BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Awal kita telah melihat bahwa aspek dari situasi menentukan
persyaratan peran bagi para pemimpin. mengenai cara perilaku manajerial beragam
antarsituasi memberikan beberapa pandangan yang berguna, tetapi ini hanyalah
sebuah pendekatan tidak langsung untuk menentukan jenis kepimpinan apa yang
optimal dalam sebuah situasi tertentu. Sebuah pendekatan yang lebih langsung
adalah menentukan bagaimana ciri atau perilaku pemimpin berhubungann dengan
indikator efektifitas kepemimpinan dalam situasi berbeda. [1]
Aspek situasi yang memperkuat atau menghapuskan pengaruh
dari ciri atau perilaku dari seorang pemimpin
disebut “variabel moderator situasional”. Teori yang menjelaskan
efektiovitas kepemimpinan dalam hal variabel moderator situasional disebut
“teori kontingensi’’ dari kepemimipinan. Jenis
teori ini sangat berguna saat
melibatkan variabel yang menghalangi untuk menjelaskan mengapa pengaruh
dari perilaku atau hasilnya beragam antarsituasi. ni meninjau lima teori
kontingensi dari kepemimpinan : teori jalur sasaran, teori pengganti pemimpin, teori berbagai-hubungan, teori kontingensi LPC (Least Preferred
Coworker) dan teori sumber daya kognitif. Setiap teori dijelaskan
secara singkat dan dievaluasi secara koseptual dan dukungan empiris.[2]
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa definisi
pendekatan Kontigensi?
2.
Bagaimanakah
parameter pendekatan Kontigensi
3.
Bagaimanakah
model kepemimpinan Kontigensi?
4. Apakah kelemahan model kepemimpinan kontigensi?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Definisi Pendekatan Kontingensi
Pendekatan kontingensi merupakan sebuah cara berfikir yang
komparatif (berdasarkan perbandingan) baru diantara teori-teori manajemen yang
telah dikenal. Manajemen kontingensi berupaya untuk melangkah keluar dari
prinsip-prinsip manajemen yang dapat diterapkan dan menuju kondisi situasional.
Salah seorang penulis manajemen kontingensi yang bernama Fred Luthans
menyatakan, “pendekatan-pendekatan tradisional dalam bidang manajemen, tidak
salah atau keliru, tetapi dewasa ini mereka tidak terlampau cocok. Terobosan
baru terhadap teori dan praktik manajemen dapat kita temukan pada pendekatan
kontingensi.” Apabila dirumuskan secara formal, pendekatan kontingensi adalah
merupakan suatu upaya untuk menentukan melalui kegiatan riset, praktik, dan
teknik manajerial mana yang paling cocok dan tepat dalam situasi-situasi
tertentu. Maka menurut pendekatan kontingensi situai-situasi yang berbeda
mengharuskan adanya reaksi manajerial yang berbeda pula.[3]
B.
Parameter Pendekatan Kontingensi
Pada bagian ujung dari
spectrum (parameter pendekatan kontingensi) teori X dan teori Y hanya memanfaatkan
dua macam faktor :[4]
a. Pekerjaan
b. Sifat manusia
sebagai parameter organisasi Raymond A. Katzell dalam sebuah makalahnya yang berjudul
“Contrasting System Work Organization”, mengemukakan adanya lima macam
parameter situasional :
a. Besar kecilnya
organisasi yang bersangkutan
c. Tingkat interaksi dan interpendansi para anggota organisasic.
Kepribadian para anggota organisasi
d. Tingkat
kongruensi atau disparitas antara tujuan organisasi dan tujuan para karyawan
organisasi yang bersangkutan
e. Siapa saja
dalam organisasi yang bersangkutan memiliki kemampuan dan motivasi yang
diperlukan untuk melaksanakan tindakan-tindakan guna mencapai sasaran
organisasi tersebut.
C. Ciri-ciri Pendekatan Kontingensi
Beberapa ilmuan manajemen tertarik pada
pemikiran kontingensi, hal itu karena merupakan sebuah kompromis yang dapat
dimanfaatkan antara pendekatan sistematik dan apa yang dapat dinamakan
perspektif situasional murni. Pendekatan sistematik kerapkali dikritik orang
karena pendekatan tersebut bersifat terlampau umum atau abstrak walaupun
pandangan situasional murni yang mengasumsi bahwa setiap situasi kehidupan
nyata memerlukan suatu pendekatan yang sangat berbeda telah dinyatakan orang
sebagai hal yang terlampau spesifik.[5]
D.
Ada tiga macam pendekatan kontingensi :[6]
1) Model kepemimpinan kontingnsi dari Friedler
2) Model tida dimensi kepemimpinan dari Reddin
3)Model
kontinum kepemimpinan dari Robert Tanenbaum dan Warren Schmidt
Penjelasan :
Penjelasan :
1) Model
kepemimpinan Friedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut
beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok
tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian
situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya.
Menurut Friedler, ada 3 faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian
situasi dan ketiga faktor ini selanjutya mempengaruhi keefektifan pemimpin.
Ketiga faktor itu adalah :
1. Hubungan antara pemimpin dan bawahan
2. Struktur tugas
3. Kekuatan posisi Penjelasan :
1.1 Menjelaskan sampai sejauh mana
pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemampuan bawahan untuk
mengikuti petunjuk pemimpin.
2.1
Menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi
didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut
dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
3.1
Menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki
pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa
memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing.
2) Model tiga
dimensi ini menghubungkan tiga kelompok gaya kepemimpinan yaitu:
a. Gaya Dasar
a. Gaya Dasar
b. Gaya Efektif Dalam satu
kesatuan
c. Gaya Tidak efektif
Kelompok Gaya Dasar
a. Separated (pemisah)
b. Dedicated (pengabdi)
c. Related (penghubung)
d. Lufegrated (terpadu)ü Kelompok Gaya Efektif
a. Bureaucrat (birokrat)
b. Benevolent autocrat (otokrat bijaksana)
c. Developer (pengembang)
d. Execlutive (eksekutif)
ü Kelompok Gaya Tidak efektif
a. Deserter (pelan)
b. Autocrat (otokrat)
c. Missionary (penganjur)
d. Compromiser (kompromis)
3) Kontinum (Robert Tanenbaum dan Warren Schmidt)
Kedua ahli ini menggambarkan gagasannya bahwa ada dua bidang
pengaruh yang ektrem :
1. Bidang pengaruh pimpinan
2. Bidang pengaruh kebebasan bawahan
1.1 ) Pemimpin menggunakan otoritas dalam gaya kepemimpinannya
2.1 ) Pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis.
E. Model Kontingensi LPC
Model
kontingentsi LPC dari fiedler (1964,1967) menjelaskan bagaimana situasi
menengahi hubungan antara efektifitas kepemimpinan dengan ukuran ciri yang
disebut ” nilai (LPC) rekan kerja yang paling tidak disukai”.[7]
F.
Nilai LPC Pemimpin
Niali
LPC ditentukan dengan meminta seorang pemimpin untuk memikirkan semua rekan
kerja lama dan yang saat ini, memilih
salah satu yang sulit bekerja sama dengan pemimpin, dan memberikan peringkat
orang ini. Pada sekumpulan skala sifat bipolar (yaitu bersahabat-tidak
bersahabat,kooperatif-tidak kooperatif,efisien-tidak efisien). Nilai LPC adalah jumlah peringkat pada skala sifat
bipolar ini. Seorang pemimpin umumnya kritis dalam memberikan peringkatbrekan
kerja yang paling tidak disukai akn memperoleh nilai LPC yang rendah, sedangkan
seorang pemimpin yannng umumnya toleran akan mendapatkan nilai LPC yang tinggi.[8]
Interpretasi
dari nilai LPC yang telah berubah
beberapa kali selama ini. Menurut interpretasi dari fiedler, nilai LPC
menunjukan hierarki motif seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang LPC-nya tinggi terutama termotivasi untuk memiliki
hubungan antarpribadi yang dekat dengan orang lain, termasuk bawahan, dan akan
bertindak dalam dcara yang suportif dan perhatian jika hubungan itu harus
diperbaiki. Keberhasilan dari sasaran tugas merupakan motif sekunder yang akan menjadi penting hanya jika
motif afiliasi telah dipenuhi oleh hubungan pribadi yang dekat dengan bawahan dan rekan sejawat.
Pemimpin yang LPC-nya rendah terutama
termotivasi oleh keberhasilan sasaran
tugas dan akan menekankan perilaku yang berorientasi tugas kapan saja
terdapat permasalahan tugas. Motif sekunder dalam membuat hubungan yang baik
dengan bawahan akan menjadi penting
hanya jika kelompok itu memiliki kinerja yang baik dan tidak ada
permasalahan tugas yang serius.
Rice
(1978) meninjau 25 tahun penelitian mengenai nilai LPC dan menyimpulkan bahwa
data tersebut mendukung interpretasi nilai-sikap yang lebih baik daripada
interpretasi hierarki motif. Yaitu, para pemimpin yang LPC-nya menghargai
keberhasilan antarpribadi. Sama halnya dengan interpretasi hierarki motif, pola
perilaku kepemimpinan Beragam sesuai situasinya. Interpretasi rice pada
dasarnya sesuai dengan interpretasi
hierarki motif dari fiedler tetapi singkat dan lebih didukung oleh beragam
jenis penelitian.
G.
Kelemahan Konseptual
Teori
kontigensi LPC memiliki beberapa kelemahan konseptul yang serius .nilai LPC
merupakan ‘’ ukuran dalam pencarian makna interpretasinya telah berubah dalam
cara tidak beraturan,dan interpretasi saat ini adalah spekulatif .nilai LPC
mungkintidak stabil seiring waktu dan bias menjadi lebih rumit dari pada yang
di perkirakan . Model tersebut bukan benar-benar sebuah teori karena tidak menjelaskan
bagaimana nilai LPC seorang pemimpin yang jelas dan fariabel yang ,mengganggu
kinerja kelompok, saat tidak adanya fariabel perilaku,model tersebut tidak
memberikan suatu bimbingan untuk melatih para pemimpin untuk bagaimana
beradaptasi dengan situasi. Jika LPC adalah cirri kepribadian yang relative
stabil ,seperti yang biasanya di asumsiakan,maka perubahan bukanlah sebuah
pilihan ,untuk memperbaiki kepemimpinan.pilihan lain adalah memilih pemimpin
agar sesuai dengan situasi ,tetapi skala LPC tidak dapat memenuhi persyaratan
untuk ,sbuah perangkat seleksi yang sah.
Pilihan akhirnya adalah mengubah situasinya agar cocok
dengan pemimpin.memang di mungkinkan untuk membuat situasi menjadi kurang atau
lebih menguntungkan agar cocok dengan nilai LPC pemimpin itu, tetapi mengurangi
keuntungan barangkali adalah kontra produktif.sebagai contoh,ide bahwa beberapa
pemimpin harus berusaha membuat hubungan pemimpin anggota jadi
memburuk(yaitu,dengan amat tidak suportif)kelihatannya tidak etis dan juga
tidak bijaksana, hal berupa,suatu perubahan yang di lakukan dalam struktur
tugas harus di pandu oleh perhatian untuk penggunaan ornag dan sumber daya
secara efisien,bukan oleh keinginan untuk membuat srtuktur tugas sebanding
dengan nilai LPC ,pemimpin itu.penilitian menyatakan bahwa memodifikasi
struktur tugas memiliki sepuluh kali
pengaruh atas kinerja kelompok seperti nilai LPC.[9]
Moel(dan kebanyakan pe nilitian) mengabaikan para
pemimpin yang LPC nya sedang,yang jumlah
nya barangkali mengalahkan para pemimpin yang LPC nya tinggi dan
rendah.penilitian menyatakan bahwa pemimpin yang LPC nya sedang adalah lebih
efektif dari pada pemimpin yang LPCnya tinggi atau rendah dalam sebagian besar
situasi (lima dalam delapan okta).barangkali karena mereka menyimbangkan
afiliasi dan perhatian akan keberhasilan secara lebih berhasil.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari model kepemimpinan kontingensi,
perilaku pemimpin yang efektif tidak berpola dari satu gaya tertentu, melainkan
dimulai dengan mempelajari situasi tertentu pada satu saat tertentu. Yang dimaksud dengan situasi tertentu adalah adanya tiga variabel
yang dijadikan dasar sebagai perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas
dan hubungan, tetapi tidak berarti bahwa tugas tidak pernah berorientasi pada
hubungan.
DAFTAR PUSTAKA
Anatan,
Lina. "Model Kontingensi Keefektifan Kepemimpinan: Kontroversi dan
Relevansi." Jurnal Manajemen 10.2 (2015).
Daryanto,
Arief, and Heny KS Daryanto. "Model kepemimpinan dan pemimpin agribisnis
di masa depan." Bogor: Institut Pertanian Bogor (2004).
Mukhyi, Muhammad Abdul., Imam Hadi
Saputro (1995). Pengantar Manajemen Umum (Untuk STIE). Jakarta: Universitas
Gunadarma.
Sutarto,Dasar-dasar Kepemimpinan
Administrasi, Gajah Mada University Press, 1986.
WawoRuntu,
Bob. "Determinan Kepemimpinan." Makara, Sosial Humaniora 7.2
(2003).
[1] Mukhyi,
Muhammad Abdul., Imam Hadi Saputro (1995). Pengantar Manajemen Umum
(Untuk STIE). Jakarta: Universitas Gunadarma. 54.
[5] Daryanto, Arief, and Heny KS Daryanto. "Model
kepemimpinan dan pemimpin agribisnis di masa depan." Bogor: Institut
Pertanian Bogor (2004). 76.
[9] Anatan, Lina. "Model Kontingensi Keefektifan
Kepemimpinan: Kontroversi dan Relevansi." Jurnal Manajemen 10.2
(2015). 45.
Comments
Post a Comment