AJARAN TENTANG THAHARAH WUDHUK TAYYAMMUM MANDI
DISUSUN
OLEH :
1.
MELLAWATI
: 140403094
FAKULTAS
DAKWAH PRODI MANAJEMEN DAKWAH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI AR-RANIRY
DARUSSALAM,
BANDA ACEH
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Allah itu bersih dan suci. Untuk menemuinya, manusia harus terlebih
dahulu bersuci atau disucikan. Allah mencintai sesuatu yang bersih dan suci.
Dalam hukum Islam bersuci dan segala seluk beluknya adalah termasuk bagian ilmu
dan amalan yang penting terutama karena diantaranya syarat-syarat sholat telah
ditetapkan bahwa seseorang yang akan melaksanakan sholat, wajib suci dari hadas
dan suci pula badan, pakaian dan tempatnya dari najis. Dalam kehidupan
sehari-hari kita tidak terlepas dari sesuatu (barang) yang kotor dan najis
sehingga thaharah dijadikan sebagai alat dan cara bagaimana mensucikan diri
sendiri agar sah saat menjalankan ibadah.
Dalam berbagai macam kitab yang
menjelaskan tentang fiqih selalu saja bab thaharah berada pada bab yang
paling awal atau paling utama. Hal itu terjadi dikarenakan thaharah
adalah bagian yang paling penting dipelajari. Melaksanakan shalat tanpa thaharah
maka tentu saja shalat yang dikerjakan tidak sah. Dalam artian jika ada
seseorang yang mengerjakan shalat tanpa bersesuci terlebih dahulu maka shalat
yang ia kerjakan itu sia-sia. karena pada dasarnya islam memang mewajibkan
setiap orang yang ingin melaksanakan shlat itu harus suci.
Mungkin
masih banyak dikalangan orang awam yang tidak tahu persis tentang pentingnya thaharah.
Namun tidak bisa dipungkiri juga bahsanya juga ada orang yang tahu akan thaharah
namun mengabaikannya. maka dari pada itu penulis akan mencoba sedikit
menjelaskan apa-apa yang penulis ketahui tentang thaharah dari berbagai
sumber. Mudah-mudahan saja melalui makalah ini umat islam sadar akan pentingnya
thaharah dan tidak mengabaikan pentingnya thaharah kembali.
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan taharah?
2. Bagaimanakah cara bertaharah?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
THAHARAH
1. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa ialah bersih dan bersuci dari segala kotoran,
baik yang nyata seperti najis, maupun yang tidak nyata seperti aib. Menurut
istilah para fuqaha’ berarti membersihkan diri dari hadas dan najis,
seperti mandi berwudhuk dan bertayammum.
Suci dari hadas ialah dengan mengerjakan wudhuk, mandi dan tayammum.
Suci dari najis ialah menghilangkan najis yang ada di badan, tempat dan
pakaian.
Urusan bersuci meliputi beberapa perkara sebagai berikut:
a. Alat bersuci seperti air, tanah, dan sebagainya.
b. Kaifiat (cara) bersuci.
c. Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan.
d.Benda
yang wajib disucikan.
e.Sebab-sebab
atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an Q.S. Al-Baqarah Ayat 222:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ
قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ
حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ
اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya:
“Mereka
bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri. “
Adapun thaharah dalam ilmu fiqh ialah:
a. Menghilangkan najis.
b. Berwudhuk.
c.Mandi.
d.Tayammum.
Alat yang terpenting untuk bersuci ialah air. Jika tidak ada
air maka tanah, batu dan sebagainya dijadikan sebagai alat pengganti air.
Macam-macam
air
Air
yang dapat dipergunakan untuk bersuci ada tujuh macam:
1. Air hujan.
2.Air
sungai.
3.Air
laut.
4.Air
dari mata air.
5.Air
sumur.
6. Air salju.
7.Air
embun.
Pembagian
air
Air
tersebut dibagi menjadi 4, yaitu :
1.Air
mutlak (air yang suci dan mensucikan), yaitu air yang masih murni, dan tidak
bercampur dengan sesuatu yang lain.
2.Air musyammas
(air yang suci dan dapat mensucikan tetapi makhruh digunakan), yaitu air yang
dipanaskan dengan terik matahari di tempat logam yang bukan emas.
3.Air musta’mal
(air suci tetapi tidak dapat mensucikan), yaitu air yang sudah digunakan untuk
bersuci.
4.Air mutanajis
(air yang najis dan tidak dapat mensucikan), yaitu air telah kemasukan benda
najis atau yang terkena najis.
2. Macam-Macam Thaharah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ
وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ
مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ
لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri
mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,
hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang
dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
Tafsiran:
1.
Tafsir Ibnu Katsir
(Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu dekati salat) artinya
janganlah salat (sedangkan kamu dalam keadaan mabuk) disebabkan minum-minuman
keras. Asbabun nuzulnya ialah orang-orang salat berjemaah dalam keadaan mabuk
(sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan) artinya sadar dan sehat kembali
(dan tidak pula dalam keadaan junub) disebabkan bersetubuh atau keluar mani. Ia
manshub disebabkan menjadi hal dan dipakai baik buat tunggal maupun buat jamak
(kecuali sekadar melewati jalan) artinya selagi musafir atau dalam perjalanan
(hingga kamu mandi lebih dulu) barulah kamu boleh melakukan salat itu.
Dikecualikannya musafir boleh melakukan salat itu ialah karena baginya ada
hukum lain yang akan dibicarakan nanti. Dan ada pula yang mengatakan bahwa yang
dimaksud ialah larangan terhadap mendekati tempat-tempat salat atau mesjid,
kecuali sekadar melewatinya saja tanpa mendiaminya. (Dan jika kamu sakit) yakni
mengidap penyakit yang bertambah parah jika kena air (atau dalam perjalanan)
artinya dalam bepergian sedangkan kamu dalam keadaan junub atau berhadas besar
(atau seseorang di antaramu datang dari tempat buang air) yakni tempat yang
disediakan untuk buang hajat artinya ia berhadas (atau kamu telah menyentuh
perempuan) menurut satu qiraat lamastum itu tanpa alif, dan keduanya yaitu baik
pakai alif atau tidak, artinya ialah menyentuh yakni meraba dengan tangan. Hal
ini dinyatakan oleh Ibnu Umar, juga merupakan pendapat Syafii. Dan dikaitkan
dengannya meraba dengan kulit lainnya, sedangkan dari Ibnu Abbas diberitakan
bahwa maksudnya ialah jimak atau bersetubuh (kemudian kamu tidak mendapat air)
untuk bersuci buat salat yakni setelah berusaha menyelidiki dan mencari. Dan
ini tentu mengenai selain orang yang dalam keadaan sakit (maka bertayamumlah
kamu) artinya ambillah setelah masuknya waktu salat (tanah yang baik) maksudnya
yang suci, lalu pukullah dengan telapak tanganmu dua kali pukulan (maka sapulah
muka dan tanganmu) berikut dua sikumu. Mengenai masaha atau menyapu, maka
kata-kata itu transitif dengan sendirinya atau dengan memakai huruf.
(Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun).[1]
2.
Tafsir
Quraish Shihab
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian melakukan salat di
masjid dalam keadaan mabuk, sebelum kalian sadar dan mengerti apa yang kalian
ucapkan. Jangan pula kalian memasuki masjid dalam keadaan junub, kecuali bila
sekadar melintas tanpa maksud berdiam di dalamnya, sampai kalian menyucikan
diri. Jika kalian sakit dan tidak mampu menggunakan air karena khawatir akan
menambah parah penyakit, atau sedang bepergian dan sulit mendapatkan air, maka
ambillah debu yang bersih untuk bertayamum. Begitu juga bila kalian kembali
dari tempat buang hajat atau bersentuhan dengan perempuan, sedangkan kalian
tidak mendapatkan air untuk bersuci, bertayamumlah dengan debu yang suci.
Tepuklah debu itu dengan tangan kalian, lalu usapkan ke muka dan kedua tangan.
Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.[2]
a. Bersuci dari dosa (bertaubat).
Bertaubat kepada Allah yang merupakan thaharah ruhaniah, juga
sebagai metode mensucikan diri dari dosa-dosa yang besar maupun yang kecil
kepada Allah. Jika dosa yang dimaksudkan berhubungan dengan manusia, sebelum
bertaubat ia harus meminta maaf kepada semua orang yang disakitinya. Sebab
Allah akan menerima taubat hamba-Nya secara langsung jika berhubungan dengan
dosa-dosa yang menjadi hak Allah.
b. Bersuci menghilangkan najis.
Najis menurut bahasa ialah apa saja yang kotor, baik jiwa,
benda maupun amal perbuatan. Sedangkan menurut fuqaha’ berarti kotoran
(yang berbentuk zat) yang mengakibatkan sholat tidak sah.
Benda-benda najis
1) Bangkai (kecuali bangkai ikan dan
belalang)
2) Darah
3) Babi
4) Khamer dan benda cair apapun yang
memabukkan
5) Anjing
6) Kencing dan kotoran (tinja) manusia
maupun binatang
7) Susu binatang yang haram dimakan
dagingnya
8) Wadi dan madzi
9) Muntahan dari perut
Macam-macam najis
Najis
dibagi menjadi 3 bagian:
1.Najis mukhaffafah (ringan),
ialah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah
makan sesuatu kecuali ASI. Cara mensucikannya, cukup dengan memercikkan air ke
bagian yang terkena najis sampai bersih.
2. Najis mutawassithah (sedang), ialah najis yang keluar
dari kubul dan dubur manusia dan binatang, kecuali air mani. Najis ini dibagi
menjadi dua:
a.
Najis ‘ainiyah, ialah najis
yang berwujud atau tampak.
b.Najis hukmiyah,
ialah najis yang tidak tampak seperti bekas kencing atau arak yang sudah kering
dan sebagainya. Cara mensucikannya, dibilas dengan air sehingga hilang semua
sifatnya (bau, warna, rasa dan rupanya)
3. Najis mughallazah (berat), ialah najis anjing dan
babi.
Cara mensucikannya, lebih dulu dihilangkan wujud benda najis
itu, kemudian dicuci dengan air bersih 7 kali dan salah satunya dicampur dengan
debu.
Najis yang dimaafkan
1)Bangkai
binatang yang darahnya tidak mengalir seperti nyamuk, kutu, dan sebagainya.
2) Najis yang sangat sedikit.
3) Darah bisul dan sebangsanya.
4)Kotoran
binatang yang mengenai biji-bijian yang akan ditebar, kotoran binatang ternak
yang mengenai susu ketika diperah.
5) Kotoran ikan d dalam air.
6) Darah yang mengenai tukang jagal.
7) Darah yang masih ada pada daging.
c.
Bersuci dari hadas
Hadas menurut makna bahasa “peristiwa”. Sedangkan menurut
syara’ adalah perkara yang dianggap mempengaruhi anggora-anggota tubuh sehingga
menjadikan sholat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak sah karenanya, karena tidak ada sesuatu yang
meringankan. Hadas dibagi menjadi dua :
1) Hadas kecil, adalah perkara-perkara
yang dianggap mempengaruhi empat anggota tubuh manusia yaitu wajah, dua tangan
dan dua kaki. Lalu menjadikan sholat dan semisalnya tidak sah. Hadas kecil ini
hilang dengan cara berwudhuk.
2)
Hadas besar, adalah perkara yang dianggap mempengaruhi seluruh tubuh lalu
menjadikan sholat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak
sah. Hadas besar ini bisa hilang dengan cara mandi besar.
B.
WUDHUK
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى
الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ
سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ
فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ
وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ
وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu
sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan
tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah
tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
Tafsiran:
1. Tafsir Jalalayn
(Hai
orang-orang yang beriman, jika kamu berdiri) maksudnya hendak berdiri
(mengerjakan salat) dan kamu sedang berhadas (maka basuhlah muka dan tanganmu
sampai ke siku) artinya termasuk siku itu sebagaimana diterangkan dalam sunah
(dan sapulah kepalamu) ba berarti melengketkan, jadi lengketkanlah sapuanmu itu
kepadanya tanpa mengalirkan air. Dan ini merupakan isim jenis, sehingga
dianggap cukup bila telah tercapai sapuan walaupun secara minimal, yaitu dengan
disapunya sebagian rambut. Pendapat ini juga dianut oleh Imam Syafii (dan
kakimu) dibaca manshub karena diathafkan kepada aidiyakum; jadi basuhlah tetapi
ada pula yang membaca dengan baris di bawah/kasrah dengan diathafkan kepada
yang terdekat (sampai dengan kedua mata kaki) artinya termasuk kedua mata kaki
itu, sebagaimana diterangkan dalam hadis. Dua mata kaki ialah dua tulang yang
tersembul pada setiap pergelangan kaki yang memisah betis dengan tumit. Dan
pemisahan di antara tangan dan kaki yang dibasuh dengan rambut yang disapu
menunjukkan diharuskannya/wajib berurutan dalam membersihkan anggota wudu itu.
Ini juga merupakan pendapat Syafii. Dari sunah diperoleh keterangan tentang
wajibnya berniat seperti halnya ibadah-ibadah lainnya. (Dan jika kamu dalam
keadaan junub, maka bersucilah) maksudnya mandilah (dan apabila sakit) yang
akan bertambah parah dengan menyentuh air (atau dalam perjalanan) musafir (atau
kamu kembali dari tempat buang air) artinya berhadas (atau menyentuh wanita)
hal ini telah dibicarakan dulu pada surah An-Nisa (lalu kamu tidak memperoleh
air) yakni setelah mencarinya (maka bertayamumlah) dengan mencari (tanah yang
baik) tanah yang bersih (sapulah muka dan tanganmu) beserta kedua siku (dengan
tanah itu) dengan dua kali pukulan. Ba menunjukkan lengket sementara sunah
menjelaskan bahwa yang dimaksud ialah hendaklah sapuan itu meliputi kedua
anggota secara keseluruhan (Allah tidaklah hendak menyulitkan kamu) dengan
kewajiban-kewajiban berwudu, mandi atau tayamum itu (tetapi Dia hendak
menyucikan kamu) dari hadas dan dosa (dan hendak menyempurnakan nikmat-Nya
kepadamu) yakni dengan Islam dengan menerangkan syariat-syariat agama (semoga
kamu bersyukur) atas nikmat-Nya itu.[3]
2. Tafsir Quraish Shihab
Hai orang-orang
yang beriman, apabila kalian hendak melaksanakan salat, sedang kalian belum
berwudu, maka berwudulah dengan membasuh muka dan tangan sampai sikunya. Lalu
usaplah kepala--seluruhnya atau sebagian--dan basuhlah kaki sampai dengan kedua
matanya. Apabila hendak melaksanakan salat, dan kalian dalam keadaan junub
karena menggauli istri, maka mandilah dengan membasuh seluruh badan. Jika kalian
menderita sakit yang tidak memungkinkan penggunaan air, atau dalam perjalanan
yang tidak memungkinkan kalian mendapatkan air, atau ketika kalian selesai
buang air, atau menggauli istri(1) lalu kalian tidak mendapatkan air, maka
bertayamumlah dengan debu yang suci. Usaplah muka dan tangan kalian dengan debu
itu. Sesungguhnya Allah tidak bermaksud menyulitkan kalian pada semua
perintah-Nya. Allah menetapkan ketentuan itu semua dengan maksud untuk
membersihkan kalian secara lahir dan batin, dan menyempurnakan nikmat-Nya
dengan memberi petunjuk dan kemudahan kepada kalian, agar kalian bersyukur atas
petunjuk dan hidayah-Nya dengan selalu menaati-Nya. (2). (1) bagian besar ahli
tafsir mengartikan kata "lâmastum" dalam ayat ini dengan 'menyentuh'.
Ada juga yang mengartikannya dengan 'menggauli'. Perbedaan penafsiran ini
mempunyai konsekuensi hukum masing-masing. Jika kata "lâmastum"
diartikan 'menyentuh', maka wudu seseorang menjadi batal dengan sekadar
sentuhan. Tetapi jika diartikan 'menggauli', wudu seseorang tidak batal hanya
karena menyentuh wanita. (2) rsuci (thahârah) dalam Islam mengandung dua
pengertian. Pertama, mengarahkan hati kepada Allah dengan penuh persiapan agar
dapat menghadap Allah dengan jiwa bersih dan ikhlas. Kedua, bersuci secara
lahiriah dengan melakukan wudu, yaitu membersihkan sebagian anggota badan dari
kotoran. Bersuci dalam pengertian kedua ini kadang-kadang terulang sampai lima
kali dalam sehari. Dapat pula dengan cara mandi setelah mengadakan hubungan
suami istri, atau setelah bersuci dari haid dan nifas. Wudu dan mandi ini
mempunyai manfaat yang besar, yaitu membersihkan dan menjaga tubuh dari kotoran
dan debu yang membawa bibit penyakit, melancarkan peredaran darah dan
mengurangi ketegangan otot-otot. Oleh karena itu, Rasulullah saw. bersabda,
"Kalau kamu [sedang] marah, berwudulah." Sedangkan tayamum mengandung
makna bersuci dalam pengertian pertama, yaitu mengarahkan hati kepada Allah
dengan penuh persiapan, agar dapat mengahadap Allah dengan jiwa bersih dan
ikhlas.[4]
1. Pengertian Wudhuk
Wudhuk secara bahasa berarti keindahan dan kecerahan.
Sedangkan menurut istilah syara’ bersuci dengan air dalam rangka menghilangkan
hadas kecil yang terdapat pada wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki
disertai dengan niat.
2. Rukun Wudhuk Antara lain:
a.
Niat
b.
Membasuh muka
c.
Membasuh dua tangan sampai siku
d.
Mengusap sebagian kepala
e.
Membasuh kaki sampai mata kaki
f.
Tertib, artinya urut.
3. Sunnah Wudhuk
a.
Membaca basmallah
b.
Membasuh tangan sampai pergelangan
terlebih dahulu
c.
Berkumur-kumur
d.
Membersihkan hidung
e.
Menyela-nyela janggut yang tebal
f.
Mendahulukan anggota yang kanan
g. Mengusap kepala
h.
Menyela-nyela jari tangan dan jari
kaki
i.
Megusap kedua telinga
j.
Membasuh sampai tiga kali
k.
Berturut-turut
l.
Berdo’a sesudah wudhuk
4. Hal-hal yang membatalkan wudhuk
a.
Keluarnya sesuatu dari dua jalan
b.
Tertidur dengan posisi tidak duduk
yang tetap
c.
Hilangnya akal (gila, pingsan, mabuk
dan sebagainya)
d.
Tersentuh kemaluan dengan telapak
tangan
e. Tersentuhnya kulit laki-laki dengan
kulit perempuan yang bukan muhrim dan tidak beralas
B. MANDI
1. Pengertian
Mandi dalam bahasa arab al ghuslu artinya mengalirkan
alir pada apa saja. Menurut pengertian syara’ berarti meratakan air yang suci
pada seluruh tubuh disertai dengan niat. Pengertian lain ialah mengalirkan air
ke seluruh tubuh baik yang berupa kulit, rambut, ataupun kuku dengan memakai
niat tertentu. Mandi ini ada yang hukumnya wajib dan ada yang sunnah.
2. Hal-hal yang mewajibkan mandi (mandi
besar/ mandi wajib)
a.
Hubungan suami istri
b.
Mengeluarkan mani
c.
Mati
d.
Haid
e.
Nifas
f.
Wiladah (melahirkan)
3. Rukun mandi
a.
Niat
b.
Menghilangkan najis bila terdapat
pada badannya
c.
Meratakan air ke seluruh tubuh, baik
berupa rambut maupun kulit
4. Sunnah mandi
a.
Membaca basmallah
b.
Berwudhuk sebelum mandi
c.
Menggosok badan dengan tangan
d.
Menyela-nyela pada rambut yang tebal
e.
Membasuh sampai tiga kali
f.
Berturut-turut
g.
Mendahulukan anggota yang kanan
h.
Memakai basahan
C.
TAYAMMUM
1. Pengertian
Tayammum adalah salah satu cara bersuci, sebagai ganti berwudhuk
atau mandi apabila berhalangan memakai air.
2. Syarat tayammum
a.
Islam
b.
Tidak ada air dan telah berusaha
mencarinya, tetapi tidak bertemu
c. Berhalangan mengguankan air,
misalnya karena sakit yang apabila menggunakan air akan kambuh sakitnya
d.
Telah masuk waktu shalat
e.
Dengan debu yang suci
f.
Bersih dari Haid dan Nifas
3. Rukun tayammum
a.
Niat
b. Mengusap muka dengan debu dari
tangan yang baru dipukulkan atau diletakkan ke debu
c.
Mengusap kedua tangan sampai siku,
dengan debu dari tangan yang baru dipukulkan atau diletakkan ke debu, jadi dua
kali memukul.
d.
Tertib
4. Sunnah tayammum
a.
Membaca basmallah
b.
Mendahulukan anggota kanan
c.
Menipiskan debu di telapak tangan
d.
Berturut-turut
5. Hal-hal yang membatalkan tayammum
a.
Semua yang membatalkan wudhuk
b.
Melihat air, bagi yang sebabnya
ketiadaan air
c.
Karena murtad
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kebersihan yang sempurna menurut syara’ disebut thaharah,
merupakan masalah yang sangat penting dalam beragama dan menjadi pangkal dalam
beribadah yang menghantarkan manusia berhubungan dengan Allah SWT. Tidak ada
cara bersuci yang lebih baik dari pada cara yang dilakukan oleh syarit Islam,
karena syariat Islam menganjurkan manusia mandi dan berwudlu. Walaupun manusia
masih dalam keadaan bersih, tapi ketika hendak melaksanakan sholat dan
ibadah-ibadah lainnya yang mengharuskan berwudlu, begitu juga dia harus pula
membuang kotoran pada diri dan tempat ibadahnya dan mensucikannya karena
kotoran itu sangat menjijikkan bagi manusia
DAFTAR PUSTAKA
Terjemah
Al-Quranul Karim
Bahrun Abu Bakar, Tafsir Ibnu Katsir Juz II,(Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000).
MA Ghoffar, AI al-Atsari,Tafsir Ibnu Katsir Jilid I, (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi'i, 2007).
MQ Shihab, Tafsir Al-Misbah,( Jakarta: Lentera Hati, 2002).
……………, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an Volume ,(Jakarta:Lentera Hati, 2009).
……………, Tafsir Al-Manar Karya Muhammad Abduh dan M. Rasyid Ridha, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994).
……………, Al-Quran: fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat,(Jakarta: Mizan Pustaka, 2007).
Muhammad
bin Qosim Al-Ghazi, Fathul Qorib, Surabaya : Nurul Huda
Muhammad Husein Ath Thabathaba'I WA Ghafur, Millah Ibrahim dalam Al-Mizan fi Tafsir Al Qur'an,(Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007).
Rifa’I,
Moh, Terjemah Khulashah Kifayatul Awam, Semarang : CV. Toha putra, 1978
Sayyid
Abdurrahman, Duruusul Fiqh : Salim Ibn Nabhan
Salim
bin Sumair al-hadhrami, Kaasyifatus Sajaa, Surabaya : Nurul Huda
Umar
Abdul jabbar, Mabaadiul Fiqh Juz Tsalits (3), Surabaya : Sumber Ilmu
Umar
Abdul jabbar, Mabaadiul Fiqh Juz Rabi’ (4), Surabaya : Sumber Ilmu Zainuddin
bin Abdul Aziz al Malibari, Fathul Mu’iin, Surabaya : Nurul Huda
[1] MA Ghoffar, AI al-Atsari,Tafsir Ibnu Katsir Jilid I, (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi'i, 2007), hlm. 234.
[2] Muhammad
Husein Ath Thabathaba'I WA Ghafur, Millah Ibrahim dalam Al-Mizan fi Tafsir Al Qur'an,(Jakarta:
Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007), hlm.432.
[4]Bahrun Abu
Bakar, Tafsir Ibnu Katsir Juz II,(Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000),
hlm. 65
Comments
Post a Comment