, lalu di ukur suhunya dengan thermometer dengan dimasukan bongkahan es sesuai dengan suhu perlakuan.
-          Pemantauan akan dilakukan tiga perlakuan dan satu control, yaitu:
a.       Suhu kamar (kontrol)
b.      Suhu diturunkan 3
c.       Suhu diturunkan 6
d.      Suhu diturunkan 9
-          Ketiga ikan yang diamati dimasukan ke dalam wadah toples yang sudah di beri perlakuan(perlakuan 3.a/kontrol) selanjutnya hitung aktifitas membuka dan menutup operculum ikan tersebut selama satu menit dengan menggunakan stopwatch sebagai petunjuk waktu lalu diulang sebanyak tiga kali untuk masing-masing ikan. Data yang diperoleh dicata pada kertas lembar kerja yang telah tersedia.
-          Setelah itu dilanjutkan dengan perlakuan berikutnya sampai ketiga tersebut teramati. Ikan yang telah diamati diletakan ke dalam wadah plastik lain.
-          Dilanjutkan dengan perlakuan 3.b dengan mengatur suhu air pada wadah diturunkan Suhu diturunkan 3 dengan suhu yang diinginkan menggunakan es batu. Perlakuan dan pengamatan sama sepereti pada prosedur nomor 5.
-          Perlakuan 3.c dan 3.b (suhu Suhu diturunkan 6 dan suhu 6), dilakukan dengan mengatur suhu air pada wadah yaitu suhu yang diinginkan dengan menggunakan es batu. Perlakuan dan pengamatan sama seperti prosedur no 4 dan no 5.
-          Data hasil pengamatan dimasukan ke dalam table yang telah disediakan.
3.2.3        Dinamika dan Kesembangan Tubuh Ikan
Prosedur pengerjaan yang dilakuan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
-          Pertama-tama di siapkan wadah dan di isi dengan air dan di siapkan ikan sebagai bahan praktek.
-          Percobaan pertama diletakan ikan normal ke dalam wadah dan di amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.
-          Percobaan kedua di masukan ikan kedalam wadah dengan memotong sirip dorsalnya, kemudian di amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.
-          Percobaan ketiga di masukan ikan kedalam wadah dengan memotong sirip pectoralnya, kemudian di amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.
-          Percobaan keempat di masukan ikan kedalam wadah dengan memotong sirip ventralnya, kemudian di amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.
-          Percobaan kelima di masukan ikan kedalam wadah dengan memotong sirip analnya, kemudian di amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.
-          Percobaan keenam di masukan ikan kedalam wadah dengan memotong sirip caudalnya, kemudian di amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.
-          Percobaan ketujuh di masukan ikan kedalam wadah dengan memotong seluruh siripnya, kemudian di amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.
-          Percobaan kedelapan di masukan ikan kedalam wadah dengan di cabutin seluruh sisiknya, kemudian di amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.
-          Percobaan ke sembilan di masukan ikan kedalam wadah dengan merusak sisik linea lateralisnya, kemudian di amati gerakannya dan di catat hasil pengamatannya.



















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1        Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan dari praktikum kali ini adalah:
4.1.1        Kondisi Lingkungan Asam dan Basa
Table 4.1.1 Kondisi Lingkungan Asam dan Basa
Jenis ikan
Waktu
Gerakan operculum pH asam
Gerakan operculum pH basa
pH 6
pH 5
pH 4
pH 8
pH 9
pH 10
Ikan Nila
5
123
104
103
43
28
35
20
103
100
121
55
25
36
15
85
107
116
52
21
30
Ikan Gabus
5
2
3
3
2
0
0
10
2
1
3
0
1
0
15
3
4
3
1
0
0

4.1.2        Pembahasan
Praktikum minggu ini, menghasilkan perbedaan antara ph untuk ikan gabus dan nila, perbedaan dari segi ketahanan kedua ikan dilihat dari bagaimana ikan dapat bertahan dari zona toleran,  ikan lele mati pada zona tersebut, dibanding ikan nila. Ikan nila tepar pada  ph basa 9,0 dibanding gabus yang masih bisa toleransi pada ph10.0.  zona optimal, ikan dalam keadaan baik-baik saja (normal),6-7 .  zona toleran, dapat mentoleransi keadaan yang cukup ekstrim, 7.0 -7.20 (basa) , 5.0 – 3.0  (asam). zona letal, ikan tidak mampu bertahan dalam kondisi ekstrim yang ± 7.30-9.0 (basa), 3-1 (asam).
Larutan asam dan basa yang mengandung zat zat kimia, menimbulkan kedua ikan tersebut mangalamai kematian dalam ± 30 menit. Larutan tersebut dapat menimbulkan perubahan morfologi ikan pada ph 9.0 tertinggi, dan ph 3.0 terendah  diluar zona toleransi ada zona resisten dimana organisme aquatik hanya bertahan pada waktu tertentu. Setelah itu akan mengalami perubahan morfologis sehingga akan menimbulkan kematian.Seperti pada praktikum minggu ini, dijelaskan bahwa ikan mengalai perubahan pada zona resisten, ketika adaptasi tidak berjalan secara fisiologis, maka faktor lethal dekat dengan ambang bawah atau sebaliknya dari zona toleransi maka hanya akan mengalami gangguan pada sistem organ, namun ketika lethal pada kondisi ektrim ikan akan mengalam,istress,colaps,
    Akibat yang ditimbulkan dari zona resisten seperti gangguan enzim, perubahan morfologi dan susunan kimiawi sel, gangguan pada jaringan khusus seperti homeostatis yang kompleks. Selain itu gangguan dari lingkungan perairan yang ekstrim, osmotik, racun, infeksi, atau stimulasi sosial akan menimbulkan stress. Responnya akan seperti penurunan volume darah, jumlah leukosit, glikogen hati, peningkaan glukosa darah, dan menipisnya lapisan lambung,mocosa.
     Sehingga dapat dipastikan dalam kondisi  ph yang tinggi tersebut ikan akan mengalami kematian, sehingga ikan hanya mampu beradaptasi dalam zona normal saja , jikalau ikan mampu bertahan dalam zona letal, kemungkinan ikan sudah beradaptasi lebih lama dan bertahap, atau ikan memiliki kekebalan tubuh dibanding ikan lele dan ikan nila dalam percobaan tersebut.

4.1.3        Kajian Suhu Terhadap Fisiologi Ikan
Table 4.1.3 Kajian Suhu Terhadap Fisiologi Ikan
Suhu
Ikan
Ulangan
Rata-Rata
Tingkah laku
Kondisi Fisik
I
II
III
 29
1
121
123
126
123
Normal
Stabil
2
117
121
130
123
3
140
160
158
153
Suhu
Ikan
Ulangan
Rata-Rata
Tingkah laku
Kondisi Fisik
I
II
III
 26 
1
140
117
108
122
Normal
Stabil
2
131
134
147
137
3
141
134
122
132
Suhu
Ikan
Ulangan
Rata-Rata
Tingkah laku
Kondisi Fisik
I
II
III
 23 
1
136
121
107
121
Normal
Stabil
2
131
194
115
147
3
120
134
120
125
Suhu
Ikan
Ulangan
Rata-Rata
Tingkah laku
Kondisi Fisik
I
II
III
  20
1
110
103
96
103
Normal
Stabil
2
107
106
102
105
3
98
103
103
101

4.1.4        Pembahasan
Pada praktikum Pengaruh Lingkungan terhadap Ikan telah menunjukkan bahwa kenaikan maupun penurunan suhu air tidak mempengaruhi gerakan operkulum ikan dengan nyata. Pada uji coba yang kami lakukan terbukti bahwa perubahan suhu air memberikan respon yang tidak berarti bagi ikan.
        Suhu kontrol awal yakni 29oC, didapat jumlah kali gerakan operkulum pada ulangan 1 sebanyak 121 dan ulangan 2 sebanyak 123 kali,dan ulangan 3 sebanyak 126 kali. Setelah suhu di turunkan sebesar 3oC menjadi 26oC, terjadi peningktan jumlah gerakan operkulum pada operkulum ulangan 1 sebesar 140 kali, dan pada ulangan 2 sebesar 117 kali dan 3 sebanyak 108 kali. jika diamati maka, kedua jenis ikan mempunyai perubahan kenaikan jumlah gerakan operkulum yang berbeda. Artinya, masing-masing jenis ikan mempunyai kisaran toleransi yang berbeda. Ikan nila secara normal dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 24oC -30oC. Perubahan suhu air sebesar 1oC dapat dirasakan oleh Ikan (Campbell. 2002; 294). Perubahan suhu air sebesar 5oC, membuat respon fisiologis dan tingkah laku Ikan nila dapat diamati dengan jelas. 
        Kecepatan renang Ikan pada suhu air 29 oC berbeda pada saat suhu air berada pada 26 oC dan 23oC. Pada suhu 29 oC ikan berenang lebih cepat daripada pada suhu sebelumnya. Perubahan kecepatan renang tersebut tidak selalu berbanding lurus dengan perubahan gerakan operkulum, karena peningkatan kecepatan renang tidak menyebabkan peningkatan gerakan operkulum. 
        Pada perlakuan penurunan suhu air dari suhu normal sebesar -3oC (19oC) terjadi peningkatan gerakan operkulum Ikan. Hal tersebut ditunjukkan pada jumlah gerakan operkulum ikan .Tidak dapat dibuat kesimpulan pada perlakuan ini, karena seharusnya penurunan suhu justru mempengaruhi penurunan gerakan operkulum ikan, sehingga faktor-faktor lain perlu dikaji. Kami beranggapan bahwa perubahan suhu air dari 29oC menjadi 23oC menyebabkan respon tiba-tiba Ikan nila dan gabus yang ditunjukkan dengan peningkatan gerakan operkulum.
       Perubahan suhu yang besar dan mendadak jelas dengan nyata mempengaruhi adaptasi Ikan, Ikan yang diaklimasikan ke suhu yang dingin akan berenang lebih cepat (Campbell. 2002; 294). Pada perlakuan ini ada korelasi bahwa semakin rendah suhu maka semakin cepat gerakan renang Ikan dan semakin cepat pula gerakan operkulum sebagai respon suhu rendah, dimana korelasi ini tidak kami temui pada perlakuan pada suhu dingin. 


4.1.5        Dinamika dan Keseimbangan Tubuh Ikan
Tabel 4.1.5 Dinamika dan Keseimbangan Tubuh Ikan
Pemotongan Sirip
Ciri-Ciri/Tingkah Laku Ikan
Normal
Bergerak aktif, berenang normal, respon terhadap rangsangan
Dorsal
Bergerak mundur, kurangnya keseimbangan
Pectoral
Ekor membengkok, kurangnya keseimbangan, agresif.
Ventral
Kurangnya keseimbangan, pergerakan lambat
Anal
Berenang miring, pergerakan lambat
Caudal
Berenang tidak stabil, stress
Semua Sirip
Berenang tidak stabil, stress, bergerakan lambat, berenang miring
Sisik
Pergerakan lambat, panik, mulai membalikan badan
Linea Lateralis Dirusak
Berenang tidak stabil, stress, bergerakan lambat, berenang miring, panik

4.1.6        Pembahasan
Pada pengamatan keseimbangan tubuh ikan kami menemukan bahwa pada ikan normal yang tidak di rusak alat keseimbangannya maka akan memiliki keseimbangan tubuh yang baik, sedangkan pada ikan yang telah di rusak  alat keseimbangannya akan mengalami gangguan dalam pergerakannya.  Hal ini jelas terlihat pada saat di lakukan pemotongan dan pengrusakan pada organ keseimbangannya.
Ikan yang telah di potong sirip dorsalnya nampak mengalami gangguan keseimbangan terutama pada saat ikan akan berbelok. Perubahan gaya berenang ikan sangat nampak, tubuhnya mulai miring kekanan dan kekiri karena keseimbanggannya tidak stabil. hal ini di perkuat dengan adanya pernyataan yang mengatakan bahwa fungsi pengaturan arah sirip dorsal begitu besar, bahkan lebih dominan dibandingkan dengan sirip anal. Fungsi utama sirip ini yaitu untuk mengatur pergerakan ikan ke arah kiri dan kanan ketika bergerak maju.
Saat sirip pectoral pada ikan di potong, ikan masih dapat berenang akan tetapi ikan cenderung berenang lurus, hal ini di sebabkan karena sirip pectoral merupakan salah satu sirip yang di gunakan ikan untuk berenag maju, kesamping dan diam. Hal ini di perkuat dengan adanya pernyataan yang mengatakan  bahwa sirip ikan di pergunakan ikan ketika ikan bergerak kesamping, maju kearah depan secara pelan atau lambat.
Pada saat sisik ikan di rusak, ikan tersebut menjadi sangat liar akan tetapi ikan sering menabrak dinding akuarium. Hal ini di sebabkan karena ketika sisik ikan di rusak, linea literalisnya juga ikut rusak. Ikan yang dirusak sisiknya ini tidak dapat bertahan lama jika di budidayakan, karena ikan yang di rusak sisiknya akan mudah terserang penyakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang mengatakan bahwa adaptasi pada bagian sisik ikan memainkan peran penting. Ikan air tawar yang kehilangan banyak sisik akan mendapatkan kelebihan air yang berdifusi kedalam kulit, dan dapat menyebabkan kematian.
Pergerakan ikan berubah menjadi sangat agresif ketika linea literalis pada ikan di rusak, ikan menjadi sering muncul di permukaan akuarium dan terkadang menabraki dinding akuarium, hal ini menunjukkan bahwa linea literalis sangat berpengaruh pada keseimbangan tubuh ikan, karena linea literalis merupakan organ sensori ikan yang dapat mendeteksi perubahan gelombang. Selain itu, linea lateralis juga berfungsi sebagai alat untuk mengidentifikasi lingkungan sekitamya. Hal ini sesuai dengan pernyataan  Irianto (2003), perubahan lingkungan dapat diketahui oleh tubuhikan, karena tubuh ikan dilengkapi dengan alat penerima rangsang, baik fisik maupun kimia.



BAB V
KESIMPULAN

Ø  Larutan asam dan basa yang mengandung zat zat kimia, menimbulkan kedua ikan tersebut mangalamai kematian dalam ± 30 menit. Larutan tersebut dapat menimbulkan perubahan morfologi ikan pada ph 9.0 tertinggi.
Ø  Pada praktikum Pengaruh Lingkungan terhadap Ikan telah menunjukkan bahwa kenaikan maupun penurunan suhu air tidak mempengaruhi gerakan operkulum ikan dengan nyata.
Ø  Pada pengamatan keseimbangan tubuh ikan kami menemukan bahwa pada ikan normal yang tidak di rusak alat keseimbangannya maka akan memiliki keseimbangan tubuh yang baik, sedangkan pada ikan yang telah di rusak  alat keseimbangannya akan mengalami gangguan dalam pergerakannya.  Hal ini jelas terlihat pada saat di lakukan pemotongan dan pengrusakan pada organ keseimbangannya.
Ø  Pada saat pemotongan alat gerak, ikan banyak mengalami kekurangan,yang paling utama yaitu kurang nya kestabilan dalam melakukan aktivitas atau berenang.
Ø  Ikan gabus bertahan lebih lama dibandingkan dengan ikan nila,hal itu di sebabkan ikan gabus mempunyai alat pernapasan tambahan berupa diferticula.




















DAFTAR PUSTAKA

        Ahmad 1984.Ikan Nila Budidaya Dan Prospek Agribisnis .Penerbit Kanisius.Yogyakarta.89 hal.
        Ali Rohman, 2013. Pengaruh Suhu salinitas arushttp://alirohman. Blogspot.com/2013/03/bqb-i-pengaruh suhu-salinitas-arus (11 Juni 2013).
        Effendy, M., 1972. Fish Biology. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, 86 Halaman. - See more at: http://4shareilmu.blogspot.co.id/2011/10/sistem-reproduksi-ikan-gabus-channa.html#sthash.Fbrmb6py.dpuf

        Pratama. 2009. Morfologi Ikan Nila. Airlangga. Jakarta
        Santoso, Budi. 1996. Budidaya Ikan Nila. Kasinius: Yogyakarta






















Comments