makalah Kebijakan pemerintah



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pembangunan di bidang agama merupakan bagian integral pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan Indonesia yang damai, adil, demokratis dan sejahtera, dan pembangunan di bidang agama berupaya mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, maju, mandiri dan sejahtera lahir batin dalam kehidupan penuh toleransi selaras berkesinambungan. Pembangunan di bidang agama menjadi prioritas dan sebagai bagian tidak terpisahkan dari pembangunan Nasional. Perkembangan kehidupan beragama selama ini relatif menggembirakan pada pelaksanaan ritual keagamaan didukung dengan penyediaan sarana dan prasarana fasilitas keagamaan yang ada. Didalam kehidupan keagamaan tampak kian semarak yang terefleksikan dalam kegiatan keagamaan yang tumbuh subur di masjid, surau, dan rumah ibadah lainnya. Dengan semangat Maghrib Mengaji yang ada di surau, masjid, sekolah, dan masyarakat pada umumnya sangat didukung oleh Pemerintah. Pembangunan dibidang agama masih dihadapkan gejala negatif di tengah masyrakat yang sangat memprihatinkan seperti perilaku asusila, penyalah gunaan narkoba dan perjudian karena makin lemahnya pengalaman etika dan nilai-nilai agama.[1]  Keluarga sebagai Institusi Sosial paling kecil dalam masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam menumbuhkan pola dan perilaku positif mengingat keberadaan keluarga merupakan bentuk ikatan batin yang menyatukan individu-individu dalam rangka mencapai nilai kebahagiaan. Nilai-nillai yang tumbuh dalam keluarga syarat potensial dalam membentuk karakter yang penuh norma-norma dan kasih sayang  Bidang Urusan Agama Kantor Wilayah Kementerian Agama sesuai dengan Keputusan Menteri Agama No. 373 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen agama Kabupaten/Kota berusaha mengembangkan program-program yang bersentuhan dengan: a. Kepenghuluan b. Pengembangan Keluarga Sakinah c. Produk Halal d. Penyelenggaraan Hisab Rukyat dan Sumpah Keagamaan e. Ibadah Sosial.[2]
B.     Tujuan  :
Tujuan yang ingin dicapai dalam analisis ini adalah sebagai berikut :
1)      Mengetahui secara konkrit upaya pemerintah dalam menawarkan solusi untuk mengatasi perbedaan tersebut
2)      Mengetahui sejauhmana eksistensi Pemerintah (Posisi Pengadilan Agama) dalam Penentuan awal bulan Qamariah dan Prosedur penerapannya
3)      Otoritas Pemerintah dan pengaruhnya
C.    Manfaat :
Manfaat dari analisis ini adalah sebagai berikut:
1)      Memperoleh konsep dari Pemerintah yang relevan untuk di terapkan
2)     Mengikuti hasil pertimbangan berbagai macam perspektif yaitu kebijakan Pemerintah guna mencapai suatu kemaslahatan



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Langkah kebijakan Pemerintah dalam Hisab rukyat
 Umum:
1.      Menghimpun seluruh pendapat ulama, para ahli, ormas Islam, dan instansi terkait dalam masalah hisab rukyat
2.      Mengembangkan ilmu hisab dan rukyat
3.       Melaksanakan musyawarah/pertemuan
4.         Melakukan rukyatul hilal bersama
5.      Menyelenggarakan pelatihan bersama
6.           Menyusun dan menyebarkan buku, almanak, dan sebagainya
7.       Melakukan kerjasama dalam dan luar negeri
Penetapan awal bulan Qamariyah:
1.      Kriteria yang ditetapkan : tinggi hilal 2° di atas horizon dan umur bulan 8 jam antara saat ijtima’ dengan ghurub
2.      Hasil hisab dan rukyat dari para ahli di seluruh Indonesia sebagai masukan
3.      Rukyat dilaksanakan oleh Kanwil Depag Provinsi/ kantor Depag Kabupaten/Kota bersama instansi terkait, ormas Islam dan masyarakat luas
4.         Itsbat rukyat hilal oloeh hakim  Pengadilan Tinggi Agama/Pengadilan Agama
5.      Keputusan ditetapkan dalam sidang itsbat di Departemen Agama RI
6.         Badan Hisab Rukyat (BHR) terdiri dari unsur : Departemen Agama, Pengadilan Agama, Ulama/Majelis Ulama Indonesia, Ormas Islam, Perguruan Tinggi, Badan Meteorologi dan Geofisika/Planetarium, Pemerintah Daerah/Instansi yang terkait, Tokoh/Ahli Hisab Rukyat
B.     Prosedur penerapan awal bulan
1.      Mekanisme Rukyatul Hilal
a.       Ditjen Bimas Islam Departemen Agama memerintahkan kepada Kantor wilayah Depag Provinsi dan kantor Depag Kabupaten/kota seluruh Indonesia selaku koordinator penyelenggaraan pelaksanaan rukyat di daerah masing-masing untuk malaksanakan rukyatul hilal menjelang awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.[3]
b.       Ditjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung memerintahkan kepada Pengadilan Tinggi Agama/ Syariah seluruh Indonesia sebagai tenaga ahli dan petugas menyumpah saksi rukyatul hilal untuk menyaksikan pelaksanaan rukyatul hilal
c.        Rukyatul hilal dilakukan bersama dengan Hakim Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah, instansi terkait, perwakilan ormas Islam, tokoh agama, ahli hisab rukyat dan masyarakat luas di tempat-tempat strategis atau di tempat yang dimungkinkan hilal dapat terlihat
d.      Masyarakat yang ingin melakukan rukyatul hilal agar bergabung dengan Panitia Rukyat ada Kanwil Depag Provinsi/ Kantor Depag Kabupaten/Kota di daerah masing-masing dan tidak membuat tempat rukyat sendiri tanpa sepengetahuan Kanwil Depag/Kantor Depag
e.       Laporan hasil rukyat dari panitia rukyat daerah dan masyarakat luas sesegera mungkin disampaikan kepada panitia rukyat dan Istbat awal Ramadhan, Syawal, atau Dzulhijjah di Depag RI melalui telepon (021)3812871, 34833004, 34833005, (hunting sistem) 3811642, 3811654, 3811679, dan 3811244. Fax : (021)3865291, email: bimasislam@depag.co.id
2.      Penetapan Pemerintah (Itsbat)
a)      Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004 tentang penentuan Awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah menyatakan bahwa seluruh umat islam di Indonesiawajib mentaati ketetapan Pemerintah RI tentang Penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah
b)        Madzhab Syafi’I mensyaratkan penetapan(itsbat) awal bulan qamariah khususnya awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah harus oleh Pemerintah/Qadli dan umat Islam wjib mentaatinya
c)      Madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali tidak mensyaratkan itsbat oleh Pemerintah/qadli, tetapi jika pemerintah telah menetapkannya maka umat Islam wajib mengikuti dan mentaatinya
d)      Kaidah fiqhiyah : الخلاف ويرفع ام الز حكم الحاكم  
“Keputusan Pemerintah itu mengikat(wajib dipatuhi) dan menghilangkan perbedaan pendapat”
e)      Tujuan Itsbat : mendapatkan keabsahan dan kepastian hukum, mencegah kerancuan dan keraguan sisem pelaporan, mempersatukan umat dan menghilangkan perbedaan pendapat
f)        Mekanisme Itsbat:
1)      Sidang Itsbat diawali dengan pemaparan rangkuman hasil hisab dari para ahli, posisi hilal, simulator rukyatul hilal.
2)       Setelah laporan rukyatul hilal dari seluruh Indonesia di terima, siding dilanjutkan dengan mendengarkan saran dan pendapat dari para peserta siding
3)       Hasil yang disepakati adalah yang terbaik dan mengandung maslahah dengan prinsip menjunjung tinggi musyawarah, menghormati sikap perbedaan pendapat, kebersamaan, dan demokratis
4)      Kesepakatan bersama tersebut ditetapkan sebagai keputusan pemerintah tentang penetapan tanggal 1 Ramadhan, tanggal 1 Syawal, atau tanggal 1 Dzulhijjah.
C.    Otoritas Pemerintah dan Pengaruhnya
Orang yang berhak mengabarkan berita terlihatnya hilal pada suatu tempat, tentu saja hanya dilakukan oleh orang yang berkompeten dalam ilmu perbintangan seperti munajjim dan Hasib. Pemerintah menghimpun orang-orang tersebut dari seluruh wilayah Nusantara kemudian mempertimbangkan hasil rukyat dan hisabnya sehingga menghasilkan suatu keputusan dan menetapkannya. Keputusan yang diambil Pemerintah berupaya mengakomodir semua perspektif yang semestinya dapat diterima dan diikuti oleh semua pihak, Ketetapan tersebut hukumnya mengikat kepada seluruh Warga Negara Indonesia wajib menaatinya.[4]
Untuk mengetahui upaya-upaya Pemerintah dalam  mengatasi kontroversi hisab rukyat, khususnya penentuan awal bulan, Analisis ini menggunakan bantuan materi yang bersumber dari:
Pedoman teknik rukyat : Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Tahun 2009.
Kebijakan Pemerintah tentang Hisab Rukyat : Drs.H.Mudzakir, MM, makalah Seminar Nasional Penentuan Awal Bulan Qomariah di Indonesia, merajut ukhuwah di tengah perbedaan, Yogyakarta : 27-30 September 2008
Visibilitas Hilal di Indonesia : Thomas Djamaluddin, Sebuah penelitian dalam bidang Matahari dan lingkaran Antariksa, Bandung: Lapan, 2000
Fiqh Hisab Rukyat menyatukan NU dan Muhammadiyyah dalam Penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha : Ahmad Izzuddin, Jakarta: Erlangga, 2007
Adapun keputusan-keputusan Menteri Agama tentang Hisab dan Rukyat di ambil dari :
Almanak Hisab Rukyat : Badan Hisab Rukyat Departemen Agama, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam











BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dalam upaya mengatasi perbedaan dan pertentangan yang terjadi, Pemerintah berusaha menampilkan upaya penyatuan dengan berbagai cara. Dengan menentukan kriteria, mekanisme rukyatul hilal, dan mengadakan sidang itsbat.  Dan  agar terwujud kemaslahatan ummat seperti dalam Qowaid al-Fiqhiyah :   درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
 “Mencegah pertikaian (antar golongan) lebih harus diutamakan datipada kemaslahatan (golongan tertentu saja)”
Berpijak dari ungkapan tersebut, salah satu solusinya adalah menyatukan perspektif dari berbagai interpretasi semua golongan, yang merupakan tindakan Pemerintah untuk kemaslahatan bersama. Menteri Agama dengan kaidah “hukmul hakim ilzam wa yarfa’ul khilaf” sehingga keputusan ada di tangan Pemerintah baik berdasarkan laporan kesaksian rukyat maka seluruh masyarakat Indonesia harus mematuhinya. Dengan demikian umat Islam Indonesia akan dapat serempak dalam mengawali dan mengakhiri ibadah puasa Ramadhan. Bagaimanapun keputusan Menteri Agama dalam sidang itsbat merupakan acuan yang harus ditaati oleh seluruh warga. Formulasi penyatuan perspektif  yang ditawarkan Pemerintah dengan format kekuasaan Itsbat berpeluang untuk dapat diterima oleh semua pihak, keputusan yang di ambil berupaya untuk mengakomodir semua madzhab yang semestinya dapat diterima dan diikuti oleh semua pihak.  Pada dasarnya mereka sudah menyatakan mengakui dan menerima upaya penyatuan tersebut, walaupun pada dataran realitasnya ternyata masing-masing pihak mengeluarkan keputusan sendiri-sendiri. Sehingga perbedaan itu tetap saja terjadi.





DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah: Pedoman teknik rukyat Tahun 2009
Ahmad Izzuddin,Fiqh hisab rukyat menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, Jakarta : Erlangga,2007


[1] Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
[2]Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
[3] Thomas Djamaluddin, Visibilitas Hilal di Indonesia: Sebuah penelitian dalam bidang Matahari dan lingkaran Antariksa, Bandung: Lapan, 2000
[4]H.Mudzakir, makalah kebijakan pemerintah tentang hisab rukyat yang disampaikan pada seminar Nasional penentuan awal bulan Qomariah di Indonesia, Yogyakarta: 27-30 September 2008.

Comments