MODEL KEPEMIMPINAN DIPLOMATIS
Oleh :
Ida Mailis
(140403104)
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH, DARUSSALAM
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diplomasi berasal dari kata
Yunani “diploun” yang berarti “melipat”. Menurut the Chamber’s Twenthieth
Century Dictionary, diplomasi adalah “the art of negotiation, especially o
treaties between states; political skill.” (seni berunding, khususnya tentang
perjanjian di antara negara-negara; keahlian politik). Di sini, yang pertama
menekankan kegiatannya sedangkan yang kedua meletakkan penekanan seni
berundingnya. Ivo D. Duchachek bependapat, “Diplomasi biasanya didefinisikan
sebagai praktek pelaksanaan politik luar negeri suatu negara dengan cara
negosiasi dengan negara lain. Tetapi diplomasi kadang-kadang dihubungkan dengan
perang. Oleh karena itulah Clausewitz, seorang filolsof Jerman, dalam
pernyataannya yang terkenal mengatakan bahwa perang merupakan kelanjutan
diplomasi melalui sarana lain.[1]
Diplomasi merupakan suatu cara
komunikasi yang dilakukan antara berbagai pihak termasuk negoisasi antara
wakil-wakil yang sudah diakui. Praktik-praktik negara semacam itu sudah melembaga
sejak dahulu dan kemudian menjelma sebagai aturan-aturan hukum internasional.
Dengan demikian, diplomasi juga merupakan cara-cara yang dilakukan oleh
pemerintah suatu negara untuk mencapai tujuannya dan memperoleh dukungan
mengenai prinsip-prinsip yang diambilnya. Itu juga merupakan suatu proses
politik untuk membina kebijakan luar negeri yang dianut dan ditujukan untuk
mempengaruhi kebijakan dan sikap pemerintah negara lain. Disamping itu,
diplomasi juga dianggap sebagai pengetahuan, mutu dan kepandaian untuk
membendung dan mengurangi adanya konflik internasional yang terjadi.
Menurut Brownlie, diplomasi
merupakan setiap cara yang diambil untuk mengadakan dan membina hubungan dan
berkomunikasi satu sama lain, atau melaksanakan transaksi politik maupun hukum
yang dalam setiap hal dilakukan melalui wakil-wakilnya yang mendapat otorisasi.
Diplomasi pada hakikatnya juga merupakan negoisasi dan hubungan antarnegara
yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah, untuk itu diperlukan suatu seni
dan kemampuan serta kepandaian untuk mempengaruhi seseorang sehingga dapat
tercapai tujuannya. Kemampuan untuk berunding itu harus dilakukan secara
maksimal agar dapat dicapai hasil yang maksimal pula dalam suatu system politik
dimana suatu perang mungkin bisa terjadi.Diplomasi pada hakikatnya merupakan kebiasaan untuk
melakukan hubungan antarnegara melalui wakil resminya dan dapat melibatkan
seluruh proses hubungan luar negeri, perumusan kebijakan termasuk
pelaksanaannya. Dalam arti yang luas, diplomasi dan politik luar negeri adalah sama. Namun,
dalam arti yang sempit, atau lebih tradisional,diplomasi itu melibatkan
cara-cara dan mekanisme, sedangkan dalam politik luar negeri ada dasar atau
tujuannya. Dalam arti yang lebih terbatas, diplomasi meliputi teknik operasioanl
dimana negara mencari kepentingan di luar yuridiksinya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah sejarah diplomasi?
2.
Apa saja tugas dan fungsi diplomasi?
3.
Bagaimanakah hakikat kepemimpinan?
4.
Bagaimanakah gaya kepemimpinan diplomatis?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Diplomasi
Diplomasi telah berlangsung dan berkembang di
india. Berdasarkan bukti tertulis yang menunjukan bahwa kegiatan diplomatik
telah berlangsung dan berkembang sejak lama Hal ini ditunjukan dari
ditemukannya referensi mengenai berbagai tipe utusan seperti duta, prahita,
palgala, suta dan sebagainya. Duta sebutkan sejak masa Regweda dan sesudahnya,
Istilah prahita digunakan pertama kali di kitab Yajurweda. Duta adalah ahli
dalam hal pengumpulan informasi mengenai kekuaan musuh, prahita merupakan
utusan yang dikirim oleh rajanya. Dalam
hal ini terlihat bahwa fungsi pada duta, yang dulunya berkerja sebagai pesan
dan utusan, telah diperluas pada periode Yajurweda dan telah dibebani tanggung
jawab baru.[2]
Pada masa setelah
Yajurweda, muncul berbagai contoh penunjukan wakil-wakil diplomatik oleh para
penguasa untuk mewakili mereka di istana satu sama lain, baik dalam waktu damai
maupun perang. Palgala dan Suta
merupakan pejabat-pejabat tinggi yang memiliki pengaruh dalam pemilihan raja,
mereka juga ditugaskan untuk membawa misi-misi diplomatik penting ke
negara-negara lain. Palgala terutama berfungsi sebagai pembawa pesan politik ke
negara-negara tetangga. Suta menjalankan sejumlah tugas seperti charioteer, penyebarluasan
informasi dan lain-lain. Dimana dibawah suta-lah institusionaliasai diplomasi
terwujud dalam sebuah departemen diplomasi dalam kerajaan kuno di India.
B. Tugas dan Fungsi
Diplomasi
Jika membicarakan tugas diplomasi
sebenarnya tidaklah terlepas dari tugas dari para pelakunya maupun
institusinya, utamanya seperti para diplomat dengan perwakilan diplomatiknya
yang berada di suatu negara sebagaimana tersebut dalam “Konvensi Wina 1961
Mengenai Hubungan Diplomatik”. Para diplomat dianggap sebagai corong
dari pemerintahanya dan saluran resmi komunikasi antara negara pengirim dan
negara penerima. Ada keyakinan bahwa berhasilnya diplomasi dari suatu
negara itu akan tergantung sekali dari bagaimana memilih para diplomatnya,
termasuk kemampuan serta kewenangannya dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini
memang terbukti dalam sejarah.[3]
Tugas utama dari diplomat adalah
menyangkut keterwakilannya (representation) dari suatu negara di negara
lain. Ada yang menganggap bahwa para duta besar itu merupakan mata dan telinga
dari negaranya. Tugas mereka mencakupi keterwakilan diplomatik, mengadakan
pertukaran nota mengenai masalah-masalah yang menyangkut kepentingan bersama,
melakukan perundingan mengenai yang bersifat strategis dan politis, melindungi
kepentingan warga negaranya di negara penerima, dan singkatnya memberikan
perlindungan serta memajukan kepentingan negara pengirim di negara penerima.
Dalam menyelesaikan pertikaian
atau permasalahan, duta besar tidak memiliki kapal perang dan tidak pula
mempunyai infanteri yang besar ataupun banteng, senjata utamanya semata-mata
hanyalah kata-kata dan kesempatan. Dalam transaksi-transaksi yang penting,
kesempatan berlalu sangat cepat. Sekali hilang maka hal itu sukar dapat
ditemukan lagi. Adalah merupakan pelanggaran yang besar untuk menghilangkan
demokrasi dari suatu kesempatan, karena kesempatan itu dapat menghilangkan
oligarki dan otokarsi. Menurut sistem itu, tindakan dapat diambil dengan cepat
dan hanya meminta dengan kata.
Aspek lain dalam Konvensi Wina
1961 yang menyangkut diplomasi adalah perundingan (negotiation) yang
dilakukan dengan pemerintah negara penerima. Perundingan dapat timbul karena
adanya sesuatu masalah yang berkaitan dengan perdagangan, komunikasi atau
mengenai masalah militer. Demikian juga perundingan itu bisa dilakukan karena
adanya tuntutan negaranya tehadap negara penerima atau sebaliknya.
Menurut Hans J. Morgenthau tugas
diplomasi dapat dibagi dalam empat pokok:
1.
Diplomasi harus membentuk tujuan
dalam rangka kekuatan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan tersebut. Suatu
negara yang ingin menciptakan tujuan-tujuannya yang belum dicapai haruslah
berhadapan dengan suatu risiko untuk perang. Karena itu diperlukan suksesnya
diplomasi untuk mencoba mendapatkan tujuannya tersebut sesuai dengan kekuatannya.
2.
Di samping melakukan penilaian
tentang tujuan-tujuannya dan kekuatannya sendiri, diplomasi juga harus
mengadakan penilaian tujuan dan kekuatan dari negara-negara lainnya. Didalam
hal ini, sesuatu negara haruslah menghadapi resiko akan terjadinya peperangan,
apabila diplomasi yang dilakukannya itu salah dalam menilai mengenai tujuan dan
kekuatan negara-negara lainnya.
3.
Diplomasi haruslah menentukan
dalam hal apa perbedaan dalam tujuan-tujuan itu dapat cocok satu sama lain.
Diplomasi harus dilihat apakah kepentingan negaranya sendiri dengan negara lain
cocok. Jika jawabannya “tidak”, maka harus dicari jalan keluar untuk merujukkan
kepentingan-kepentingan tersebut.
4.
Diplomasi harus menggunakan
cara-cara yang pantas dan sesuai seperti kompromi, bujukan dan bahkan
kadang-kadang ancaman kekerasan untuk mencapai tujuan-tujuannya.
C. Hakikat Kepemimpinan
Hakikat Pemimpin “Pemimpin pada hakikatnya
adalah seorang yang mempunyai kemampuanuntuk memepengaruhi perilaku orang lain
di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan.”[2] Dalam kegiatannya bahwa
pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkandan mempengaruhi bawahannya
sehubungan dengan tugas-tugas yangharus dilaksanakan. Pada tahap pemberian
tugas pemimpin harusmemberikan suara arahan dan bimbingan yang jelas, agar
bawahan dalammelaksanakan tugasnya dapat dengan mudah dan hasil yang dicapai
sesuaidengan tujuan yang telah ditetapkan.Dengan demikian kepemimpinan mencakup
distribusi kekuasaan yang tidaksama di antara pemimpin dan anggotanya. Pemimpin
mempunyai wewenanguntuk mengarahkan anggota dan juga dapat memberikan pengaruh,
dengankata lain para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa
yangharus dilakukan, tetapi juga dapat mempengnaruhi bagaimana
bawahanmelaksanakan perintahnya. Sehingga
terjalin suatu hubungan sosial yangsaling berinteraksi antara pemimpin dengan
bawahan, yang akhirnya tejadisuatu hubungan timbal balik. Oleh sebab itu bahwa
pemimpin diharapakanmemiliki kemampuan dalam menjalankan kepemimpinannya,
kareana apabilatidak memiliki kemampuan untuk memimpin, maka tujuan yang ingin
dicapaitidak akan dapat tercapai secara maksimal.[4]
Pengetian kepemimpinan Menurut Keating, kepemimpinan adalah
merupakan suatu proses atausekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan.
Stoner, kepemimpinanadalah proses mengarahkan dan memengaruhi aktivitas yang
berkaitandengan pekerjaan anggota kelompok. Ada tiga implikasi penting dari
definisitersebut :Pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain –bawahan
ataupengikut. Kesediaan meruntuk menerima pengarahan dari pemimpin, paraanggota
kelompok membantu menentukan status kedudukan pemimpin danmembuat proses dan membuat
proses kepemimpinan dapat berjalan. Tanpabawahan, semua kualitas kepemimpinan
sesorang akan menjadi tidakrelevan.Kedua, kepemimpinan menyangkut suatu
pembagian kekusaan yangtidak seimbang diantara para pemimpin dan anggota
kelompok. Parapemimpin mempunyai wewenang untuk mengaragkan berbagai kegiatan
paraanggota kelompok, tetapi para anggota kelompol tidak dapat
mengarahkankegiatankegiatan pemimpin secara langsung, meskipun dapat juga
melalusejumlah cara secara tidak langsung.Ketiga, selain dapat memberikan
pengarahan kepada para bawahanatau pengikut, pemimpin juga dapat mempergunkan
pengaruh. Dengan katalain, para pemimpin tidak hanya dapat memrinttah bawahan
apa yang harusdilakukan tetapi juga dapat mempengaruhi bagaimana
bawahanmelaksanakan perintahnya. Sebagai contoh, seorang manajer
daoatmengarahkan seorang bawahan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu,tetapi
di juga dapat mempengarui bawahan dalam menentukan carabagaimana tugas itu
dilakasanakan dengan tepat.
D. Gaya Kepemimpinan Diplomatis
Kelebihan gaya kepemimpinan diplomatis ini ada di penempatan
perspektifnya. Banyak orang seringkali melihat dari satu sisi, yaitu sisi
keuntungan dirinya. Sisanya, melihat dari sisi keuntungan lawannya. Hanya
pemimpin dengan kepribadian putih ini yang bisa melihat kedua sisi, dengan
jelas! Apa yang menguntungkan dirinya, dan juga menguntungkan lawannya. Dalam
bahasa sederhana, diplomator yang ulung, atau win-win solution.[5]
Kesabaran dan kepasifan adalah kelemahan pemimpin dengan
gaya diplomatis ini. Umumnya, mereka sangat sabar dan sanggup menerima tekanan.
Namun kesabarannya ini bisa sangat – sangat keterlaluan. Mereka bisa menerima
perlakuan yang tidak menyengangkan tersebut, tetapi pengikut-pengikutnya tidak.
Dan seringkali hal inilah yang membuat para pengikutnya meninggalkan si
pemimpin.Gaya kepemimpinan diplomatis ini akan efektif bila :
1. Berjuang untuk berubah. Anda
harus berprinsip, “Mereka yang tidak bergerak berarti mati!”
2. Hidup ini tidak selalu win-win
solution. Ada kalanya terjadi win-loss solution. Pihak yang kalah
tidak harus selalu anda !
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepemimpinan terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
1. Orang-orang yang dapat mempengaruhi orang
lain (Power-ability to influence).
2. Orang-orang yang dapat pengaruh (Follower)
3. Adanya maksud-maksud dan tujuan yang hendak
dicapai (Appropiate).
4.
Adanya serangkaian tindakan tertentu untuk mempengaruhi dalam mencapai maksud
dan tujuan tertentu.
Pemimpin
yang menggunakan gaya diplomatik adalah seorang manipulator,artinya ia
melaksanakan kepemimpinannya supaya menjadi pusat perhatian para anggota
kelompoknya. Pemimpin yang diplomatis cenderung untuk sedikit menggunakan
kontrol atau setidaknya lebih halus dalam memakai kontrol tersebut dan lebih
luwes dibanding pemimpin authoritarian. Ia tidak terpaku terhadap satu aturan
khusus dan karenanya lebih bebas untuk menggunakan strategi-strategi tertentu
guna memanipulasi orang lain. Dengan demikian, pemimpin diplomatik terbuka
dengan adanya sarana dan umpan balik yang demokratis dari anggota kelompoknya.
DAFTAR PUSTAKA
Kartasasmita,
giandi. "Diplomasi Komersial Indonesia Ke Belanda Masa Kepemimpinan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)." research
report-humanities and social science 2 (2016).
Paramita, patricia
dhiana. "Gaya Kepemimpinan (Style Of Leadership) Yang Efektif Dalam
Suatu Organisasi." dinamika sains 9.21 (2011).
Permana,
alfandaru gandar. "Gaya Kepemimpinan Mohammad Hattatahun 1945-1956."
(2015).
Suparto,
s. Adi. "Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Dalam Manajemen
Konflik Dengan Pendekatan Kecerdasan Emosional Pada Satuan Pendidikan Dasar."
jurnal diktika 2.1 (2007): 79-86.
Wijayanti,
f. X. Analisis gaya kepemimpinan pemimpin wanita dalam bidang konstruksi.
Diss. Uajy, 2000.
[1]Suparto, s. Adi. "Kepemimpinan
Transformasional Kepala Sekolah Dalam Manajemen Konflik Dengan Pendekatan
Kecerdasan Emosional Pada Satuan Pendidikan Dasar." jurnal diktika 2.1
(2007): 79-86.
[2]Paramita, patricia dhiana. "Gaya Kepemimpinan (Style
Of Leadership) Yang Efektif Dalam Suatu Organisasi." dinamika sains
9.21 (2011). 43.
[3]Wijayanti, f. X. Analisis gaya kepemimpinan pemimpin
wanita dalam bidang konstruksi. Diss. Uajy, 2000. 55.
[5]Kartasasmita, giandi. "Diplomasi Komersial Indonesia
Ke Belanda Masa Kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)."
research report-humanities and social science 2 (2016). 76.
Comments
Post a Comment