KATA PENGANTAR
Dengan rahmat dan hidayah Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan
makalah sederhana ini yang tak pernah lepas dari segala kekurangan dan
kesalahan. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang telah dibebankan kepada
mahasiswa, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh dan untuk menjalankan
kewajiban yang telah ditentukan oleh Allah Yang Maha Esa yaitu Menuntut Ilmu.
Penulis menyadari, dalam penyelesaian makalah sederhana ini masih banyak
terdapat kekurangan, kesalahan, dan kelemahaan, karena itu sumbangan fikiran,
kritik atau tanggapan dari rekan-rekan sangat penulis harapkan untuk perbaikan
pada pembuatan makalah berikutnya. Akhirnya, dengan tulus hati penulis
mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan kelompok yang telah bekerja sama
dan bertukar fikiran, juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian makalah sederhana ini. Kepada Allah SWT, penulis mohon taufiq dan
hidayah-Nya semoga makalah sederhana ini bermanfaat dan semoga senantiasa dalam
keridhaan –Nya. Amin.
Banda Aceh,06 Januari 2016
P e n u l i s
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembangunan di
bidang agama merupakan bagian integral pembangunan Nasional yang bertujuan
untuk mewujudkan Indonesia yang damai, adil, demokratis dan sejahtera, dan
pembangunan di bidang agama berupaya mewujudkan masyarakat yang berakhlak
mulia, maju, mandiri dan sejahtera lahir batin dalam kehidupan penuh toleransi
selaras berkesinambungan. Pembangunan di bidang agama menjadi prioritas dan
sebagai bagian tidak terpisahkan dari pembangunan Nasional. Perkembangan kehidupan
beragama selama ini relatif menggembirakan pada pelaksanaan ritual keagamaan
didukung dengan penyediaan sarana dan prasarana fasilitas keagamaan yang ada.
Didalam kehidupan keagamaan tampak kian semarak yang terefleksikan dalam
kegiatan keagamaan yang tumbuh subur di masjid, surau, dan rumah ibadah
lainnya. Dengan semangat Maghrib Mengaji yang ada di surau, masjid, sekolah,
dan masyarakat pada umumnya sangat didukung oleh Pemerintah. Pembangunan
dibidang agama masih dihadapkan gejala negatif di tengah masyrakat yang sangat
memprihatinkan seperti perilaku asusila, penyalah gunaan narkoba dan perjudian
karena makin lemahnya pengalaman etika dan nilai-nilai agama.[1] Keluarga sebagai Institusi Sosial paling
kecil dalam masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam menumbuhkan
pola dan perilaku positif mengingat keberadaan keluarga merupakan bentuk ikatan
batin yang menyatukan individu-individu dalam rangka mencapai nilai
kebahagiaan. Nilai-nillai yang tumbuh dalam keluarga syarat potensial dalam membentuk
karakter yang penuh norma-norma dan kasih sayang Bidang Urusan Agama Kantor Wilayah
Kementerian Agama sesuai dengan Keputusan Menteri Agama No. 373 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor
Departemen agama Kabupaten/Kota berusaha mengembangkan program-program yang
bersentuhan dengan: a. Kepenghuluan b. Pengembangan Keluarga Sakinah c. Produk
Halal d. Penyelenggaraan Hisab Rukyat dan Sumpah Keagamaan e. Ibadah Sosial.[2]
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Isu-Isu
Sensitif Pelaksanaan Agama
Isu sensitif agama menjadi persoalan yang tidak kalah
serius. Itulah sebabnya masalah isu sensitif agama ini menjadi tema yang memarik
banyak reaksi dari kaum muslimin.
Ada tiga hal yang merupakan isu
sensitif agama. Berdasarkan pengalaman Indonesia, maka isu pertama adalah
terkait dengan liberalisme yang berkorelasi dengan modernisasi dan Hak Asasi
Manusia (HAM). Kenyataannya bahwa pemikiran liberal tersebut banyak
menghinggapi masyarakat terutama dalam kaitannya dengan keinginan untuk membela
kebebasan beragama. Bagi kelompok ini, maka semua orang bebas untuk beragama
dan bahkan juga tidak beragama. Makanya, jika ada orang yang ingin beragama
dengan caranya sendiri, ingin berTuhan sendiri, ingin menjadi nabi sendiri,
maka hal itu harus dibenarkan sebab beragama adalah hak asasi yang tidak bisa
diatur oleh negara sekalipun. Kaum liberal juga menafsirkan agama atas dasar
pikiran bebas. Bisa jadi penafsiran mereka terlepas dari teks karena penafsiran
harus sesuai dengan konteks zamannya. Teks yang tidak sesuai dengan zaman harus
ditafsir ulang dan bahkan dianggap sudah tidak lagi berguna.[3]
Liberalisme juga juga memantik
reaksi keras dari fundamentalisme agama. Liberalisme yang serba barat,
menyebabkan munculnya kontra liberalisme yang negatif. Misalnya munculnya
terorisme dan kekerasan atas nama agama Bom Bali I dan II adalah contoh
bagaimana liberalisme menghasilkan tindakan keras untuk melawan barat dengan
segenap kepentingan dan proyek duniawinya. Semua yang datang dari barat, baik
pikiran maupun barang harus ditolak dengan kekerasan dan dengan teror yang
berkepanjangan. Hingga sekarang teror tersebut terus saja terjadi di bumi
Indonesia dengan pengalihan sasaran. Jika semula yang diserang adalah barat
dengan representasinya, maka sekarang dialihkan kepada aparat keamanan yang
juga dianggap melindungi terhadap kepentingan barat. Ada polisi yang diserang
dan dibunuh. Semua ini mengindikasikan bahwa liberalisme memiliki musuh yang
tidak patah arang.
Isu kedua, adalah lokalisasi agama.
Melalui program demokratisasi dan keterbukaan, ternyata juga menghasilkan
keturunan yang berupa lokalisasi agama. Ada orang yang secara sengaja
mendirikan agama atas kemauannya sendiri. Mereka mengaku mendapatkan wahyu dari
Tuhan dan kemudian menyebarkan ajarannya kepada masyarakat umum. Misalnya
ajaran tentang shalat bahasa Indonesia yang terjadi di Malang Jawa Timur.
Menurut pendiri ajaran ini bahwa shalat harus dilakukan dengan bahasa Indonesia
agar masyarakat mengerti apa yang dilakukannya. Baginya percuma shalat dengan
menggunakan bahasa Arab sebab mereka tidak tahu apa arti bacaan yang
diucapkannya.
Kemudian ketiga, tentang kesamaan
agama-agama. Ada namanya Lia Eden yang mengajarkan bahwa semua agama itu sama
saja. Baginya semua agama mengajarkan kebaikan sehingga semua agama itu sama.
Pandangan seperti ini tentu bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya.
Islam mengajarkan tentang dimensi teologis yang tentu saja berbeda dengan agama
lainnya. Islam juga mengajarkan ritual keagamaan yang pasti berbeda dengan
agama lainnya. Oleh karena itu jika ada orang yang menyatakan bahwa semua agama
sama pastilah hal tersebut merupakan kesesatan. Bahkan juga ada orang yang
mengaku mendapat wahyu untuk memperjualbelikan surga. Baginya surga bisa dijual
belikan dengan harga yang biasa terjangkau oleh masyarakat. Surga dapat dijual
seharga 3 sampai 4 juta rupiah, dan anehnya juga ada yang membeli surga ini.
Orang yang membeli surga dapat diberi sertifikat yang nantinya dapat ditukarkan
sebagai tiket ke surga. Ini merupakan hal aneh tetapi nyata.
Oleh karena itu, maka mestilah harus
ada seperangkat aturan yang dapat digunakan untuk memberikan hukuman bagi
mereka yang melakukan penodaan terhadap agama ini. Jadi memang diperlukan
pendekatan hukum dengan ketegasan pelaksanaannya agar orang yang akan melakukan
penodaan terhadap agama akan merasa enggan. Jika tidak seperti ini, maka orang
akan dengan mudah untuk menyatakan mendapatkan wahyu dan kemudian mempengaruhi
masyarakat untuk mengikutinya. Pendekatan hukum diperlukan agar terjadi
keteraturan sosial.
Wallahualam bisshawab.
Wallahualam bisshawab.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
mendesak kepolisian untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat di Kabupaten
Aceh Singkil, Provinsi Aceh, setelah sedikitnya satu orang meninggal dunia dan
satu gereja dibakar massa. Imdadun Rahmat, selaku komisioner Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia, mengatakan pengerahan kepolisian diperlukan mengingat
konflik horizontal rawan terjadi. “Bahkan, menurut laporan yang diterima Komnas
HAM, telah terjadi eksodus dan pengungsian umat Kristen dari Kabupaten Aceh
Singkil.” [4]
Hal itu berlangsung setelah Gereja HKI di Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh
Singkil dibakar
ratusan massa, pada Selasa (13/10) siang. Massa kemudian bertolak ke gereja
lain di Kecamatan Simpang Kanan. Di lokasi tersebut terjadi perlawanan dari
jemaat gereja sehingga terjadi kontak fisik yang mengakibatkan jatuhnya korban.
Aksi massa terjadi setelah sepekan sebelumnya, sebuah ormas mendesak pemerintah
membongkar gereja-gereja tak berizin. “Dari 19 gereja yang mengadu ke Komnas
HAM, semuanya tidak memiliki izin. Setelah kami telusuri, ternyata secara
keseluruhan 24 gereja tidak berizin,” kata Imdadun. Komnas HAM lalu berupaya
melakukan mediasi mengenai permasalahan izin pendirian rumah ibadah dengan
menemui bupati Aceh Singkil dan para pihak terkait. “Kala itu, pemerintah
Kabupaten Singkil bersepakat mencari penyelesaian permanen dengan mengupayakan
pemberian Izin Membangun Bangunan (IMB), dengan didahului verifikasi data
pengguna dan pendukung sesuai peraturan menteri atau peraturan gubernur.”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Isu-isu sensitif terhadap
pelaksanaan ini sangat berpengaruh terhadap kenyaman dan keamanan masyarkat,
Ada tiga hal yang merupakan isu sensitif agama maka isu pertama adalah
terkait dengan liberalisme yang berkorelasi dengan modernisasi dan Hak Asasi
Manusia (HAM). Kenyataannya bahwa pemikiran liberal tersebut banyak
menghinggapi masyarakat terutama dalam kaitannya dengan keinginan untuk membela
kebebasan beragama. Isu kedua, adalah lokalisasi agama. Melalui program
demokratisasi dan keterbukaan, ternyata juga menghasilkan keturunan yang berupa
lokalisasi agama. Ada orang yang secara sengaja mendirikan agama atas
kemauannya sendiri. Mereka mengaku mendapatkan wahyu dari Tuhan dan kemudian
menyebarkan ajarannya kepada masyarakat umum. Kemudian ketiga, tentang kesamaan
agama-agama. Ada namanya Lia Eden yang mengajarkan bahwa semua agama itu sama
saja.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang
No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Undang-Undang
No. 36 Tahun 2004 tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara.
Surat
Drijen Bimas Islam dan Penyelengaraan Haji Kementerian Agama Nomor :
Dj.I/HK.03/2546/2004 tanggal 20 Juli 2004 tentang Penanganan Kegiatan Hisab
Rukyat Oleh Bidang Urusan Agama Islam
Undang-Undang
No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
Keputusan
Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
[1]
Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional.
[2]Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun 2002
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dan
Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
[3]http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151013_indonesia_komnas_gereja_singkil
[4]
http://kua-terentang.blogspot.co.id/2011/03/kebijakan-pemerintah-bidang-urusan.html
Comments
Post a Comment