BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Proses
Pendidikan pertama dimulai dari keluarga
yang didalamnya terdiri dari orang tua dan anak.Keluarga sangat berperan dalam
meningkatkan perkembangan fisik dan perkembangan mental anak,karena anak
dilahirkan dengan serba membutuhkan pertolongan. Kodrat anak yang dilahirkan menjadi tanggung jawab orang tua
sepenuhnyasebelum anak menjadi dewasa.Dalam rangka memikul tanggung jawab dan
kewajiban orang tua sebagai pendidik, dalam UU pasal 26 ayat 3 tentang
pendidikan menerangkan bahwa orang tua sebagai pendidik menerangkan bahwa orang
tua mempunyai hak istimewa untuk memilih
jenis pengajaran dan pembinaan yang akan diberikan kepada anak-anaknya.
Dalam pasal ini tidak boleh diambil kesimpulan bahwa hak
mendidik yang ada pada orang tua tidak ada batasnya,dan tidak boleh diambil
kesimpulan bahwa hak mendidik yang ada pada orang tua tidak ada batasnya, dan
tidak boleh dilaksanakan dengan sewenang-wenang.Sebab hak ini diimbang pula
dengan kewajiban memberikan pendidikan kepada anak-anaknya sedemikian rupa
sehingga mereka kelak menjadi manusia yang benar-benar berguna bagi
masyarakat.Jika kewajiban ini tidak dapat di penuhi oleh orang tua,maka
masyarakat harus turun tangan untuk membantu anak memperoleh pendidikan.
Dari
sisi lain, suasana keluarga yang kondusif berpengaruh bagi perkembangan fisik
dan mental anak. Suasana yang kondusif tersebut adalah harmonisasi hubungan
antara orang tua dan anak, sehingga
tercipta suasana mawaddah wa rahmah
(kasih sayang) orang tua (ibu dan
ayah) merupakan penanggung jawab utama dalam mendidik anaknya agar mereka dapat
tumbuh dan berkembang secara optimal.
Pada
awal kehidupan ,anak dilahirkan dalam keadaan fitrah sebagaimana di tegaskan
oleh Rasullullah SAW dalam sebuah hadis bersabda .
يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُهَوِّدَانِهِ فَأَبَوَاهُ الْفِطْرَةِ، عَلَى
يُوْلَدُ مَوْلُوْدٍ كُلُ
Artinya:’’ Dari Abu
hurairah,katanya Rasullullah bersabda: Tidak seorang jiwa pun anak yang baru
lahir melainkan didalam keadaan suci
bersih.kedua orang tuanyalah yang menyebabkan dia menjadi yahudi
,Nasrani atau majusi.’’ (HR.Muslim).
Pada masa anak
inilah,orang tua mempunyai otoritas penuh dalam mendidik anak-anaknya.Pada masa
ini orang tua harus memberikan contoh tauladan yang baik kepada anak.karena
sebaiknya ,apabila pada masa anak- anak ini ,anak sudah dibiasakan dengan
didikan otoriter.Maka akan dengan mudah anak menerimanya dan akan berdampak
negatif terhadap negatif terhadap perkembangan perilaku remaja.
Banyak ayat
Al-qur’an yang menjelaskan tentang tujun utama pembinaan keluarga .Salah
satunya adalah untuk memberikan uswatun
hasanah Dalam hal ini ,Allah SWT berfirman , dalam AL-Qur’an.Surat
Ar-Rum,ayat 21.
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»t#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøs9Î) @yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨uq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºs ;M»tUy 5Qöqs)Ïj9 tbrã©3xÿtGt ÇËÊÈ
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda
kekuasaan-nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri,supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.’’
Ayat diatas menunjukkan bahwa jika orang tua memberikan uswatun hasanah atas dasar saling kasih
sayang (mawaddah wa rahmah),
diharapkan anak-anaknya dapat mencontoh kebiasaan dari orang tuanya itu,
sebagai tauladan pembentuk karakter kepribadiannya.Hal ini sesuai dengan tiori
proses belajar sosial yang dikemukakan oleh pavlov,yaitu gerak-gerik manusia
hanyalah dari pada kondisi refleks. Sejak kecil anak telah dibiasakan, telah
dikondisikan reflek-refleknya oleh keluarga.Setelah ia masuk sekolah ,refleks
itu dikondisikan oleh guru-gurunya .Dengan demikian, maka orang dapat
menciptakan seorang manusia menurut apa yang dikehendaki.
Dewasa
ini telah berkembang berbagai pola asuh didikan orang tua.pola asuh yang
diterapkan orang tua untuk anak-anak beraneka ragam. Diantara adalah didikan orang tua yang terlalu keras dan
memaksa keinginannyaterhadap anak serta menentukan arah kehidupan anak secara
sepihak. Dengan kata lain anak tidak dilibatkan
dengan setiap keputusan dan penentuan kehidupan. Cara-cara didikan seperti ini sering dikenal dengan pola
asuh otoriter ini tidak cocok dengan perkembangan jiwa anak.jika pola asuh ini
terlalu dipaksakan, maka akan berdampak negatif terhadap anak yaitu anak akan
melakukan perlawanan.
Bentuk-bentuk perlawanan dan ketidakpatuhan
anak tersebut tidak jarang kita sikapi dengan tindakan emosional. Orang tua seringkali memberikan sanksi
atau hukuman kepada anak dengan memarahinya. Mereka berharap sikap keras dan tegas terhadap bentuk-bentuk perilaku
perlawanan anak tersebut dapat membuat anak menjadi takut dan mau mengubah
tingkah lakunya menjadi lebih baik.
Namun tidak
sedikit diantara orang tua yang merasa kecewa, karena ternyata sikap keras dan
tegas terhadap perilaku remaja,tidak begitu efektif mengendalikan perilaku perlawanan remaja ,tidak begitu efektif
mengendalikan perilaku perlawanan remaja.Malah sebaliknya anak pun akan menjadi
semakin mahir mempergunakan kata-kata kasar dan perlakuan menyimpang.Berkaitan
dengan ini, orang tua yang otoriter dan memberi kebebasan penuh menjadi
pendorong bagi anak untuk berperilaku sebagaimana yang anak sukai.orang tua
yang bersikap dimokratis tidak memberikan kebebasan penuh menjadi pendorong
terhadap perkembangan remaja kearah yang positif.jadi, bahwa orang tua didalam
keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap remaja untuk berperilaku
baik atau tidak. seperti film yang menampilkan adengan agresif,pengaruhnya
lebih kecil jika dibandingkan dengan situasi dan kondisi keluarga yang negatif.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas, maka yang akan menjadi rumusan masalah dalam penelitiaan ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana dampak pola asuh otoriter
orang tua terhadap prilaku remaja?
2.
Bagaimana pola asuh orang tua untuk mengatasi perilaku remaja?
C. Tujuan
Penelitian
Tujuan Penelitiaan ini adalah:
1. Untuk
mengetahui dampak pola asuh otoriter orang tua terhadap perilaku remaja.
2. Untuk
mengetahui pola asuh orang tua yang cocok dalam menentukan prilaku remaja.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun
kegunaannya penelitiaan ini sebagai berikut :
1. Untuk
menambah ilmu pengetahuan dn pengalaman bagi penulis sendiri.
2. Membuka
cakrawala orang tua tentang pendidikan anak dalam kelurga.
3. Memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan terutama dibidang pendidikan agama islam.
E.
Defenisi
Operasional
Untuk
menghindari terjadinya kesalahan terhadap proposal ini perlu diberikan defenisi
operasional terhadap kata-kata yang terdapat dalam judul proposal ini,yaitu
dampak pola asuh otoriter terhadap perilaku remaja.Istilah otoriter dapat di
lihat dalam beberapa pengertian ,yaitu Authoritarian
( otoriter) adalah menganut paham kepatuhan mutlak kepada seseorang atau badan
.Authoritarian adalah sifat
otoriter,paham mematuhi seseorang atau badan .Authoritarian yaitu berwenang
,dengan memerintah. Authoritarian yaitu wibawa dan hak untuk bertindak.
Menurut istilah Authoritarian yaitu :
1. Tiori
dan praktek pengontrolan terhadap tingkah laku manusia dengan komando langsung
atau dengan otoritas ,kekuasaannya,sedang hak-hak individu di tunduk-taklukkan oleh hak-hak Negara.
2. Keyakinan
pada kekuasaan sebagai satu sumber kebenaran
3. Komplek
karakterristik dan ciri-ciri pembawaan kepribadiaan total daro orang lain
terhadap dirinya.
Otoriter adalah
:dalam memberikan nasehat menggunakan otoritas yang ada padanya,pada umumnya
memberikan perintah dengan paksaan ,memaksakan apa yang ada dalam diri orang
tua agar dapat di terima oleh anak remaja.
Dalam
hal ini otoriter yang dimaksudkan adalah pendapat atau pendirian serta tindakan
oarang tua terhadap segala aspek yang menyangkut dengan kehidupan anak-anaknya
di mata orang tua tidak memberi kebebasan pada anak untuk memilih dan
mengutarakan keinginannya,sehingga segala keputusan orang tua tanpa melibatkan
anak .Sedangkan anak hanya mengikuti semua pendapat dan tindakan orang tuanya
serta adanya miskomunikasi antara orang tua dan anak.
Prilaku
remaja diartikan sebagai sikap atau kehendak yang bertentangan dengan orang
lain maupun orang tua.misalnya orang tua mengambil sikap atau kehendak diluar
sepengetahuan anak yaitu adanya ketimpangan disatu pihak tanpa ada
benar.Musyawarah orang tua langsung menentukan sikap dan kehendak anak,sehingga
anak merasa tidak dihargai,dan anak juga berani mengambil sikap dan kehendak yang
menentang. Dalam kata lain
menyimpang tidak menuruti apa yang dikatakan orang tuanya sendiri.
Comments
Post a Comment