Faktor
Yang Mempengaruhi Keberhasilan dan Kegagalan Pemimpin
Keberhasilan atau kegagalan
dari hasil kepemimpinan seseorang dapat diukur atau ditandai oleh empat hal,
yaitu : moril, disiplin, jiwa korsa (esprit de corps), dan kecakapan.
1. Moril : moril adalah keadaan jiwa dan emosi seseorang yang mempengaruhi kemauan untuk melaksanakan tugas dan akan mempengaruhi hasil pelaksanaan tugas perorangan maupun organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi moril adalah : 1). kepemimpinan atasan. 2). kepercayaan dan keyakinan akan kebenaran. 3). penghargaan atas penyelesaian tugas. 4). solidaritas dan kebanggaan organisasi. 5). pendidikan dan latihan. 6). kesejahteraan dan rekreasi. 7). kesempatan untuk mengembangkan bakat. 8). struktur organisasi. 9). pengaruh dari luar.
2. Disiplin : disiplin adalah ketaatan tanpa ragu-ragu dan tulus ikhlas terhadap perintah atau petunjuk atasan serta peraturan yang berlaku. Disiplin yang terbaik adalah disiplin yang didasarkan oleh disiplin pribadi. Cara-cara untuk memelihara dan meningkat disiplin : 1). Menetapkan peraturan kedinasan secara jelas dan tegas. 2). Menentukan tingkat dan ukuran kemampuan. 3). Bersikap loyal. 4). Menciptakan kegiatan atas dasar persaingan yang sehat. 5). Menyelenggarakan komunikasi secara terbuka. 6). Menghilangkan hal-hal yang dapat membuat bawahan tersinggung, kecewa dan frustasi. 7). Menganalisa peraturan dan kebijaksanaan yang berlaku agar tetap mutakhir dan menghapus yang sudah tidak sesuai lagi. 8). Melaksanakan reward and punishment.
3. Jiwa korsa : jiwa korsa adalah loyalitas, kebanggan dan antusiasme yang tertanam pada anggota termasuk pimpinannya terhadap organisasinya. Dalam suatu organisasi yang mempunyai jiwa korsa yang tinggi, rasa ketidakpuasan bawahan dapat dipadamkan oleh semangat organisasi. Ciri jiwa korsa yang baik adalah : 1). Antusiasme dan rasa kebanggan segenap anggota terhadap organisasinya. 2). Reputasi yang baik terhadap organisasi lain. 3). Semangat persaingan secara sehat dan bermutu. 4). Adanya kemauan anggota untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. 5). Kesediaan anggota untuk saling menolong.
4. Kecakapan : kecakapan adalah kepandaian melaksanakan tugas dengan hasil yang baik dalam waktu yang singkat dengan menggunakan tenaga dan sarana yang seefisien mungkin serta berlangsung dengan tertib. Pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki pimpinan dapat diperoleh dari pendidikan, pelatihan, inisiatif dan pengembangan pribadi serta pengalaman tugas.
Setiap pemimpin perlu menentukan corak dan gaya kepemimpinannya agar nampak seni kepemimpinannya dalam memimpin. Corak dan gaya kepemimpinan dapat terlihat dari sikap pemimpin, yaitu sebagai : Pemimpin, Guru, Pembina, Bapak dan Teman Seperjuangan.
1. Moril : moril adalah keadaan jiwa dan emosi seseorang yang mempengaruhi kemauan untuk melaksanakan tugas dan akan mempengaruhi hasil pelaksanaan tugas perorangan maupun organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi moril adalah : 1). kepemimpinan atasan. 2). kepercayaan dan keyakinan akan kebenaran. 3). penghargaan atas penyelesaian tugas. 4). solidaritas dan kebanggaan organisasi. 5). pendidikan dan latihan. 6). kesejahteraan dan rekreasi. 7). kesempatan untuk mengembangkan bakat. 8). struktur organisasi. 9). pengaruh dari luar.
2. Disiplin : disiplin adalah ketaatan tanpa ragu-ragu dan tulus ikhlas terhadap perintah atau petunjuk atasan serta peraturan yang berlaku. Disiplin yang terbaik adalah disiplin yang didasarkan oleh disiplin pribadi. Cara-cara untuk memelihara dan meningkat disiplin : 1). Menetapkan peraturan kedinasan secara jelas dan tegas. 2). Menentukan tingkat dan ukuran kemampuan. 3). Bersikap loyal. 4). Menciptakan kegiatan atas dasar persaingan yang sehat. 5). Menyelenggarakan komunikasi secara terbuka. 6). Menghilangkan hal-hal yang dapat membuat bawahan tersinggung, kecewa dan frustasi. 7). Menganalisa peraturan dan kebijaksanaan yang berlaku agar tetap mutakhir dan menghapus yang sudah tidak sesuai lagi. 8). Melaksanakan reward and punishment.
3. Jiwa korsa : jiwa korsa adalah loyalitas, kebanggan dan antusiasme yang tertanam pada anggota termasuk pimpinannya terhadap organisasinya. Dalam suatu organisasi yang mempunyai jiwa korsa yang tinggi, rasa ketidakpuasan bawahan dapat dipadamkan oleh semangat organisasi. Ciri jiwa korsa yang baik adalah : 1). Antusiasme dan rasa kebanggan segenap anggota terhadap organisasinya. 2). Reputasi yang baik terhadap organisasi lain. 3). Semangat persaingan secara sehat dan bermutu. 4). Adanya kemauan anggota untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. 5). Kesediaan anggota untuk saling menolong.
4. Kecakapan : kecakapan adalah kepandaian melaksanakan tugas dengan hasil yang baik dalam waktu yang singkat dengan menggunakan tenaga dan sarana yang seefisien mungkin serta berlangsung dengan tertib. Pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki pimpinan dapat diperoleh dari pendidikan, pelatihan, inisiatif dan pengembangan pribadi serta pengalaman tugas.
Setiap pemimpin perlu menentukan corak dan gaya kepemimpinannya agar nampak seni kepemimpinannya dalam memimpin. Corak dan gaya kepemimpinan dapat terlihat dari sikap pemimpin, yaitu sebagai : Pemimpin, Guru, Pembina, Bapak dan Teman Seperjuangan.
- Sebagai Pemimpin. Pemimpin harus
mampu memberikan bimbingan/tuntunan yang diperlukan serta senantiasa
menjadi contoh dan teladan dalamperkataan, perbuatan, menimbulkan dan
memelihara kewibawaan serta mampu melahirkan Pemimpin baru.
- Sebagai Guru. Pemimpin harus
berusaha meningkatkan kemampuan, ketrampilan dan pengetahuan anggotanya
baik perorangan maupun dalam hubungan kelompok. Memiliki kesabaran dan
ketenangan dalam mendidik dan melatih.
- Sebagai Pembina. Pemimpin
senantiasa berusaha agar organisasi dalam melaksanakan tugasnya selalu
berhasil guna dan berdaya guna. Dalam usaha pembinaan selalu diarahkan
kepada peningkatan dan pemeliharaan unsur personil, materil dan kemampuan
operasionalnya. Selain itu pemimpin harus menguasai makna fungsi pembinaan
yang meliputi perencanaan, penyusunan, pengarahan dan pengawasan.
- Sebagai Bapak. Pemimpin harus
berperilaku sederhana, mengenal setiap anggota bawahan, bersikap terbuka
dan ramah, mengayomi, bijaksana tetapi tegas, adil, mendorong dan berusaha
meningkatkan kesejahteraan anggota bawahan baik materiel maupun spirituil.
- Sebagai Teman Seperjuangan. Dalam
keadaan suka dan duka, pemimpin dan bawahan merasa senasib sepenanggungan
dan saling membantu, serta bersedia berkorban demi kepentingan bersama.
related:
- Konsep Kepemimpinan Dalam Islam
- Faktor Yang Mempengaruhi
Keberhasilan dan Kegagalan Pemimpin
- Wilayah Konsep Kepemimpinan
Dalam Islam
Daftar Pustaka
Al-Mawardi, 2000. Ahkam al-Shulthaniyah fi al-Wilayat al-Diniyah. Jakarta: Darul Falah.
Amirudin, Hasbi, 2000. Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman. Yogyakarta;UII Press.
Ibnu Taimiyah, 1998. Siyasah Syar`iyah, Etika Politik Islam. Surabaya: Risalah Gusti.
Moten, Abdul Rasyid dan Syed Sirajul Islam, 2005. Introduction to Political Science. Australia: Thompson.
Rizwan Haji Ali, M, 2001. Pemberontakan terhadap Negara Islam dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi Sarjana. Lhokseumawe: STAI Malikussaleh.
Salim, Abdul Muin, 2002. Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur`an. Jakarta: Rajawali Press.
Tansey, Stephen D, 1995. Politics: The Basics. London: Routledge.
Thaib, Lukman, 2001. Politik menurut Perspektif Islam. Selangor DE: Sinergymate, sdn.bhd.
Yusuf Musa, Muhammad, 1988. Organisasi Negara Menurut Islam. Banda Aceh: Proyek Penterjemahan MUI Prop. D.I. Aceh).
Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, 1993, Kepemimpinan dalam Islam, UGM Pres, Yogyakarta
Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, 1995, Kepemimpinan Yang Efektif, UGM. Cet. II, Yogyakarta.
Frances Hesselbern, Marshall Gold Smith, Richard Beckhard (ed), 1997, The Leader Of The Future, Pemimpin Masa Depan, alih bahasa: Drs. Bob Widyahartono, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Hans Antlov dan Sven Cederroth, 2001, Kepemimpinan Jawa, (Perintah Halus, Pemerintahan Otoriter) Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Drs. Adam Ibrahim Indrawijaya, MPA & Dra. Hj. Wahyu Suprapti, MM., 2001, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Lembaga Administrasi Negara.RI. Jakarta.
Dra. Hj. Sri Murtini, MPA & Drg. Judianto, M.Ph., 2001, Kepemimpinan Di Alam Terbuka, Lembaga Administrasi Negara. R.I. Jakarta.
Bernardine R. Wirjana, M.S.W. & Prof. Dr. Susilo Supardo, M.Hum. 2002, Kepemimpinan (Dasar-dasar dan Pengembangannya), ANDI, Yogyakarta.
Al-Mawardi, 2000. Ahkam al-Shulthaniyah fi al-Wilayat al-Diniyah. Jakarta: Darul Falah.
Amirudin, Hasbi, 2000. Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman. Yogyakarta;UII Press.
Ibnu Taimiyah, 1998. Siyasah Syar`iyah, Etika Politik Islam. Surabaya: Risalah Gusti.
Moten, Abdul Rasyid dan Syed Sirajul Islam, 2005. Introduction to Political Science. Australia: Thompson.
Rizwan Haji Ali, M, 2001. Pemberontakan terhadap Negara Islam dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi Sarjana. Lhokseumawe: STAI Malikussaleh.
Salim, Abdul Muin, 2002. Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur`an. Jakarta: Rajawali Press.
Tansey, Stephen D, 1995. Politics: The Basics. London: Routledge.
Thaib, Lukman, 2001. Politik menurut Perspektif Islam. Selangor DE: Sinergymate, sdn.bhd.
Yusuf Musa, Muhammad, 1988. Organisasi Negara Menurut Islam. Banda Aceh: Proyek Penterjemahan MUI Prop. D.I. Aceh).
Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, 1993, Kepemimpinan dalam Islam, UGM Pres, Yogyakarta
Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, 1995, Kepemimpinan Yang Efektif, UGM. Cet. II, Yogyakarta.
Frances Hesselbern, Marshall Gold Smith, Richard Beckhard (ed), 1997, The Leader Of The Future, Pemimpin Masa Depan, alih bahasa: Drs. Bob Widyahartono, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Hans Antlov dan Sven Cederroth, 2001, Kepemimpinan Jawa, (Perintah Halus, Pemerintahan Otoriter) Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Drs. Adam Ibrahim Indrawijaya, MPA & Dra. Hj. Wahyu Suprapti, MM., 2001, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Lembaga Administrasi Negara.RI. Jakarta.
Dra. Hj. Sri Murtini, MPA & Drg. Judianto, M.Ph., 2001, Kepemimpinan Di Alam Terbuka, Lembaga Administrasi Negara. R.I. Jakarta.
Bernardine R. Wirjana, M.S.W. & Prof. Dr. Susilo Supardo, M.Hum. 2002, Kepemimpinan (Dasar-dasar dan Pengembangannya), ANDI, Yogyakarta.
- See more at: http://elmubarok.blogspot.co.id/2009/12/faktor-yang-mempengaruhi-keberhasilan.html#sthash.hQ6IF2sU.dpuf
Kepemimpinan adalah salah satu unsur penting dalam kita belajar
berdemokrasi. Yang terpenting malah, tapi barangkali kita yang paling abai
terhadapnya. Kepemimpinan bukanlah sekedar mendudukkan seseorang pada jabatan
tertinggi dalam sebuah organisasi. Sebagai ketua partai, sebagai ketua
parlemen, ketua lembaga yudikatif, dan sebagai presiden. Kepemimpinan adalah
perkara mewujudkan amanah yang dibebankan orang banyak ke pundak seseorang atau
beberapa orang. Kepemimpinan adalah ihwal keberanian memutus dengan penglihatan
yang tajam ke masa depan.
Bila demikian, sesudah 16 tahun sejak turunnya Soeharto, apakah
kita telah memilih pemimpin-pemimpin yang tepat bagi negeri ini? Apakah kita
telah menetapkan pemimpin yang waskita dan sanggup menunjukkan arah semestinya
yang harus kita tuju? Dan sekaligus membawa bangsa ini menuju ke sana? Jika
“belum” adalah jawaban yang paling layak diberikan atas pertanyaan itu,
bukanlah penistaan, melainkan karena zaman menuntut jenis kepemimpinan dengan
standar yang lebih tinggi dari masa lampau.
Sebagaimana dimanifestasikan oleh beragam persoalan yang muncul
dalam masyarakat, kita sebagai bangsa sesungguhnya tengah menghadapi “kegagalan
kepemimpinan”. Sebagai bangsa, kita bergerak mirip orkestra tanpa dirijen yang
piawai, yang lebih kerap keliru memberi aba-aba. Buahnya: seorang penabuh
memukul perkusi tidak pada saat yang tepat, seorang peniup melengkingkan flute
di saat seluruh instrumen mesti jeda.
Kegagalan kepemimpinan berpangkal pada tidak diperlakukannya
mandat yang diamanahkan oleh rakyat sebagai fondasi terpenting dalam memimpin.
Keraguan dalam mengambil keputusan dan tindakan adalah contoh paling gamblang bahwa
dukungan rakyat diletakkan di bawah dukungan politik partai-partai dan,
terutama, para elitenya. Pemimpin seperti ini lupa bahwa jika ia bertindak
dengan berani karena benar, rakyat akan mendukung. Sayangnya, kalkulasi politik
jadi pertimbangan utama dalam memutus suatu perkara.
Kegagalan kepemimpinan lahir dari ketiadaan imajinasi. Pernahkah
kita membayangkan Indonesia yang bebas dari korupsi? Pernahkah kita
membayangkan Indonesia yang bebas dari kemiskinan? Pernahkah kita membayangkan
Indonesia yang bebas dari kekerasan? Kepemimpinan yang gagal tidak mampu
meletakkan seluruh imajinasi itu di dalam konteks masa kini: ihwal apa yang
mesti dikerjakan demi sebuah masa depan yang cemerlang. Jangkauan pikiran yang
pendek (kepentingan politik sesaat, rasa aman dari gangguan, dan sejenisnya)
akan menyumbat kreativitas.
Alangkah malangnya. Oleh sebab kegagalan kepemimpinan, mestikah
kita tak sanggup membayangkan kemungkinan-kemungkinan positif dan optimistis di
tengah kekacauan ini? Mengapa kita tak berani berimajinasi tentang
pilihan-pilihan lain dalam cara kita memandang persoalan, menyelesaikannya, dan
menyerah pada cara-cara yang telah terbukti tumpul dan berlarut-larut?
Kegagalan kepemimpinan lahir dari kepercayaan bahwa cara-cara yang telah
terbukti tumpul adalah jalan yang benar. Alangkah malangnya bila kita
tersandera oleh kejumudan. Betapa banyak energi yang seharusnya bermanfaat
untuk mengurus rakyat yang telah memberi amanah dikuras untuk memuaskan hasrat
segelintir orang.
Kegagalan kepemimpinan sungguh tidak terhindarkan tatkala pisau
yang majal tetap digunakan, sistem yang bobrok sekedar diganti suku cadangnya,
dan para pemimpin bersembunyi di balik semua itu. Sungguh keliru kita, atau
barangkali naïf belaka, bila kita tetap percaya kepemimpinan serupa itu sanggup
mengentaskan kita dari segala karut-marut ini.
Reformasi adalah kosakata yang kita pilih sebagai cerminan
respons kita terhadap kekisruhan yang mesti dibenahi. Tapi reformasi adalah
kata yang perlahan, bukan yang bergegas. Di dalamnya terkandung semangat yang
kurang radikal dalam memandang soal korupsi, kemiskinan, dan kekerasan.
Reformasi adalah gerak maju yang terseok-seok lantaran kita kerap mengerem
langkah oleh karena keraguan, kegamangan, dan keengganan kita untuk berubah;
juga lantaran belitan kepentingan sendiri.
Kegagalan kepemimpinan lahir dari semangat yang perlahan, bukan
bergegas. Sayangnya, kita telanjur ngeri mendengar, apa lagi memakai, kata
revolusi. Sebab, revolusi dibayangkan sebagai darah yang tumpah. Kita lupa,
barangkali, bahwa mencabut pohon hingga ke akar adalah revolusi. Bila fundamen
yang menjadi alas masyarakat dan bangsa telah keropos, mengapa dipertahankan
dengan menambal-sulam, dan bukan menggantinya dengan fundamen yang baru?
Lee Kuan Yew adalah seorang revolusioner yang merobohkan
sendi-sendi masyarakatnya dan membangun di atas fondasi yang baru. Hingga,
akhirnya, lahirlah Singapura modern seperti yang kita kenal sekarang. Revolusi
adalah upaya mengikis habis akar-akar busuk yang membikin pohon bangsa tumbuh
kerdil, yang merampas hak daun untuk tumbuh lebat, yang meringkus aliran gizi
dari tanah dan menghalangi pohon untuk berbuah lezat. Revolusi tidak diniatkan
untuk menebarkan kebencian, kemarahan, dendam, dan pertumpahan darah. Revolusi,
seperti dilakukan oleh Ibrahim dan Muhammad, adalah ikhtiar menggulingkan
pikiran lama dan menggantinya dengan pikiran baru, mental lama dengan mental
baru.
Reformasi yang kita jalankan tidak akan sanggup mengikis
korupsi, menggusur kemiskinan, dan meniadakan kekerasan, sebab pikiran lama tak
akan sukarela menyerahkan mahkotanya. Pikiran lama ialah pikiran yang
mengabaikan imajinasi, yang menidakkan impian-impian besar, yang menafikan
angan jauh ke depan. Pikiran lama hanya menjangkau jarak yang pendek. Tapi,
revolusi harus dimulai dari dalam diri orang-orang yang mendengungkannya.
Ketika ia gagal merevolusi dirinya sendiri terlebih dulu, kata itu akan terbang
lepas ke udara. ***
MODEL
KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakanga. Pengertian
Pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi orang lain agar dapat berbuat sesuai dengan kemauan yang dikehendakinya. Dengan kata lain pemimpin adalah orang yang sanggup membawa orang lain menuju kepada tujuan yang dikehendakinya. Banyak teori tentang pemimpin dan kepemimpinan (leadership), namun teori tersebut pada intinya adalah sebagai seni mempengaruhi orang lain.
Wahab Abdul Kadir mendefinisikan pemimpin adalah orang yang memiliki kesanggupan mempengaruhi, memberi contoh, mengarahkan orang lain atau suatu kelompok untuk mencapai tujuan baik formal maupun non formal[1]
Pemimpin juga diartikan sebagai seseorang yang berkemapuan mengarahkan pengikut-pengikutnya untuk bekerja bersama dengan kepercayaan serta tekun mengerjakan tugas-tugas yang diberikannya.[2]
Memimpin adalah sebuah aksi mengajak sehingga memunculkan interaksi dalam struktur sebagai bagian dari proses pemecahan masalah bersama.
Pada hakekatnya setiap manusia pada hakekatnya adalah pemimpin, paling tidak ia sebagai pemimpin dirinya sendiri. Hati adalah pemimpin di dalam tubuh manusia, sebab segala sesuatu yang yang manusia perbuat adalah berdasar petunjuk dan kemauan hati nurani.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya : “Setaip kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan
diminta pertanggungjawaban pada orang yang dipimpinnya.”Dari hadits tersebut tampak bahwa setiap jiwa manusia itu akan diminta pertanggungjawaban atas segala aktifitas hidupnya selama di dunia ini. Bahkan seeorang akan ditanya masing-masing anggota tubuhnya nanti di hari pengadilah sementara mulut itu membisu.
Firman Allah:
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ﴿٦٥﴾
Artinya : “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah
kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa
yang dahulu mereka usahakan” (Q.S. Yasin : 65)b. Pembatasan dan perumusan masalah:
Setelah mendefinisikan tentang pemimpin, maka penulis hanya akan membatasi pada model-model atau tipe-tipe kepemimpinan di sekolah. Dimana hal ini sangat penting bagi praktisi pendidikan tentang bagimana seharusnya mereka bersikap, karena ditangan pemimpinlah sebuah organisasi akan maju atau mundur.
Adapun masalah yang akan kami angkat adalah :
1. Model-model apakah yang ada pada teori kepemimpinan?
2. Bagaimana model-model itu harus diterapkan di lembaga pendidikan?
3. Bagaimanakah seorang pemimpin bisa menerapkan model-model
kepemimpinan?
4. Bagaimana kepemiminan dalam Islam?
BAB II
MODEL-MODEL KEPEMIMPINAN
PENDIDIKAN ISLAM
Dalam perkembangan studi tentang kepemimpinan, ada beberapa
pendapat dan penelitia. Husaini Usman dalam bukunya Manajemen Teori Praktik Dan Riset
Pendidikan, membaginya dalam dua bagian, yaitu Kepemimpinan Klasik dan
Kepemimpinan Modern.A. Kepemimpinan Klasik.
1. Taylor (1911)
– Cara terbaik untuk meningkatkan
hasil kerja adalah dengan meningkatkan teknik atau metode kerja akibatnya
anusia dianggap sebagai mesin.– Manusia untuk manajemen bukan manajemen untuk manusia
– Fungsi pemimpin adalah menetapkan dan menerapkan kriteria prestasi untuk mencapai tujuan.
– Fokus pemimpin adalah pada kebutuhan kerja.
2. Model Mayo (1920)
– Selain mencari teknik atau metode kerja terbaik, juga harus memperhatikan perasaandan hubungan manusiawi yang baik.
– pusat kekuasaan adalah hubungan pribadu dalam unit-unit kerja
– fungsi pemimpin adalah memudahkan pencapaian tujuan anggota secara kooperatif dan mengembangkan pribadinya.
1. Studi Iowa (1930)
– Otoriter dimana pemimpin bertindak secara
direktif, selalu mengarahkan dan tidak memberikan kesempatan bertanya pada
bawahannya.– Demokratis yang mendorong kelompoknya untuk berdiskusi, berpartisipasi dan menghargai pendapat orang lain, siap berbeda dan perbedaan untuk tidak dipertaentangkan.
– Laize faire dimana pemimpin memberikan kebebasan mutlak kepada kelompoknya.
d. Studi Ohio (1945)
Dalam penelitian ini, muncul empat gaya kepemimpinan sebagai berikut:
Tinggi
|
Struktur Rendah Perhatian Tinggi
Pemimpin mendorong hubungan kerjasama harmonis dan kepuasan dengan
kebutuhan ssosial anggota kelompok |
Struktur Tinggi Perhatian Tinggi
Pemimpin mendorong mencapai keseimbangan pelaksanaan tugas dan
pemeliharaan hubungan kelompok yang bersahabat |
||||||
Struktur Rendah Perhatian Rendah
Pemimpin menarik diri dan menempati perasaan pasif.Pemimpin membiarkan sejadinya |
Struktur Tinggi Perhatian Rendah
Pemipin memusatkan perhatian hanya kepada tugasPerhatian pada kerja tidak penting |
e. Studi Michigan (1947)
– Kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan, akan mementingkan hubungan pekerja dan menganggap setiap pekerja penting.
– Kepemimpinan yang berorientasi pada produksi, menekankan pentingnya produksi sebagai aspek teknik kerja. Pada gaya ini pekerja dianggap sebagai alat mencapai tujuan organisasi.
B. Kepemimpinan Modern.
1. Likert (1961), merumuskan sistem kepemimpinan, yaitu :
– Exploitative Authoritative (otoriter memeras), pada gaya ini bawahan harus bekerja keras untuk mencapai hasil dan jika gagal akan mendapat ancaman dan hukuman.
– Benevolent autoritative, (otoriter yang bijak), pada gaya ini pemimpin menentukan perintah dan bawahan memiliki kebebasan memberi tanggapan terhadap perintahnya.
– Consultative (konsultatif), pemimpin menetapkansasaran tugas dan memebrikan perintahnya setelah mendiskusikan hal tersebut pada bawahannya. Bawahan dapat mengambil keputusan sendiri sesuai tugasnya, namun keputusan penting ada di tingkat atas. Hukuman dan ancaman digunakan untuk motivasi bawahan. Bawahan dipercaya dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
– Paticipative (partisipatif), Sasaran tugas dan keputusan dibuat oleh kelompok. Jika pemimpin mengambil keputusan maka keputusan diambil setelah memperhatikan pendapat kelompok. Hubungan antar pemimpin bawahan terbuka, bersahabat dan saling percaya.
2. Reddin ( 1969),
– Eksekutif : pemimpin disebut sebagai motivator yang baik, mampu dan mau menetapkan standar kerja yang tinggi, mengenal perbedaan individu dan menggunakan kerja tim.
– Developer (Pecinta pengembangan): Pemimpin memiliki kepercayaan implisit terhadap orang yang bekerja dalam organisasinya dan sangat memperhatikan pengembangan individu.
– Otokratis yang baik hati : pemimpin mengetahui secara tepat yang diinginkannya dan cara mencapainya tanpa menimbulkkan keengganan pada bawahannya.
– Birokrat : pemimpin sangat tertarik pada aturan dan mengontrol pelaksanannya secara teliti.
– Pecinta Kompromi: pemimpin pada gaya ini merupakan pembuat keputusan yang jelek karena banyak tekanan bawahan yang mempengaruhinya.
– Missionari : Pemimipin hanya menilai keharmonisan sebagai tujuan dirinya sendiri.
– Otokrat : Pemimpin tidak percaya pada orang lain, tidak menyenagkan dan hanya tertarik pada pekerjaan yang cepat selesai.
– Lari dari Tugas : pemimpin tidak peduli pada tugas orang lain.[3]
Sopiah mengemukakan ada empat jenis kepemimpinan, yaitu :
1. Kepemimpinan Transaksional , ciri-cirinya:
– pemimpin memberikan penghargaan kontigensi untuk memotivasi karyawan.
– Pemimpin melaksanaka tindakan korektif hanya ketika para bawahan gagal mencapai tujuan kerja
2. Pemimpin Karismatik:
– Menekankan para perilaku pemimpin secara simbolis, pesan-pesannya memberikan inspirasi bawahan, komunikasi non verbal, daya tarik idiologis.
1. Kepemimpinan Visioner: merupakan kemampuan untuk menciptakan dan
mengartikulasikan suatu visi yang realistis, percaya pada orang lain, memahami
otoritas dan tahu kapan harus melakukan intervensi.
1. Kepemimpinan Tim :
– Pemimpin merupakan penghubung bagi
para kontituen ekternal– Pemimpin adalah pemecah masalah
– Pemimpin adalah menajer konflik
– Pemimpin adalah pelatih.[4]
Adapun bila diterapkan dalam dunia pendidikan tentang model-model tersebut, sebagimana diunkapkan oleh Agus Dharma:
1. Model
Otokratis, disini seorang kepala sekolah menentukan sendirikebijakan
sekolah dan menugaskannya kepda staf tanpa berkonsultasi dengan mereka, kepala
sekolah mengarahkan secara rinci dan harus dilaksanakan tanpa pertanyaan[5]. Dengan model kepemimpinan ini
seorang kepala sekolah biasanya selalu percaya diri, tahu persis apa yang harus
dilakukan dan memiliki sumber pengaruh yang cukup untuk menggerakkan
orang-orangnya. Namun model ini biasanya selalu mengekang staf baik tata
laksana maupun dewan guru.
2. Model
Permisif, kepala sekolah beranggapan bahwa semua orang pada prinsipnya
terlahir bertanggungjawab dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan
kewajibannya.[6] Kepala sekolah membiarkan stafnya untuk
melakukan pekerjaannya sendiri tapi jika digunakan tanpa aturan akan timbul
ketidak seimbanagan yang tidak kondusif di sekolah tersebut. Sisi baiknya
setiap staf dipacu untuk berinisiatif dan berkarya sendiri tanpa campur tangan
kepala sekolah. Namun hal ini tidak semua benar dan hanya berlaku bagi guru
yang berpengalaman dan profesional.
3. Model
Partisipatif, kepala sekolah selalu melibatkan stafnya dalam memutuskan suatu
perencanaan, semua keputusan telah dimusyawarahkan terlebih dahulu bahkan
siswapun diajak turut serta.[7] Kebaikan dari sifat ini, jika terjadi
kegagalan bukan sepenuhnya ditanggung pimpinan, naumun ditanggung bersama,
namun sistem ini agak lama dan tidak cepat. Bahkan dalam satu masalah
bisa saja tidak dapat dioputuskan.
4. Model
Situasional[8], seorang kepala sekolah dalam model
ini, harus melihat situasi dan kondisi waktu sebuah keputusan harus diambil.
Model i ni dapat dikataakan memadukan dari model-model sebelumnya. Jika
diterapkan pada kondisi yang tepat maka dapat memotivasi bawahannya untuk
bekerja keras untuk mencapau suatu tujuan.
Model-model tersebut jika digambarkan adalah sebgasi berikut:Dalam nash al-Qur’an maupun Hadts menujukkan tentang siapa pemimpin, tugas dan tanggung jawabnya, maupun mengenai sifat-sifat dan perlaku yang harus dimiliki seorang pemimpin.
Firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarar : 30
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاء وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-Baqarar : 30)
Pada ayat tersebut jelas, bahwa manusia adalah pemangku kepemimpinan di muka bumi, sehingga Allah memerintahkan semua ciptaannya untuk patuh dan taat, bahkan Malaikatpun diperintahkan untuk tunduk pada manusia (Adam).
Lebih lanjut Al-Qur’an dalam Q.S. an-Nisa : 30 menerangkan bahwa pemimpin dioersyaratkan seorang laki-laki karena memiliki beberapa kelebihan sebagaimana Allah telah berikan.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ وَاللاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيّاً كَبِيراً
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Q.S. an-Nisa : 30)
Kemudian tugas seorang pemimpin harus mampu membawa di bawah kepemimpinannya untuk meninggalkan sesuatu yang dapat membawa bencana, baik di dunia maupun diakhirat, singkatnya seorang pemimpin harus dapat mengendalikan kepemimpinannya untuk selalu taat pada Allah.
Firman Allah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka……………..(Q.S. al-Tahrim : 6)
Adapun sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin, maka kepemimpinan yang baik adalah sebagaimana kepemimpinan model Rasulullah, yaitu dengan musyawarah sebagaimana firman Allah SWT.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya : ”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Q.S. Ali Imron 159)
Dari ayat tersebut dinyatakan bahwa seorang pemimpin harus memilki sifat lemah lembut dalam menghadapi pihak yang dipimpinnya, karena jika hal itu dilupakan niscaya mereka satu persatu akan meninggalkannya, atau paling tidak enggan melaksanakan perintah-perintahnya. Jika demikian apa yang akan dicapai akan menghadapi kesulitan.
Jika menemui kebuntuan dan kesulitan maka dianjurkan untuk ijtihad, yaitu usaha dengan sepenuh hati untuk menetapkan sesuatu ketetapan yang belum ada dalam nash;
Sabda Rasulullah SAW.
اِذَا حَكَمَ اْلحاَكِمُ فاَجْتَهَدَ ثُمَّ اَصَابَ فَلَهُ اَجْرَانِ وَاِذَا حَكَمِ فَجْتَهَدَ ثُمَّ اَخْطَاءَفَلَهُ اَجرٌْ رواه البخاري ومسلم
Artinya: apabila seorang hakim memutuskan masalah dengan jalan ijtihad kemudian ia benar, maka ia mendapat dua pahala. Dan jika dia memutuskan dengan jalan ijtihad kemudian keliru, maka ia hanya mendapat satu pahala (H.R. Bukhori Muslim).
Sikap tegas dan terhadap kemungkaran juga harus diterapkan dalam kepemiminannya, sebagaimana Allah menyatakan dalam Q.S. Al-Fath : 29
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً
Artinya : Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (Q.S. Al-Fath : 29)
Dari pernyataan di atas (Qur’an dan Hadits), tampak bahwa konsep kepemimpinan di dalam ajaran Islam hanya berdasar musyawarah dan mufakat, namun demikian ada suatu perintah yang tidak boleh lagi dimusyawarahkan dalam memutuskan sesuatu yaitu dalil-dalil yang qoth’i.
Pada masa kepemimpinan Rasul, memang selalu dituntun oleh wahyu, jika tidak ada wahyu maka rasul berijtihad baik melalui musyawarah maupun inisiatif beliau sendiri. Jika keputusan itu benar, Allah membiarkannya dalam arti tidak ada teguran wahyu, tapi jika ketetapan Rasul atau ijtihad nya itu tidak tepat maka turnlah wahyu.
Dari dasar itu, maka segala keputusan yang diambil masa kepemimpinan Rasul selalu benar. Lalu bagaimana generasi setelah rasulullah ? maka ijtihadlah salah satunya, karena terdapat jaminan dan motifasi hasilnya sebagaimana disebutkan hadits di atas.
Menurut konsep Al-Qur’an, sebagimana ditulis oleh Khatib Pahlawan Kayo, bahwa seorang pemimpin harus memilki beberapa persyaratan sebagi berikut :
1. Beriman dan bertaqwa. (Al-A’raf : 96)
2. Berilmu pengetahuan. (Al-Mujadalah : 11)
3. Mampu menyusun perencanaan dan evaluasi. (Al-Hasyr : 18)
4. Memiiki kekuatan mental melaksanakan kegiatan. (Al-baqarah : 147)
5. Memilki kesadaran dan tanggung jawab moral, serta mau menerima kritik. (Ash-Shaf:147) [9]
Adapun gaya yang harus dimilki seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya, Islam menghendaki seperti berikut ini :
1. Selalu ramah dan gembira
2. Menghargai orang lain
3. mempelajari tindakan perwira yang suses dan menjadi ahli dalam hubungan antar manusia
4. Mempelajari bentuk kepribadian yang lain untuk mendapatkan pengetahuan dalam sifat dan kebiasaan manusia
5. Mengembangkan kebiasaan bekerjasama, baik moral maupun spiritual
6. Memelihara sikap toleransi (tenggangrasa)
7. Memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan
8. Mengetahui bilamana harus terlihat secara resmi sebagai pemimpin dan bilaman sebagai masyarakat, agar kehadirannya tidak mengganggu orang lain dan dirinya sendiri.[10]
Azas pemimpin dalam Islam, seperti dikemukakan Kamrani Buseri seperti berikut:
1. Power sesuai dengan yang diberikan oleh pemberi kekuasaan.
Dalam pandangan filsafat Islam, bahwa di atas rakyat dan presiden itu masih ada lagi yang maha memiliki power ialah Tuhan, oleh sebab itu baik rakyat maupun presiden harus merasakan bahwa mereka juga memiliki power sebagai pemberian dari Tuhan, itulah yang disebut dengan amanah yang harus dipertanggung jawabkan kepada pemberi. Jadi setiap manager mesti memiliki dua amanah yakni amanah dari organisasi/lembaga sekaligus amanah dari Tuhannya. Kesadaran spiritualitas ini memberikan corak kepemimpinan yang sangat berketuhanan dan manusiawi, dia akan membawa organisasinya ke arah visi ketuhanan dan kemanusiaan, bukan ke arah keserakahan.
2. Wewenang (authority).
Kewenangan adalah batasan gerak seorang manager sesuai dengan apa yang telah diberikan oleh pemberinya. Dalam pandangan Islam, wewenang juga dua lapis, yakni wewenang yang diperoleh sejalan dengan ruang lingkup tingkatan tugas dan tanggung jawab manajer, serta wewenang yang diberikan oleh Tuhan sebagai khalifah-Nya, yakni memiliki kewenangan atas bumi dan segala isinya, dengan tugas memakmurkan bumi ini.
Kesadaran spiritual adanya kewenangan yang berlapis ini akan menumbuhkan pertanggung jawaban atas jalannya wewenang yang diterimanya, bahkan akan mempertanggung jawabkan di hadapan Yang Maha Kuasa kelak. Bilamana seorang pemimpin sudah memiliki power, wewenang dan amanah, maka dia akan memiliki wibawa atau pengaruh. Menurut Daniel Katz and Robert L Kahn, esensi dari kepemimpinan organisasi adalah penambahan pengaruh di samping kerelaan mekanik melalui arahan yang rutin dari organisasi (Hoy and Miskel, 1991:252).
3. Keimanan
Iman yang akan membalut power, authority dan amanah tersebut sehingga kepemimpinan akan dibangun atas dasar bangunan yang komprehensip, kuat dan berorientasi jauh ke depan tidak sekedar melihat manajemen hanya diorientasikan kepada masalah mondial/duniawi semata. Seorang pemimpin yang kuat imannya, dia memahami bahwa kemampuan memimpin yang dia miliki adalah pemberian Tuhannya. Dia menyadari punya kekurangan, dan di saat itu dia juga mudah bertawakkal kepada Tuhannya. Sehingga keberhasilan dan kegagalan baginya akan memiliki makna yang sama, karena keduanya diyakini sebagai anugerah sekaligus pilihan Tuhannya. Disini pentingnya zero power
4. Ketakwaan
Takwa sebagai azas kepemimpinan bukan dalam arti yang sempit., yakni takwa berarti berhati-hati dan teliti. Oleh sebab itu dalam surah Al- Hasyr 18 mengenai perencanaan, Allah memulai menyeru dengan seruan” Hai orang-orang yang beriman bertakwalah”, baru dilanjutkan dengan perintah mengamati kondisi kekinian yang digunakan untuk menyusun rencana ke depan. Setelah itu ditutup dengan seruan “bertakwalah” kembali. Ini menunjukkan perencanaan dan implementasi rencana harus dengan kehati-hatian dan ketelitian dalam
mengumpulkan data, pula dalam mengimplementasikannya. Atas
5. Musyawarah,
Sebagaimana diterangkan dalam surah As-Syura:38 dan Ali Imran ayat 159. Musyawarah penting karena kepemimpinan berkaitan dengan banyak orang. Melalui musyawarah akan terbangun tradisi keterbukaan, persamaan dan persaudaraan. Perencanaan, organisasi, pengarahan dan pengawasan selalu saja terkait dengan sejumlah orang, maka keterbukaan, persamaan dan persaudaraan akan memback up lancarnya proses manajemen tersebut.
Sebuah visi dan misi organisasi, akan semakin baik bilamana dibangun atas dasar musyawarah, akan semakin sempurna dan akan memperoleh dukungan luas, sense of belonging and sense of responsibility karena masyawarah sebagai bagian dari sosialisasi.
Di sisi lain, musyawarah melenyapkan kediktatoran, keakuan dan arogansi yang seringkali menghambat kelancaran proses manajemen Tuhan juga mencontohkan dalam banyak firmannya yang menggunakan kata “Kami” dari pada kata “Aku”. Penggunaan kata “Kami” tersebut adalah pengakuan adanya keterlibatan pihak lain. Musyawarah dapat memperkuat proses transformasi input menjadi output, sesuai penegasan Howard S. Gitlow, dkk (2005:3) yaitu “A process is a collection of interacting components that transform inputs into outputs toward a common aim, called a mission statement. It is the job of management to optimize the entire process toward its aim”.[11]
Wallahu a’lam bishawab.
BAB III
KESIMPULAN
1. Dalam teori kepemimpinan terdapat model : taylor, Mayo, Iowa, Ohio
dan Michigan. Yang dianggap sebagai teori klasik. Dan dalam teori kepemimpinan
modern terdapat model yang dikemukakan Likert, Redin. Ditambah pula dengan
munculnya kepemimpinan kharismatik, visioner, transaksional dan kerja tim (team
work).
2. Model kepemimpinan yang baik untuk diterapkan di lembaga
pendidikan adalah kepemimpinan situasional, karena yang dipimpin dan produknya
adalah benda hidup yang bernama anak didik.
3. Seseorang bias menerapkan beberapa model kepemimpinan jika
pemimpin itu memilki kemampuan intelektual dan daya nalar kreasi tinggi,
sehingga kebijakan apa yang harus diambil dapat dengan cepat bias dilakukan.
4. Kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan idealistic
rasulullah, yaitu mengutamakan musyawarah dan pendekatan akhlaqi, yaitu
mengaggap staf sebagai mitra kerja dalam mencapai tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Alqur,an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI.Abdoel Kadir, Abdul Wahab, Organisasi Konsep Dan Aplikasi, Tangerang, Pramita Press,cet.pertama, 2006,.
Buseri, Kamrani, Peran Spiritualitas (Agama) Dalam Penyelenggaraan Kepemimpinan, makalah disampaikan pada Seminar dan Orasi Ilmiah dalam rangka Dies Natalis ke 24 & Wisuda Sarjana ke 19 & Pascasarjana ke 2 STIA Bina Banua Banjarmasin, tanggal 15 dan 16 September 2006.
Husaini Usman,., Manajemen Teori Praktik Dan Riset Pendidikan, jakarta, Bina Aksara, cet I, 2006
Pahlawan Kayo, Khatib RB, Kepemimpinan Islam & Dakwah, Jakarta, Amzah, cet I, 2005
Pusdiklat Pegawai Depdiknas, Manajemen Sekolah, Jakarta, edisi II, cet III,tt
Sopiah, Perilaku Organisasi, Yogyakarta, Andi, tt,
Terry, Georga R. Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj.J. Smith DFM. Jakarta, Bumi Aksara, Cet.Kedelapan, 2006.
[2] Terry, Georga R. Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj.J. Smith DFM. Jakarta, Bumi Aksara, Cet.Kedelapan, 2006. H. 152.
[3] Husaini Usman, Prof. Dr.,M.Pd.,MT., Manajemen Teori Praktik Dan Riset Pendidikan, jakarta, Bina Aksara, cet I, 2006. h. 258-290.
[4] Sopiah, Dr. MM.MPd., Perilaku Organisasi, Yogyakarta, Andi, tt, h. 121.
[5] Pusdiklat pegawai Depdiknas, Manajemen Sekolah, Jakarta, edisi II, cet III,tt, h. 78
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid
[9] Pahlawan Kayo, Khatib RB, Kepemimpinan Islam & Dakwah, Jakarta, Amzah, cet I, 2005, h.75
[10] Ibid.
[11]Buseri, Kamrani, Peran Spiritualitas (Agama) Dalam Penyelenggaraan Kepemimpinan, makalah disampaikan pada Seminar dan Orasi Ilmiah dalam rangka Dies Natalis ke 24 & Wisuda Sarjana ke 19 & Pascasarjana ke 2 STIA Bina Banua Banjarmasin, tanggal 15 dan 16 September 2006.
Faktor yang mempengaruhi Pemimpin
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sesuai fitrahnya setiap
manusia dilahirkan sebagai orang bersih. Dia ingin berbuat yang terbaik
bagi dirinya dan juga untuk orang lain serta lingkungannya. Dalam prosesnya,
disamping karena faktor diri sendiri (internal) maka faktor eksternal
sangat mempengaruhi pembentukan karakter dan perilaku seseorang. Dari sinilah
akan terbentuk pribadi yang terseleksi, apakah akan tumbuh menjadi pribadi yang
biasa atau pribadi yang penuh dengan karakter seorang pemimpin. Kepemimpinan mengandung arti menentukan
arah yang akan diikuti oleh yang lain. Arah ini tidak boleh asal arah,
melainkan harus ditentukan oleh suatu bentuk arti strategi.[1]
Seorang pemimpin sudah pasti
memiliki kekuasaan. Dengan kekuasaan, akan tahu batas-batas dalam memimpin.
Kekuasaan bukanlah inti dari kepemimpinan sebab jika kekuasaan digunakan secara
sewenang-wenang tentu akan membuat orang lain/yang dipimpin akan lengah dan
cenderung akan melawan/memberontak. Gunakanlah kekuasaan sesuai porsinya dan
jangan menjadikan kekuasaan sebagai satu-satunya cara untuk memimpin.
Oleh karenanya banyak factor
ataupun penyebab sukses atau tidaknya kepemimpinan seseorang, dalam makalah ini
akan dicantumkan beberapa factor keberhasilan maupun kegagalan seseorang dalam
memimpin.
B. Tujuan
Pembuatan makalah ini selain
sebagai pemenuh tugas dari dosen pembimbing juga untuk memberi pengetahuan bagi
pemakalah maupun pembaca seputar factor-faktor yang bisa mempengaruhi pemimpin
secara lebih rinci.
C. Rumusan
Masalah
1.Pengertian factor dan
pemimpin ?
2.Factor-factor yang
mempengaruhi keberhasilan pemimpin?
3.Faktor-faktor yang
mempengaruhi kegagalan pemimin?
Sebelum masuk pada factor-faktor
yang mempengaruhi pemimpin sebaiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan
factor dan yang dimaksud dengan pemimpin. Factor ialah hal (keadaan, peristiwa)
yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu, factor juga dapat
diartikan sebagai pendorong hal atau kondisi yg dapat mendorong atau
menumbuhkan suatu kegiatan, usaha, atau produksi. Sedangkan pemimpin atan
kepemimpinan cukup banyak definisi yang bisa kita dapatkan dari barbagai
literartur.Wahab Abdul Kadir mendefinisikan pemimpin adalah orang yang memiliki
kesanggupan mempengaruhi, memberi contoh, mengarahkan orang lain atau suatu
kelompok untuk mencapai tujuan baik formal maupun non formal.[2]Pemimpin
juga diartikan sebagai seseorang yang berkemampuan mengarahkan
pengikut-pengikutnya untuk bekerja bersama dengan kepercayaan serta tekun
mengerjakan tugas-tugas yang diberikannya.[3]
Menurut Stoner dan Freeman
(1992:472) kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi
aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan terhadap para anggota
kelompok. Sedangkan Bartol dan Martin (1991:480) menyatakan bahwa kepemimpinan
adalah proses mempengaruhi orang lain tentang pencapaian prestasi ke arah
tujuan organisasi. Secara luas definisi kepemimpinan dikemukakan oleh Yukl
(1989:4-5).Ia menyatakan bahwa kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai
tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Jadi kepemimpinan dapat di
artikan sebagai sebuah aksi mengajak sehingga memunculkan interaksi dalam
struktur sebagai bagian dari proses pemecahan masalah bersama.Pada hakekatnya
setiap manusia adalah pemimpin, paling tidak ia sebagai pemimpin dirinya
sendiri. Hati adalah pemimpin di dalam tubuh manusia, sebab segala
sesuatu yang yang manusia perbuat adalah berdasar petunjuk dan kemauan hati
nurani.Sebagaimana hadits Rasulullah SAW.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ
مَسْؤُلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya : “Setiap kamu adalah pemimpin, dan
setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban pada orang yang dipimpinnya.”
Ada dua konsep yang dikemukakan
oleh Peter Drucker dalam kaitannya dengan manjemen, yaitu konsepefisiensidan efektivitas. Efisiensi
adalah melakukan suatu pekerjaan dengan tepat, sedangkan efektifitas adalah
melakukan seseuatu dengan tepat.Drucker mengatakan bahwa efektifitas merupakan
kunci keberhasilan suatu organisasi. Sebelum melakukan kegiatan secara
efisien,seseorang harus yakin bahwa ia telah menemukan hal yang tepat untuk
dilakukan.[4] Demekian pula dengan kepemimpinan yang
efektif, yaitu suatu proses untuk menciptakan wawasan, mengembangkan suatu
strategi, membangun kerjasama, dan mendorong tindakan untuk lebih maju.[5]
Kepemimpinan adalah pangkal utama
dan pertama penyebab dari pada kegiatan, proses atau kesediaan untk merubah
pandangan atau sikap(mental, pisik) dari pada kelompok orang-orang, baik dalam
hubungan organisasi formal maupun non formal. Kepemimpinan Islam berarti
bagaimana ajaran Islam memberi corak dan arah kepada pemimpin itu, dan dengan
kepemimpinannya mampu merubah pandangan atau sikap mental yang selama ini
dianggap menghambat dan mengidap pada sekelompok masyarakat maupun perorangan.
Namun kemampuan seorang pemimpin
di dalam kepemimpinannya tidak disebabkan oleh satu factor saja.Keberhasilan
seorang pemimpin didalam memimpin bisa dipengaruhi baik dari dalam dirinya
sendiri maupun dari lingkungannya, begitu pula dengan kegagalan seorang
pemimpin bisa saja dipengaruhi oleh lingkungan ataupun memang dari dalam
dirinya sendiri.
Ada banyak hal yang mempengaruhi
kepemimpinan itu, terlebih fakta oraganisasi satu dengan lainnya sangat beragam
sehingga ada banyak hal yang mempengaruhi kepemimpinan.Pada tahap inilah bukan
hanya konsep kepemimpinan yang mempunyai pengaruh besar tetapi juga
keterampilan spontan dan teknis pemimpin itu sendiri yang banyak menentukan
keberhasilan sebuah kepemimpinan mengingat fakta organisasi tersebut
beragam. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan menurut Poernomosidhi Hadjisarosa (1980;33) adalah sebagai berikut :
1. Faktor
Kemampuan Personal
Pengertian kemampuan
adalah kombinasi antara potensi sejak pemimpin dilahirkan ke dunia sebagai
manusia dan faktor pendidikan yang ia dapatkan. Jika seseorang lahir dengan
kemampuan dasar kepemimpinan, ia akan lebih hebat jika mendapatkan perlakuan
edukatif dari lingkungan, jika tidak, ia hanya akan menjadi pemimpin yang biasa
dan standar. Sebaliknya jika manusia lahir tidak dengan potensi kepemimpinan
namun mendapatkan perlakuan edukatif dari lingkunganya akan menjadi pemimpin
dengan kemampuan yang standar pula. Dengan demikian antara potensi bawaan dan
perlakuan edukatif lingkungan adalah dua hal tidak terpisahkan yang sangat
menentukan hebatnya seorang pemimpin.
2. Faktor
Jabatan
Pengertian jabatan adalah
struktur kekuasaan yang pemimpin duduki.Jabatan tidak dapat dihindari terlebih
dalam kehidupan modern saat ini, semuanya seakan terstrukturifikasi. Dua orang
mempunyai kemampuan kepemimpinan yang sama tetapi satu mempunyai jabatan dan
yang lain tidak maka akan kalah pengaruh. sama-sama mempunyai jabatan tetapi
tingkatannya tidak sama maka akan mempunya pengarauh yang berbeda.
3. Faktor
Situasi dan Kondisi
Pengertian situasi adalah
kondisi yang melingkupi perilaku kepemimpinan. Disaat situasi tidak menentu dan
kacau akan lebih efektif jika hadir seorang pemimpin yang karismatik. Jika
kebutuhan organisasi adalah sulit untuk maju karena anggota organisasi yang
tidak berkepribadian progresif maka perlu pemimpin transformasional. Jika
identitas yang akan dicitrakan oragnisasi adalah religiutas maka kehadiran
pemimpin yang mempunyai kemampuan kepemimpinan spritual adalah hal yang sangat
signifikan. Begitulah situasi berbicara, ia juga memilah dan memilih kemampuan
para pemimpin, apakah ia hadir disaat yang tepat atau tidak.
Sedangkan menurut Khairudin dalam
penjelasannya di study class Manajemen Dakwah, factor yang mempengaruhi
kepemimpinan dapad dibagi menjadi dua yakni ;
1. Factor internal
a. Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individubereaksi dan berinteraksi dengan individu lain.
Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur
yang ditunjukkan oleh seseorang.[6]
Setiap
pemimpin haruslah memiliki keperibadian yang baik, dalam hal ini kepribadian
seorang pemimpin dapat dilihat dari dua aspek yakni sifat dan seni. Sifat
merupakan hal yang telah ada pada dirinya sejak ia lahir, sifat memang sangat
mempengaruhi seorang pemimpin dalam menentukan evektif atau tidak
kepemimpinannya. Pada Teori Sifat (Trait Theory) mengemukakan bahwa efektivitas
kepemimpinan sangat tergantung pada kehebatan karakter pemimpin. “Trait” atau
sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik dan
kemampuan social. Penganut teori ini yakin dengan memiliki keunggulan karakter
di atas, maka seseorang akan memiliki kualitas kepemimpinan yang baik dan dapat
menjadi pemimpin yang efektif. Karakter yang harus dimiliki oleh seseorang
menurut Judith R. Gordon mencakup kemampuan yang istimewa dalam (1) Kemampuan
Intelektual (2) Kematangan Pribadi (3) Pendidikan (4) Status Sosial dan Ekonomi
(5) “Human Relations” (6) Motivasi Intrinsik dan (7) Dorongan untuk maju
(achievement drive).
Begitu pula
dengan seni, yang merupakan bagian dari kepribadian sang pemimpin. Seni
merupakn hal yang memang ada dalam setiap kepemimpinan seorang pemimpin tapi
yang perlu anda perhatikan adalah bahwa setiap orang memiliki gaya atau seni
yang berbeda dalam kepemimpinannya.
b. Perilaku Kepemimpinan
Pemimpin dalam melaksanakan tugas sehari-hari harus
didasari oleh orientasi kepemimpinan yang mewarnai perilaku yang
diterapkannya.Salah satu tinjauan tentang prilaku kepemimpinan yang diterapkan
adalah prilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan prilaku
kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan antar manusia (Gordon, 1990;
Greenberg dan Baron, 1995).Mengacu pada keterbatasan peramalan efektivitas
kepemimpinan melalui teori “trait”, para peneliti pada era Perang Dunia ke II
sampai era di awal tahun 1950-an mulai mengembangkan pemikiran untuk meneliti
“behavior” atau perilaku seorang pemimpin sebagai cara untuk meningkatkan
efektivitas kepemimpinan. Fokus pembahasan teori kepemimpinan pada periode ini
beralih dari siapa yang memiliki kemampuan memimpin ke bagaimana perilaku
seseorang untuk memimpin secara efektif.Oleh karenanya seorang pemimpin harus menjadikan
dirinya sebagai idola agar dikenang oleh masyarakat dengan selalu berperilaku
positif. Dalam Islam juga perilaku pemimpin dibahas,berdasarkan Qs. 39 : 12,
maka seorang pemimpin haruslah memiliki sifat kepeloporan. Selalu menjadi
barisan terdepan (pioneer) dalam memerankan perintah Islam.Berdasarkan Qs. 35 :
32, maka seorang pemimpin haruslah berada pada posisi hamba-hamba Allah yang
bersegera dalam berbuat kebajikan (sabiqun bil khoiroti bi idznillah)
Untuk sauri tauladan seorang pemimpin
Rasulullah SAW juga sudah menegaskan :
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُسْهِرٍ حَدَّثَنِي عَبَّادُ بْنُ عَبَّادٍ الْخَوَّاصُ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي عَمْرٍو السَّيْبَانِيِّ عَنْ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ اللَّهِ السَّيْبَانِيِّ عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَقُصُّ إِلَّا أَمِيرٌ أَوْ مَأْمُورٌ أَوْ مُخْتَالٌ
Rasulullah saw bersabda: tidak ada yang berhak untuk memberikan
ceramah (nasehat/cerita hikmah) kecuali seorang pemimpin, atau orang yang
mendapatkan izin untuk itu (ma’mur), atau memang orang yang sombong dan haus
kedudukan. (hr. Muslim)
Penjelasan:
Hadis ini bukan berarti hanya pemimpin yang berhak memberi
nasehat kepada umat, melainkan hadis ini mengandung pesan bahwa seorang
pemimpin seharusnya bisa memberikan suri tauladan yang baik kepada umatnya.
Karena yang dimaksud ceramah disini bukan dalam arti ceramah lantas memberi
wejangan kepada umat, akan tetapi yang dimaksud ceramah itu adalah sebuah sikap
yang perlu dicontohkan kepada umatnya. Seorang penceramah yang baik dan
betul-betul penceramah tentunya bukan dari orang sembarangan, melainkan dari
orang-orang terpilih yang baik akhlaqnya.Begitu pula dalam hadis ini, pemimpin
yang berhak memberikan ceramah itu pemimpin yang memiliki akhlaq terpuji
sehingga akhlaqnya bisa menjadi tauladan bagi rakyatnya.
c. Kemampuan Intelektual
Seorang pemimpin harus
memiliki kemampuan intelektual, emosional, dan keterampilan yang akan
menjadikan seorang pemimpin memiliki nilai tambah. Menurut Sekretaris Daerah
Prov Jatim, Dr H Rasiyo secara intelektual, pemimpin harus memiliki kemampuan
menganalisis permasalahan dan memecahkan permasalahan secara tepat. Sedangkan
secara emosional, pemimpin harus memiliki emosional yang tangguh, percaya
kepada orang lain, dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi manakala
berhadapan dengan publik.
Seorang
calon pemimpin haruslah memiliki kecerdasan, baik secara emosional (EQ),
spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ). Dalam hadits Rasulullah melalui jalan
shahabat Ibnu Abbas r.a, bersabda :
"Orang yang pintar (al-kayyis) adalah orang yang mampu
menguasai dirinya dan beramal untuk kepentingan sesudah mati, dan orang yang
bodoh (al-‘ajiz) adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan pandai
berangan-angan atas Allah dengan segala angan-angan." (HR. Bukhari,
Muslim, Al-Baihaqy)
Hadits ini mengandung isyarat bahwa seorang pemimpin haruslah
orang yang mampu menguasai dirinya dan emosinya.Bersikap lembut, pemaaf, dan
tidak mudah amarah. Dalam mengambil sikap dan keputusan, ia lebih mengutamakan
hujjah Al-Qur'an dan Al-Hadits, daripada hanya sekedar nafsu dan keinginan-nya.[7]Ia akan menganalisa semua aspek dan faktor
yang mempengaruhi penilaian dan pengambilan keputusan. Berdasarkan Qs. 10 : 55,
mengandung arti bahwa dalam mengambil dan mengajukan diri untuk memegang suatu
amanah, haruslah disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas (kafa'ah) yang
dimiliki (Qs. 4 : 58). Rasulullah berpesan : "Barangsiapa menyerahkan
suatu urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya."
2. Factor
Eksternal
a. Politikalwil
Politik
merupakan salah satu factor yang bisa mempengaruhi keefektifan kepemimpinan
seseorang.Oleh karenanya seorang pemimpin harus mampu merangkul orang-orang
yang ada disekitarnya. Dengan memiliki kepercayaan atau pun pandangan positif
serta dukungan dari orang-orang yang ada disekitarnya baik itu keluarga,
bawahan maupun rekan kerja maka kepemimpinannya akan berjalan dengan lancar.
b. Otorits kepemimpinannya
Otoritas
(authority) dapat dirumuskan sebagai kapasitas atasan, berdasarkan jabatan
formal, untuk membuat keputusan yang mempengaruhi perilaku bawahan. Banyak
orang memahami bahwa otoritas adalah sebuah bentuk kekuasaan seseorang atas
diri orang lain. Pada waktu seseorang memiliki otoritas, misalnya di dalam
lingkup pekerjaan tertentu, maka kekuasaan menjadi mutlak miliknya.Baik itu
kekuasaan untuk mengatur, mengontrol atau memutuskan sesuatu.Tentu saja jika
digunakan oleh orang yang tidak tepat atau memiliki motivasi yang tidak baik,
maka otoritas tersebut tidak berfaedah untuk membangun sebuah sistem malah
meruntuhkannya. Bukan hanya itu, otoritas di tangan orang yang tidak tepat,
akan dapat disalahgunakan untuk menjajah orang lain, mencari keuntungan sendiri
dan menghasilkan perlakuan atau tindakan semena-mena. Betapa baiknya otoritas
untuk tujuan yang baik dan betapa buruknya otoritas untuk tujuan yang menyimpang.Otoritas
haruslah berada di tangan orang yang tepat, yang mampu menggunakannya secara
bertanggung-jawab.
Otoritas
yang baik dan benar yaitu, jika segala sesuatu berjalan dengan baik, di dalam
sebuah sistem pemerintahan, pekerjaan atau bahkan lingkup pelayanan.
c. Rakyat
Rakyat (bahasaInggris: peoples)
adalah bagian dari suatu negara atau unsur penting dari suatupemerintahan. Rakyat terdiri dari beberapa
orang yang mempunyai ideologi yang sama dan tinggal di daerah
atau pemerintahan yang sama dan mempunyai hak dan
kewajiban yang sama yaitu untuk membela negaranya bila diperlukan.[8] Oleh
karenanya rakyat merupakan factor eksternal yang bisa mempengaruhi pemimpin,
secara mendasar saja jika tidak ada rakyat maka tidak akan ada pemimpin.
Pemimpin yang ialah Pemimpin yang menyesuaikan kepemimpinannya dengan keadaan
rakyat yang ia pimpin, sebagaimana rasulullah bersabda :
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَنَّ الْقَاسِمَ بْنَ مُخَيْمِرَةَ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا مَرْيَمَ الْأَزْدِيَّ أَخْبَرَهُ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى مُعَاوِيَةَ فَقَالَ مَا أَنْعَمَنَا بِكَ أَبَا فُلَانٍ وَهِيَ كَلِمَةٌ تَقُولُهَا الْعَرَبُ فَقُلْتُ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ أُخْبِرُكَ بِهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ قَالَ فَجَعَلَ رَجُلًا عَلَى حَوَائِجِ النَّاسِ
Artinya ; Abu maryam al’ azdy r.a berkata kepada muawiyah: saya
telah mendengar rasulullah saw bersabda: siapa yang diserahi oleh allah
mengatur kepentingan kaum muslimin, yang kemdian ia sembunyi dari hajat
kepentingan mereka, maka allah akan menolak hajat kepentingan dan kebutuhannya
pada hari qiyamat. Maka kemudian muawiyah mengangkat seorang untuk melayani
segala hajat kebutuhan orang-orang (rakyat). (abu dawud, attirmidzy)[9]
Penjelasan:
Pemimpin sebagai pelayan dan rakyat sebagai tuan. Itulah
kira-kira yang hendak disampaikan oleh hadis di atas. Meski tidak secara
terang-terangan hadis di atas menyebutkan rakyat sebagai tuan dan pemimpin
sebagai pelayan, namun setidaknya hadis ini hendak menegaskan bahwa islam
memandang seorang pemimpin tidak lebih tinggi statusnya dari rakyat, karena
hakekat pemimpin ialah melayani kepentingan rakyat. Sebagai seorang pelayan, ia
tentu tidak beda dengan pelayan-pelayan lainnya yang bertugas melayani
kebutuhan-kebutuhan majikannya. Seorang pelayan rumah tangga, misalkan, harus
bertanggung jawab untuk melayani kebutuhan majikannya.Demikian juga seorang
pelayan kepentingan rakyat harus bertanggung jawab untuk melayani seluruh
kepentingan rakyatnya.
Dalam konteks indoensia, sosok “pelayan” yang bertugas untuk
memenuhi kepentingan “tuan” rakyat ini adalah presiden, menteri, dpr, mpr, ma,
bupati, walikota, gubernur, kepala desa, dan semua birokrasi yang
mendukungnya.Mereka ini adalah orang-orang yang kita beri kepercayaan (tentunya
melalui pemilu) untuk mengurus segala kepentingan dan kebutuhan kita sebagai
rakyat.Karena itu, bila mereka tidak melaksanakan tugasnya sebagai pelayan
rakyat, maka kita sebagai “tuan” berhak untuk “memecat” mereka dari jabatannya.
Bn
Keahlian dalam bidang pekerjaan
yang dipimpinnya amatlah perlu.Bagaimana kita dapat memberi pimpinan dan
bimbingan kalau kita sendiri tak ada kemampuan untuk melaksanakannya.Hal ini
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepemimpinan seseorang dan masih
banyak lagi faktor keberhasilan seorang pemipin. Berikut ini adalah beberapa
factor keberhasilan pemimpin :[10]
a. Berpengetahuan
Ia memang memiliki
kemampuan dalam bidang yang dipimpinnya. Ia tahu yang dipimpinnya. Ia
tahu benar akan seluk beluk bidang kegiatannya, baik dari dalam maupun dari
luar. Ia memang melakukan spesialisasi di bidang itu. Meskipun sifatnya yang
mengkoordinir, akan tetapi sangat perlu mengetahui bidang gerak yang
dipimpinnya. Rasulullah bersabda “ Bila suatu perkara diserahkan kepada yang
bukan ahlinya, maka nantikan saat kehancurannya”.
Camkanlah bahwa “kennis
is macht” yang berarti pengetahuan adalah kekuatan.Karena dari pengetahuanlah
kekuatan.Karena dari pengetahuan itu lahir keyakinan, kekuatan dan semangat
yang tak bisa dipatahkan.
b. Keberanian
Adalah kemampuan batin
yang mengakui adanya rasa takut, akan tetapi mampu untuk menghadapi bahaya atau
rintangan dengan tegas dan tenang, atau dapat dikatakan bahwa keberanian adalah
kemampuan berpikir yang memungkinkan seseorang dapat menguasai tingkah lakunya
dan dapat menerima tanggung jawab serta dapat mudah bertindak dalam keadaan
bahaya. Dalam hal ini pemimpin harus bersikap seperti komandan, menumbuhkan
sugesti keberanian pada bawahan. Pada saat tertentu pula, ia hadir
sebagai pengayom atau pelindung, sehingga para bawahannya merasa senang,
tentram dengan kehadirannya.[11]
c. Berinisiatif
Ia adalah kemampuan untuk
bertindak, meskipun tidak ada perintah atau yang mengajukan
pertimbangan-pertimbangan guna perbaiki tugas pekerjaannya. Ia mampu
menganalisa situasi, sehingga tepat dan cepat mengambil keputusan. Sikap ini
timbul, karena pada dirinya peka terhadap lingkungan, sehingga selalu
ingin meskipun tidak ada perintah atau yang mengajukan
pertimbangan-pertimbangan guna perbaiki tugas pekerjaannya. Ia mampu
menganalisa situasi, sehingga tepat dan cepat mengambil keputusan. Sikap ini
timbul, karena pada dirinya peka trhadap lingkungan, sehingga selalu ingin ada
perubahan dan ada perubahan dan perbaikan.Bila tidak, maka disebut “wujudhu ka’
adamihi perbaikan.Bila tidak, maka disebut “wujudhu ka’ adamihi (adanya dengan
tidak adanya sama saja)”.
d. Berketegasan
Artinya kesanggupan untuk
mengambil keputusan keputusan dengan segera bila dibutuhkan dan mengutarakan
dengan tegas , lengkap dan jelas. Ketegasan bersumber pada keyakinan dan
kepercayaan kepada diri sendiri.
e. Kebijaksana
Bijaksana adalah
kecakapan untuk bergaul dengan bawahan maupun atasnnya dengan cara yang tepat
dan tidak menyinggung perasaan. Kebijaksanaan merupakan suatu kemampuan untuk
menghargai apa lagi, kapan harus dilakukan, dan kapan arus diam, menanggung
saat yang baik.[12]
f. Adil
Artinya tidak memihak dan
hanya komitmen terhadap kebenaran.Ia mampu memisahkan antara emosi dan rasio.
Dendam dan benci , cinta dan dengki tidak mempengaruhinya dalam mengambil
keputusan. Jadi berarti adil di waktu cinta maupun benci (al’adlu fir
ridla wa fil ghadlab).
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu
khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara
manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah SWT. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari
jalan Allah SWT akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan.” (Qs Shad: 26)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa: salah satu tugas dan kewajiban utama seorang khalifah adalah menegakkan supremasi hukum secara Al-Haq. Seorang pemimpin tidak boleh menjalankan kepemimpinannya dengan mengikuti hawa nafsu.Karena tugas kepemimpinan adalah tugas fi sabilillah dan kedudukannyapun sangat mulia.
g. Taat
Artinya taat terhadap
keputusan yang disepakati.Setiap keputusan bersama dijalankan dengan konsekuen.
h. Berpembawaan
Yang Baik
Pembawaan atau tampang
dan sikap seseorang berarti penjelmaan yang nyata dari isi diri yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin.Seorang pemimpin harus memperhatikan tingkah
lakunya, tampangnya bahkan pakaiannya.
i. Memiliki
Keuletan
Keuletan dibuktikan
dengan kesanggupan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, walaupun banyk dialami
oleh banyak rintangan dan kegagalan-kegagalan. Kesanggupan untuk menahan
kelelahan, kesakitan dan penderitaan tanpa putus asa dan tidak kenal menyerah ,
sebagai bukti dari keuletannya.
j. Memiliki
Semangat Besar
Seorang pemimpin harus
mempunyai hasrat yang besar dan perhatian yang mendalam terhadap tugas yang
dihadapinya. Contoh dari pimpinan akan membangunkan semangat yang besar pula
pada anak buahnya, sehingga tugas dapat diselesaikan dengan mudah.
k. Tidak
Mementingkan Diri Sendiri
Yang dimaksud dengan ini
adalah seorang pemimpin yang tidak akan mengambil keuntungan dari pekerjaan
kelompok itu utnuk kepentingan diri sendiri serta tidak menyalah gunakan
jabatan.
l. Ikhlas
Atau memiliki kebiasaan
untuk berbuat lebih dari apa yang diharapkan sebagai imbalan. Jiwa ikhlas, pada
dirinya tidak bersemayam senantiasa menuntut balas. Semua yang dilakukan
semata-mata mencari mardlatillah(keridaan Allah), lain tidak. Pujian, sanjungan
ataupun cercaan sedikit pun tak mempengaruhi semangatnya dalam usaha mencapai
tujuan.Ia selalu ingin berbuat sebanyak-banyaknya, selalu ingin berprestasi.
m. Dapat
Menguasai Diri Sendiri
Bila nafsu diperturutkan,
maka segala persoalan takan terselesaikan, buah karya selama hidup tak
menghasilkan. Seorang yang dapat menguasai diri sendiri, berarti bila ia
memiliki rencana, maka tegas pula terhadap rencananya itu. Ia tanpa
mengulur-ulur waktu atau mencari alasan, programnya langsung dijalankan.
n. Mampu
Dan Bersedia Melakukan Tanggung Jawab Sepenuhnya
Seorang pemimpin yang
berhasil ia bersedia memikul tanggung jawab atas kebijaksanaanya maupun atas
kesalaan dan kekurangan para pengikutnya. Kalau ia coba-coba melakukan berusaha
melemparkan kesalahan itu kepada orang lain, maka kedudukannya akan gagal dan
ia akan kehilangan kewibawaan sebagai pemimpin. Kalau seorang bawahannya memuat
kesalahan dan bawahan itu terbukti telah melakukan tindakan yang tidak becus,
maka seorang pemimpin harus bisa menerima kenyataan itu sebagai
kesalahannya sendiri. Dia sendirilah yang telah gagal sebagai seorang
pemimpin selama ini.
o. Bisa
Menjalin Kerjasama Yang Baik
Pemmpin yang sukses ia
bisa memahami kehendak dan kemauan para pengikutnya. Dengan demikian barulah ia
dapat menerapkan prinsip kerjasama yang baik dengan bawahannya. Kedudukan
seorang pemimpin dipilih oleh bawahannya, maka kepala diangkat menurut
peraturan tertentu atas instasi yang berwenang.
p. Bisa
Menguasai Persoalan Secara Terperinci
Persoalan yang dimaksud
ialah baik mengenai kedudukannya sebagai pemimpin maupun dari segi tehnis
pelaksanaan.Bagaimana pula bila seorang yang diserahi amanat dan tanggung jawab
kemudian tidak mengetahui persoalan yang harus dipertanggung jawabkan.Dengan
komunikasi yang baik maka segala persoalan maupun programnya bisa dihayati
bawahan. Penghayatan yang sepaham akan menghasilkan dukungan.
q. Menaruh
Simpati Dan Pengertian Yang Dalam
Ia mampu menginventarisir
gejolak dan keinginan dari bawahan. Segala kritik, tegur sapa, sumbangan
pikiran dapatlah ia menampung dan menyeleksi. Masing-masing tidak merasa kecewa
bila berhadapan dengan dirinya.
C. Faktor-faktor
kegagalan seorang pemimpin
Kegagalan dalam kamus besar
bahasa Indonesia berarti “tidak jadi atau tidak tercapai, ketidak berhasilan”.[13]Jadi
kegagalan seorang pemimpin dapat diartikan sebagai ketidak berhasilan pemimpin
dalam pencapaian tujuan yang telah direncanakan.Tidak sedikit pemimpin yang
gagal dalam kepemimpinanknya, yang disebabkan oleh banyak faktor. Berikut
beberapa faktor penyebab kegagalan kepemimpinan seseorang
a. Terlalu
Menekankan Kewibawaan
Harapan mendapatkan
kewibawaan yang dilakukan dalam bentuk kekerasan atau ancaman akan melahirkan
ketakutan, sedangkan kewibawaan yang ditegakan atas dasar kelakuan akan
melahirkan kepatuhan. Seorang pemimpin yang efesien harus senantiasa membina
dan mendorong semangat kerja para bawahannya dan bukannya serusaha menanamkan
rasa tdalam akut hati para bawahannya.Seorang pemimpin tidak boleh menggunakan
kedudukannya itu sebagai alat untuk menanamkan kewibawaan itu, atau dengan
menyalah gunakan kekuasaan (miss use authority).Ini berarti kepemimpinannya
hendak ditegakan melalui unsur tekanan dan kekerasan.[14]
b. Mementingkan
Diri Sendiri
Pemimpin yang didalam
agama kedudukannya sebagai khadam(pelayan), maka seharusnya ia lebih banyak
berbuat dari pada menuntut hormat. Seorang pemimpin yang menuntut penghormatan
dari bawahannya pasti akan mengalami kekecewaan. Pemimpin yang berjiwa besa tak
mau menyembah dan juga tak mau disembah, ia tidak menuntut penghormatan dari
bawahannya. Ia sudah merasa cukup dihormati apabila ia melihat kenyataan bahwa
bawahannya itu bekerja keras untuk kemajuan dan kepentingan bersama dan bekerja
bukan untuk sekedar memperoleh uang semata.
c. Tidak
Bisa Dipercaya Akan Janjinya(Khianat)
Seorang pemimpin yang
tidak setia akan janjinya, tidak bisa dipercaya sebagai pengeman amanat yang
baik, ia akan selalu menyepelekan akan segala ahal, ia tak akan langgeng
mempertahankan singgasana kepemimpinanannya. Sikap tidak setia inilah yang
merupakan salah satu sebab kegagalan dalam perjalanan hidup.
d. Tidak
Bisa Menguasai Diri Sendiri
Para bawahan tidak
menaruh penghargaan terhadap seorang pemimpin yang cepat naik darah atau tidak
mampu mengendalikan amarah. Akibatnya apa yang dilakukan lebih banyak gejolak
emosional dari pada rasiona. Gejala tidak bisa mengendalikan diri sendiri ini
dalam berbagai bentuknya akan merusak ketabahan serta semangat kerja bawahan
yang salam itu bisa bertahan dengan penuh kesabaran. Kritik yng dilakukan
terhadap dirinya tiada membawa perbaikan akan tetapi malah membawa masalah baru
yang ruwet, sebab dirinya selalu merasa benar.
e. Takut
Mendapat Saingan Dari Bawahan
Pemimpin yang berhasil
ialah pemimpin yang mampu menciptakan tenaga pengganti, sedangkan yang gagal
adalah yang tidak mau menciptakannya.Kecemasan batin akibat khawatir bila
bawahannya bisa mneggeser kedudukannya justru malah menimbulkan citra yang
buruk terhadap dirinya sendiri sebagai pemimpin. Satu kenyataan yang mengandung
kebenaran adalah bahwa orang akan menerima imbalan yang lebih besat untuk
kemampuan dimana ereka berhasil menyuruh orang lain mengerjakan dari pada satu
pekrerjaan itu di kerjakannya sendiri. Seorang pemimpin yang mengenal
effisiensi kerja haruslah meningkatkan effisiensi kerja para bawahannya melalui
kemantapan pengetahuannya tentang pekerjaan itu serta daya tarik dan pengaruh
pribadinya sendiri sebagai pemimpin yang berwibawa.
f. Kurang
Memiliki Daya Imajinasidaya Khayal
Imajinasi atau daya
khayal pada hakikatnya adalah satu wadah tempat manusia guna menempa segala
bentuk rencananya.Dorongan dan hasrat itu memberi bentuk dan menjelma menjadi
tindakan berkat bantuan daya khayal seseorang.Tanpa daya khayal yang kuat maka
seorang pemimpin itu bisa kelabakan dalam menghadapi keadaan gawat. Begitu pula
ia akan tidak mampu menciptakan bimbingan kepada para bawahannya agar bisa
bekerja dan menghasilkan prestasi yang efesien.
g. Terlampau
Mementingkan Soal Gelar
Seorang yang terlalu
mementingkan soal gelar terhadap pribadinya berarti sedikit kemampuannya untuk
ditonjolkan, pintu menuju ketempat pemimpin yang sejati terbuka bagi semua
orang yang ingin masuk, dan tempat kerjanya hendaklah merupakan markas kegiatan
yang tidak perlu mengenal formalitas dan peraturan-peraturan protocol yang
kaku. Dalam dunia wiraswasta penghargaan terhadap diri seseorang
terletak pada prestasinya, dan bukan pada gelarnya. Oleh karena itu
formalitas gelar tidak begitu mempengaruhi dalam hal penelitian, sebab ia
hanyalah merupakan bentuk permukaan belum menyangkut kualitas.
D. Analisia
Dari uraian diatas, dapat
dianalisa bahwa sukses atau tidaknya setiap kepemimpinan sesorang pasti akan
disebab kan oleh beberapa factor, baik itu factor yang datang dari dalam diri
si pemimpin(factor internal) maupun factor yang timbul diluar diri
pemimpin(factor eksternal). Adannya kepribadian, Akhlak, kecerdasan atau
intelektual, dan gen yang merupakan hal yang ada pada diri sang pemimpin dapat
dikatakan sebagai factor internal yang memang bisa menjadi acauan akan
kepemimpinannya, jika ia memiliki kepribadian yang baik maka baik pula
kepemimpinannya namun jika ia memiliki kepribadian yang buruk maka buruk pula
kepribdiannya. Dapat dikatakan pula bahwa factor internal memiliki pengaruh yng
lebih dibandingkan factor eksternal, meskipun tidak menutup kemungkinan factor
eksternal juga berpengaruh untuk kepemimpinan seseorang.Karena pada factor
internal ini lah yang memiliki peran besar untuk menentukan apakah kepemimpinan
itu baik atau tidak, jika seorang pemimping memiliki internal yang baik maka
factor negative dari internal dapat terminimalisirkan. Contoh seorang pemimpin
yang memilki sifat ramah tamah maka secara tidak langsung ia akan disukai oleh
bawahannya, namun jika seorang pemimpin memiliki sifat acuh tak acuh maka
pemimpin tersebut akan sulit untuk mengarahkan para bawahannna.
Berdasarkan faktor-faktor
tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya
dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu
kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya
keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan
bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin,
seperti motivasi diri untuk berprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam
hubungan sosial dengan sikap-sikap hubungan manusiawi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepemimpinan merupakan suatu
proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk
mencapai suatu tujuan bersama. Kesuksesan ataupun kegagalan seorang pemimpin
dalam kepemimpinannya tidak lah disebabkan hanya karena satu atau dua faktor
saja, karna banyak faktor baik ecara internal maupun eksternal yang bisa
mempengaruhi kepemimpinan seseorang. Semakin banyak faktor positif yang masuk
pada seorang pemimpin maka semakin dekat ia dengan keberhasilan dan begitu pula
sebaliknya semakin banyak faktor negative yang masuk pada dirinya maka semakin
dekat pula ia pada jurang kegagalan. Menurut Poernomosidhi Hadjisarosa ada 3
faktor utama yang dapat mempengaruhi kepemimpinan :1. Faktor Personal; 2.Faktor
Jabatan; 3.Faktor Situasi dan Kondisi. Sedangkan menuruh Khairudi factor yang
mempenaruhi kepemimpinan terbagi 2 yakni factor internal(kepribadian, perilaku
pemimpin, intelektual) dan factor eksternal (politikwal, otoritas pemimpin,
rakyat)
B. Saran
Pemakalah
menyarankan kepada para pembaca untuk membaca materi lain yang berkenaan
atau menyangkut materi ini. Karena, pemakalah hanya menyajikan materi yang
sesuai dengan ilmu yang dimiliki oleh pemakalah.
[1]Prof. Dr. Susilo Supardo, M. Hum. Kepemimpinan dasar dasar dan
pengembangannya.Andi , Yogyakarta:2006.hlm 51-53
[2]Abdoel kadir, Abdul
Wahab,Dr.,Ir., Organisasi Konsep Dan Aplikasi, Tangerang,Pramita
Press,cet.pertama, 2006, h.125.
[3]Terry, Georga R. Prinsip-Prinsip Manajemen,
Terj.J. Smith DFM. Jakarta, Bumi Aksara, Cet.Kedelapan, 2006. H. 152.
[6]Robbins, Stephen P.;
Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. Hal.126-127
Makalah Sifat
Kepemimpinan
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia adalah makhluk
social yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau
berinteraksi dengan sesame serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok
baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Hidup dalam kelompok
tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota
kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu
selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan &
menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk
Tuhan yang paling tinggi disbanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi
kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik
& mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu
mengelola lingkungan dengan baik. Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola
dengan baik, kehidupan social manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk
itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa
pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin
manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik.
Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit.
Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar
masalah dapat terselesaikan dengan baik.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang
di atas maka dapat dirumuskan hal-hal yang akan menjadi bahan pembahasan dari
makalah ini, yaitu:
v Bagaimana hakikat menjadi seorang pemimpin?
v Apa & bagaimana hakikat pekerjaan
manajerial?
v Bagaimana perspektif tentang perilaku
kepemimpinan yang efektif?
C. TUJUAN PENULISAN
Dari rumusan permasalahan
di atas, maka dapat dirumuskan tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk:
· Melatih
mahasiswa menyusun paper dalam upaya lebih meningkatkan pengetahuan dan
kreatifitas mahasiswa.
· Agar
mahasiswa lebih memahami dan mendalami pokok bahasan khususnya tentang
kepemimpinan.
D.
MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat penulisan dari makalah ini
yaitu:
1.
Dapat dijadikan sebagai
referensi untuk mata kuliah Leadershif.
2.
Dapat menambah pengetahuan
para pembaca khususnya untuk mahasiswa S-1 STAI Batang Hari, tentang
perkembangan kepemimpinan dewasa ini.
3.
Dapat dijadikan bahan acuan
dosen pengampuh mata kuliah Leadershif untuk mengembangkan pembelajaran di
dalam kelas.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
DEFENISI
KEPEMIMPINAN
Dalam kehidupan sehari –
hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan
pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan.
Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan
lainnya.
Beberapa ahli berpandapat
tentang Pemimpin, beberapa diantaranya :
· Menurut Drs. H. Malayu
S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang
kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari
pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
· Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka
yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan,
mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan
dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.
· Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama
harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik
dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang
yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai
agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib
dan ide etuhanan yang berlainan.
· Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah
seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak
lagi memerlukan pemimpinnya itu.
· Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang
yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu
pekerjaan memimpin.
· Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap
sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan
kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :
v Ing Ngarsa Sung Tuladha :
Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya
pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
v Ing Madya Mangun Karsa :
Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada
orang – orang yang dibimbingnya.
v Tut Wuri Handayani :
Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di
depan dan sanggup bertanggung jawab.
Seorang pemimpin boleh
berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia
tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri
para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis
simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki
sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan
sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai
tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan
kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan
pap yang diinginkan pihak lainnya.
B.
TEORI KEPEMIMPINAN
Memahami teori-teori
kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam
suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada
produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas
tentang teori dan gaya kepemimpinan.
Seorang pemimpin harus
mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam
menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain
:
1. Teori Kepemimpinan Sifat
( Trait Theory )
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan
berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang
pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu
dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The
Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran
perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan
tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan
dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan
kepribadian.
Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang
berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain :
v Kecerdasan
v Kedewasaan dan Keluasan Hubungan
Sosial
v Motivasi Diri dan Dorongan
Berprestasi
v Sikap Hubungan Kemanusiaan
2. Teori Kepemimpinan
Perilaku dan Situasi
Berdasarkan penelitian,
perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan
kearah 2 hal.
Pertama yang disebut dengan
Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan
akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela
bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan
bawahan.
Kedua disebut Struktur Inisiasi
yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan.
Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas,
kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.
Jadi, berdasarkan teori
ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki
perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula.
3. Teori Kewibawaan
Pemimpin
Kewibawaan merupakan faktor
penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan faktor itu seorang pemimpin
akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan maupun
kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki
oleh pemimpin.
4. Teori Kepemimpinan
Situasi
Seorang pemimpin harus merupakan seorang
pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan
dan tingkat kedewasaan bawahan.
5. Teori Kelompok
Agar tujuan kelompok
(organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin
dengan pengikutnya.
C.
KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI
Merenungkan kembali arti
makna kepemimpinan, sering diartikan kepemimpinan adalah jabatan formal, yang
menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya
dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan
bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali
atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh – sungguh menerapkan
kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani.
1. Karakter Kepemimpinan
Hati Yang Melayani
Kepemimpianan yang melayani
dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari
dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan yang melayani dimulai dari
dalam dan kemudian bergerak keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya.
Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi
pemimpin yang diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali kita saksikan
betapa banyak pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru
tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan
ketika kampanye dalam pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah
duduk nyaman di kursinya.
2. Metode Kepemimpinan
Kepala Yang Melayani
Seorang pemimpin tidak
cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tapi juga harus memiliki
serangkaian metode kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif.
Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas sari aspek yang pertama yaitu karakter
dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pimpinan formal, justru
tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metode kepemimpinan yang baik.
Contoh adalah para pemimpin yang diperlukan untuk mengelola mereka yang
dipimpinnya.
Tidak banyak pemimpin yang
memiliki metode kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di
sekolah – sekolah formal. Keterampilan seperti ini disebut dengan Softskill
atau Personalskill. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan
berjudul Can Leadership Be Taught, dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini
metode kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki
karakter kepemimpinan. Ada 3 hal penting dalam metode kepemimpinan, yaitu :
v Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi
yang jelas.
v Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang
yang responsive.
v Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang
pelatih atau pendamping bagi orang – orang yang dipimpinnya (performance
coach).
3. Perilaku Kepemimpinan
Tangan Yang Melayani
Pemimpin yang melayani
bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan
metode kepemimpinan, tapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan
seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard disebutka perilaku seorang pemimpin,
yaitu :
Ø Pemimpin tidak hanya
sekedar memuaskan mereka yang dipimpin, tapi sungguh – sungguh memiliki
kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan.
Ø Pemimpin focus pada
hal – hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi.
Ø Pemimpin sejati
senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek , baik pengetahuan,
kesehatan, keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa menyelaraskan
(recalibrating ) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesame.
Melalui solitude (keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman
Tuhan ).
D.
KEPEMIMPINAN SEJATI
Kepemimpinan adalah sebuah
keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau
tranformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau
gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri
seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi
kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh,
ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada
lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam
organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi
pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan
sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan
lahir dari proses internal (leadership from the inside out ).
Sebuah jenis kepemimpinan
yaitu Q Leader memiliki 4 makna terkait dengan kepemimpinan sejati, yaitu :
Ø Q berarti kecerdasan atau intelligence.
Seperti dalam IQ berarti kecerdasan intelektual,EQ berarti kecerdasan
emosional, dan SQ berarti kecerdasan spiritual. Q leader berarti seorang
pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ,EQ,SQ yang cukup tinggi.
Ø Q leader berarti kepemimpinan yang memiliki
kualitas(quality), baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial.
Ø Q leader berarti seorang pemimpin yang
memiliki qi ( dibaca ‘chi’ dalam bahasa Mandarin yang berarti kehidupan).
Ø Q keempat adalah qolbu atau inner self.
Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh – sungguh mengenali
dirinya (qolbunya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management
atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin Q
berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa
untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence-quality-qi-qolbu) yang lebih
tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian
makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.
Rangkuman kepemimpinan Q
dalam 3 aspek penting yang disingkat menajadi 3C, yaitu :
· Perubahan karakter dari dalam diri (character
chage).
· Visi yang jelas (clear vision).
· Kemampuan atau kompetensi yang tinggi
(competence).
Ketiga hal tersebut
dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh,
belajar dan berkembang baik secara internal maupun dalam hubungannya
dengan orang lain.
BAB
III
HAKIKAT
PEKERJAAN MANAJERIAL
A.
KARAKTERISTIK PEKERJAAN MANAJERIAL
Seorang pemimpin yang menjalankan
peran kepemimpinannya dalam berbagai lembaga pada dasarnya adalah seorang
manajer. Ketika berposisi sebagai seorang manajer, ia dituntut untuk mampu
mengelola dinamika kegiatan lembaga yang dipimpinnya dengan baik guna menunjang
pencapaian tujuan. Sehubungan dengan hal ini, ia membutuhkan keberadaan orang
lain berupa karyawan atau bawahan untuk dipimpinnya bekerja sama dan memberikan
kontribusi bagi pencapaiannya. Sebagaimana halnya yang telah kita ketahui
bersama, manajemen adalah seni menyelesaikan pekerjaan melalui tangan orang
lain. Karenanya, salah satu tolok ukur kualitas pribadi pemimpin (yang juga
berperan sebagai manajer) adalah kemampuannya mengoptimalkan dan mendayagunakan
kecakapan para bawahan serta memberdayakan mereka. Ia juga harus dapat
melakukan kaderisasi dengan baik sehingga pada saat proses alih kepemimpinan
terjadi, hal itu dapat terlaksana secara lancar tanpa hambatan berarti.
Pendelegasian wewenang yang hasilnya diketahui nantinya merupakan dasar
penilaian terhadap kaderisasi kepemimpinan.
Secara empiris, beberapa karakteristik yang
ditampilkan oleh pekerjaan manajerial antara lain adalah.
1.
Pekerjaan yang harus
dilaksanakan bertumpuk dan sulit untuk dilepaskan karena seorang manajer akan
menerima permintaan informasi dari bawahan, rekan setingkat, atasan, atau pihak
di luar lembaga secara berkelanjutan.
2.
Pada kenyataannya, kegiatan
yang harus ditangani beragam dan mengalami keterputusan karena mengalami
interupsi atau terselingi oleh hal-hal yang lain. Karena itu, seorang manajer
seharusnya dapat menerima kondisi ini serta rajin mengingat-ingat kembali
pekerjaan yang harus dilakukannya dalam satu hari tertentu.
3.
Beban tugas yang datang
secara berkelanjutan dan membutuhkan penyelesaian segera menjadikan pekerjaan
manajerial cenderung bersifat reaktif.
4.
Interaksi intensif dengan
rekan sejawat dan pihak luar harus sering dilakukan karena seorang manajer
harus bekerja dalam suatu lembaga serta membangun jejaring dengan pihak luar
yang mampu memberikan manfaat strategis.
5.
Karena pekerjaan manajerial
membutuhkan interaksi langsung antar pribadi secara intensif, maka komunikasi
lisan harus sering dilakukan dan kemampuan melakukannya menjadi amat penting.
6.
Proses penentuan keputusan
sering kali bersifat politis karena harus mengakomodasikan beragam aspirasi
yang ada dan meminimalkan tingkat kekecewaan banyak pihak. Dengan demikian,
keputusan ditentukan tidak hanya berdasarkan analisis serta pertimbangan yang
bersifat teknis.
7.
Manajer sering kali
menghadapi keadaan yang berubah dan tidak terduga sebelumnya dan keadaan itu
membutuhkan kemampuan berimprovisasi serta keluwesan. Karena itu, perencanaan
yang dilakukannya juga mungkin saja dilakukan tidak terlalu detil dan formal
agar dapat beradaptasi secara fleksibel dengan perubahan kondisi nyata.
B.
KEWAJIBAN DAN PERAN MANAJERIAL
Suatu organisasi atau
lembaga pastilah memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Pada
organisasi yang dikelola dengan pendekatan manajemen modern dan profesional hal
itu dinyatakan secara eksplisit dalam bentuk rumusan tertulis selain visi yang
dipunyai dan misi yang diemban. Sedangkan dalam lembaga yang dikelola secara
tradisional, tujuan itu diwujudkan dalam bentuk kesepakatan mengenai hal
tertentu yang telah dipahami bersama secara turun temurun.
Dalam rangka mencapai
tujuan melalui upaya sistematis yang diberlakukan oleh suatu organisasi atau
lembaga, manajer mempunyai peran kunci. Oleh sebab itulah, ada beberapa
kewajiban manajerial yang harus bersedia dan mampu dilakukannya, yakni :
1) melakukan penyeliaan terhadap pekerjaan para bawahan
sebagai bentuk pembinaan.
2) melakukan perencanaan dan pengorganisasian sebagai landasan untuk mengelola lembaga.
3) mengkoordinasikan komponen lembaga agar dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan.
4) membuat keputusan dalam berbagai situasi, baik yang bersifat favourable maupun unfavourable.
5) memantau dinamika lingkungan internal dan eksternal lembaga secara cermat guna mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada.
6) menerapkan pengawasan guna memperkecil kemungkinan terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh anggota lembaga.
7) memberikan penjelasan mengenai masalah-masalah yang memang harus diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
8) melaksanakan administrasi terhadap beragam informasi, dokumen, maupun arsip secara rapi.
2) melakukan perencanaan dan pengorganisasian sebagai landasan untuk mengelola lembaga.
3) mengkoordinasikan komponen lembaga agar dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan.
4) membuat keputusan dalam berbagai situasi, baik yang bersifat favourable maupun unfavourable.
5) memantau dinamika lingkungan internal dan eksternal lembaga secara cermat guna mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada.
6) menerapkan pengawasan guna memperkecil kemungkinan terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh anggota lembaga.
7) memberikan penjelasan mengenai masalah-masalah yang memang harus diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
8) melaksanakan administrasi terhadap beragam informasi, dokumen, maupun arsip secara rapi.
Sebagai pribadi yang secara struktural
diposisikan lebih tinggi dari pada anggota lembaga lainnya, menurut Herbert
Mintzberg, seorang manajer disyaratkan untuk dapat melakukan beragam peran
penting. Ia harus bisa memerankan dirinya sebagai
1) pemimpin proforma yang melakukan tugas legal, formal, mapun seremonial.
2) pemimpin struktural bagi para bawahannya.
3) penghubung lembaga dengan individu atau lembaga lain di luar organisasinya.
4) pemantau informasi baik dari luar maupun dalam lembaganya.
5) pembagi berbagai informasi yang berguna bagi lembaganya.
6) juru bicara lembaganya bila berhadapan dengan pihak luar.
7) wirausaha yang mampu memanfaatkan peluang yang bermanfaat bagi lembaganya.
8) pemecah masalah yang dihadapi oleh unit lembaga yang dipimpinnya.
9) pengalokasi sumber daya bagi lembaganya secara tepat.
10) negosiator dengan pihak-pihak yang berkompeten semisal serikat karyawan, pelanggan, konsumen, pemasok, atau pemerintah.
1) pemimpin proforma yang melakukan tugas legal, formal, mapun seremonial.
2) pemimpin struktural bagi para bawahannya.
3) penghubung lembaga dengan individu atau lembaga lain di luar organisasinya.
4) pemantau informasi baik dari luar maupun dalam lembaganya.
5) pembagi berbagai informasi yang berguna bagi lembaganya.
6) juru bicara lembaganya bila berhadapan dengan pihak luar.
7) wirausaha yang mampu memanfaatkan peluang yang bermanfaat bagi lembaganya.
8) pemecah masalah yang dihadapi oleh unit lembaga yang dipimpinnya.
9) pengalokasi sumber daya bagi lembaganya secara tepat.
10) negosiator dengan pihak-pihak yang berkompeten semisal serikat karyawan, pelanggan, konsumen, pemasok, atau pemerintah.
Beberapa peran di atas apabila dipahami benar
merupakan media untuk mematangkan kualitas pribadinya serta parameter mutu
kepemimpinannya.
C. TUNTUTAN
IDEAL BAGI SEORANG MANAJER
Kewajiban manajerial yang
harus dilakukan serta peran penting yang disandang itu menuntut setiap manajer
untuk tampil sebaik-baiknya. Agar ia dapat menampilkan kinerja prima selaku
manajer, ada sejumlah tuntutan ideal minimal yang harus berusaha dipatuhinya.
Diantaranya adalah
1) Bersedia untuk memahami
konsekuensi peran selaku manajer yang dibebankan kepadanya baik oleh para
bawahan, atasan, rekan setingkat, lembaga, dan pihak lain yang berkepentingan.
2) Mau mencari berbagai
pilihan cara yang mungkin dilakukan untuk menangani pekerjaan yang harus
diselesaikan oleh unit lembaga yang dipimpinnya.
3) Dapat menentukan skala
prioritas terkait dengan sasaran yang ingin dicapai.
4) Bisa memanfaatkan waktu
pribadi dengan sebaik mungkin.
5) Bersedia melakukan
perencanaan berbagai aktivitas harian dan mingguan baik bagi dirinya secara
pribadi maupun unit lembaga yang dipimpinnya.
6) Dapat menghindari aktivitas
yang tidak berguna dan mengganggu pekerjaannya.
7) Tidak menunda-nunda
pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya.
8) Rajin mencari dan pandai
memanfaatkan peluang yang menguntungkan lembaganya
9) Mau melakukan refleksi,
perenungan, atau introspeksi atas segala hal yang telah dilakukannya hingga
saat ini.
10) Rajin belajar
bagaimana cara menjadi pemimpin dan pemecah masalah yang bijak dari siapa saja,
termasuk dari pribadi lain yang memiliki posisi struktural lebih rendah.
Sepuluh tuntutan yang
bersifat ideal-normatif di atas merupakan ambang batas minimal. Dengan
demikian, seorang manajer seharusnya terus melakukan upaya pengembangan diri
serta pengayaan kapasitas agar ia mampu menjadi lebih baik, terlebih lagi
apabila ia dipersiapkan untuk mengampu jabatan yang lebih tinggi nantinya.
BAB
IV
PERSPEKTIF
TENTENG PRILAKU KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF
A. PENDEKATAN CIRI/SIFAT
KEPEMIMPINAN
Sebelum tahun 1945, study
leadership berkonsentrasi pada ciri/sifat, dimana karakteristik tertentu sangat
esensial untuk leadership yang efektif. Karena tidak semua orang memiliki
ciri-ciri tersebut, hanya mereka yang memilikinya yang dianggap dapat menjadi
leader.
Warren Bennis mengidentifikasi
4 ciri/sifat, atau kompetensi leadership:
1. Management of Attention ?
Kemampuan untuk mengkomunikasikan visi/tujuan yang menarik pengikut.
2. Management of Meaning ?
Kemampuan untuk menciptakan dan mengkomunikasikan arti dengan jelas.
3. Management of Trust ?
Kemampuan untuk dapat dipercaya dan konsisten.
4. Management of Self ?
Kemampuan untuk mengetahui seseorang, dan menggunakan kemampuan orang tersebut
dengan batasan kekuatan dan kelemahannya.
B. CIRI/SIFAT PEMIMPIN YANG
NEGATIF
John Geier menemukan 3
ciri/sifat yang menghilangkan potensi seseorang menjadi leader dan terjadinya
persaingan tidak sehat dalam sebuah organisasi, yaitu ‘Perasaan tidak mendapat
informasi, perasaan menjadi non-partisipan, dan kekakuan.
Sementara itu Morgan McCall
dan Michael Lombardo menemukan sebuah ‘cacat fatal’ (fatal flaws) leader yang
gagal sebelum dapat mencapai tujuannya, yaitu:
1. Tidak sensitif pada yang lain.
2. Dingin dan sombong.
3. Tidak dapt dipercaya.
4. Terlalu ambisius.
5. Memiliki masalah khusus dengan bisnis.
6. Tidak mampu mendelegasikan.
7. Tidak mampu melakukan staffing secara efektif.
8. Tidak mampu berpikir strategis.
9. Tidak mampu beradaptasi pada pemimpin berbagai gaya.
10. Terlalu bergantung pada penasehat.
2. Dingin dan sombong.
3. Tidak dapt dipercaya.
4. Terlalu ambisius.
5. Memiliki masalah khusus dengan bisnis.
6. Tidak mampu mendelegasikan.
7. Tidak mampu melakukan staffing secara efektif.
8. Tidak mampu berpikir strategis.
9. Tidak mampu beradaptasi pada pemimpin berbagai gaya.
10. Terlalu bergantung pada penasehat.
C. PENDEKATAN SIKAP LEADERSHIP
Periode pendekatan teori
sikap adalah antara 1945; Ohio State & Michigan Sudy, serta pertengahan
1960an, yaitu pada periode pengembangan Managerial Grid®.
D. STUDI OHIO STATE
LEADERSHIP
Studi ini dimulai pada
tahun 1945. Studi ini mempersempit perilaku leader pada 2 dimensi; struktur
inisiasi dan pertimbangan. Struktur Inisiasi mengacu pada pengertian ‘sebuah
tipe leader yang berorientasi tugas dan mengarahkan pekerja level bawah untuk
pencapaian tujuan’, sementara itu Pertimbangan mengacu pada ‘tipe perilaku
leader yang sensitif terhadap pekerja level bawah, menghargai ide dan perasaan
mereka dan menciptakan kepercayaan.
Untuk mengetahui perilaku leader, para
peneliti merancang sebuah kuesioner yang dapat mengetahui tipe seperti apa
leader tersebut, yaitu Leader Behavior Description Questioner (LBDQ).
Dalam mempelajari perilaku para leader tersebut, staff Ohio State menemukan bahwa kedua perilaku tersebut berada pada dimensi yang terpisah dan berdiri sendiri.
Dalam mempelajari perilaku para leader tersebut, staff Ohio State menemukan bahwa kedua perilaku tersebut berada pada dimensi yang terpisah dan berdiri sendiri.
E. STUDI KEPEMIMPINAN
MICHIGAN
Para peneliti di
Universitas Michigan mengidentifikasi dua konsep perilaku leader, yang mereka
sebut ‘orientasi pekerja’ dan ‘orientasi produksi’. Tipe yang pertama
mementingkan aspek hubungan mereka sementara yang kedua mementingkan aspek
teknis dari pekerjaannya.
F. STUDY GROUP DYNAMICS
Ada dua tujuan sebuah
kelompok, yaitu (1) pencapaian tujuan tertentu dari kelompok dan (2) memperkuat
grup itu sendiri. Grup tipe 1, mempunyai karakteristik ‘manajer berinisiatif
untuk bertindak, menjaga fokus anggota pada tujuan, memperjelas tujuan dan
mengembangkan perencanaan prosedural’, sementara tipe 2 ‘manajer mempertahankan
hubungan interpersonal yang menyenangkan, menengahi perselisihan, menyemangati,
memberikan kesempatan pada yang lemah untuk bisa didengar, menstimulasikan
organisasi diri dan meningkatkan kesalingtergantungan antar anggota’. Para
peneliti ini menemukan tidak ada tipe yang menonjol, tipe kerja dan hubungan
bahkan merupakan dimensi yang terpisah.
G. SISTIM MANAJEMEN DARI
RENSIS LIKERT
Likert menemukan bahwa
leader yang produktif menerangkan dengan jelas tujuan kepada pengikutnya,
kebutuhan apa saja yang perlu dicapai dan memberikan mereka kebebasan untuk
melakukan pekerjaannya. Para leader tersebut lebih memperhatikan pekerjanya
daripada pekerjaannya (employee-centered dan job-centered).
Pada studinya, Likert
menemukan bahwa kegagalan gaya manajemen sebuah organisasi dapat
berkesinambungan antara sistem 1 hingga sistem 4, yaitu:
B. Manajemen tidak memiliki
kepercayaan kepada karyawan dan jarang melibatkan mereka pada proses
pengambilan keputusan.
C. Manajemen memperlakukan
karyawan seperti Tuan dan Pembantu.
D. Manajemen memiliki
kepercayaan yang substansial, tetapi tidak percaya sepenuhnya kepada karyawan.
E. Manajemen percaya penuh
kepada karyawan.
Kesimpulannya, semakin ke bawah, sistem manajemen semakin berorientasi pada hubungan.
Kesimpulannya, semakin ke bawah, sistem manajemen semakin berorientasi pada hubungan.
Pada periode studi Likert,
sepertinya tipe leader yang demokratis adalah yang paling ideal, tetapi,
berdasarkan definisi proses leadership adalah fungsi dari leader, pengikut dan
variabel situasional, tidak mungkin mengimplementasikan salah satu tipe
leadership saja pada semua situasi.
BAB
V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
ü Kata pemimpin, kepemimpinan
serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk
menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak
faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang
tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu
kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, tau kewenangannya
yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya
kepemimpinan yang akan diterapkan.
ü Pemimpin bukan sekedar
gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan
berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal
(leadership from the inside out).
ü Leader yang efektif dan sukses mampu mengadaptasikan gaya
leadership mereka pada persyaratan kondisi yang tepat, maka itu, harus melihat
sudut pandang teori leadership. Meskipun penelitian tidak berhasil menemukan
ilmu teori perilaku yang cocok, tidak membuat teori menjadi tidak dapat
digunakan. Alasan utama mengapa tidak ada satu gaya leadership yang cocok
adalah karena kepemimpinan pada dasarnya adalah bergantung pada situasi
(situasional) dan berkesinambungan. Manajer yang efektif tidak hanya harus
mengetahui gaya leadership mana yang cocok, tetapi juga harus melaksanakannya
dengan benar.
Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan dan Kegagalan Pemimpin
Keberhasilan atau kegagalan dari hasil kepemimpinan
seseorang dapat diukur atau ditandai oleh empat hal, yaitu : moril, disiplin,
jiwa korsa (esprit de corps), dan kecakapan.
1. Moril : moril adalah keadaan jiwa dan emosi seseorang yang mempengaruhi kemauan untuk melaksanakan tugas dan akan mempengaruhi hasil pelaksanaan tugas perorangan maupun organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi moril adalah : 1). kepemimpinan atasan. 2). kepercayaan dan keyakinan akan kebenaran. 3). penghargaan atas penyelesaian tugas. 4). solidaritas dan kebanggaan organisasi. 5). pendidikan dan latihan. 6). kesejahteraan dan rekreasi. 7). kesempatan untuk mengembangkan bakat. 8). struktur organisasi. 9). pengaruh dari luar.
2. Disiplin : disiplin adalah ketaatan tanpa ragu-ragu dan tulus ikhlas terhadap perintah atau petunjuk atasan serta peraturan yang berlaku. Disiplin yang terbaik adalah disiplin yang didasarkan oleh disiplin pribadi. Cara-cara untuk memelihara dan meningkat disiplin : 1). Menetapkan peraturan kedinasan secara jelas dan tegas. 2). Menentukan tingkat dan ukuran kemampuan. 3). Bersikap loyal. 4). Menciptakan kegiatan atas dasar persaingan yang sehat. 5). Menyelenggarakan komunikasi secara terbuka. 6). Menghilangkan hal-hal yang dapat membuat bawahan tersinggung, kecewa dan frustasi. 7). Menganalisa peraturan dan kebijaksanaan yang berlaku agar tetap mutakhir dan menghapus yang sudah tidak sesuai lagi. 8). Melaksanakan reward and punishment.
3. Jiwa korsa : jiwa korsa adalah loyalitas, kebanggan dan antusiasme yang tertanam pada anggota termasuk pimpinannya terhadap organisasinya. Dalam suatu organisasi yang mempunyai jiwa korsa yang tinggi, rasa ketidakpuasan bawahan dapat dipadamkan oleh semangat organisasi. Ciri jiwa korsa yang baik adalah : 1). Antusiasme dan rasa kebanggan segenap anggota terhadap organisasinya. 2). Reputasi yang baik terhadap organisasi lain. 3). Semangat persaingan secara sehat dan bermutu. 4). Adanya kemauan anggota untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. 5). Kesediaan anggota untuk saling menolong.
4. Kecakapan : kecakapan adalah kepandaian melaksanakan tugas dengan hasil yang baik dalam waktu yang singkat dengan menggunakan tenaga dan sarana yang seefisien mungkin serta berlangsung dengan tertib. Pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki pimpinan dapat diperoleh dari pendidikan, pelatihan, inisiatif dan pengembangan pribadi serta pengalaman tugas.
Setiap pemimpin perlu menentukan corak dan gaya kepemimpinannya agar nampak seni kepemimpinannya dalam memimpin. Corak dan gaya kepemimpinan dapat terlihat dari sikap pemimpin, yaitu sebagai : Pemimpin, Guru, Pembina, Bapak dan Teman Seperjuangan.
1. Moril : moril adalah keadaan jiwa dan emosi seseorang yang mempengaruhi kemauan untuk melaksanakan tugas dan akan mempengaruhi hasil pelaksanaan tugas perorangan maupun organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi moril adalah : 1). kepemimpinan atasan. 2). kepercayaan dan keyakinan akan kebenaran. 3). penghargaan atas penyelesaian tugas. 4). solidaritas dan kebanggaan organisasi. 5). pendidikan dan latihan. 6). kesejahteraan dan rekreasi. 7). kesempatan untuk mengembangkan bakat. 8). struktur organisasi. 9). pengaruh dari luar.
2. Disiplin : disiplin adalah ketaatan tanpa ragu-ragu dan tulus ikhlas terhadap perintah atau petunjuk atasan serta peraturan yang berlaku. Disiplin yang terbaik adalah disiplin yang didasarkan oleh disiplin pribadi. Cara-cara untuk memelihara dan meningkat disiplin : 1). Menetapkan peraturan kedinasan secara jelas dan tegas. 2). Menentukan tingkat dan ukuran kemampuan. 3). Bersikap loyal. 4). Menciptakan kegiatan atas dasar persaingan yang sehat. 5). Menyelenggarakan komunikasi secara terbuka. 6). Menghilangkan hal-hal yang dapat membuat bawahan tersinggung, kecewa dan frustasi. 7). Menganalisa peraturan dan kebijaksanaan yang berlaku agar tetap mutakhir dan menghapus yang sudah tidak sesuai lagi. 8). Melaksanakan reward and punishment.
3. Jiwa korsa : jiwa korsa adalah loyalitas, kebanggan dan antusiasme yang tertanam pada anggota termasuk pimpinannya terhadap organisasinya. Dalam suatu organisasi yang mempunyai jiwa korsa yang tinggi, rasa ketidakpuasan bawahan dapat dipadamkan oleh semangat organisasi. Ciri jiwa korsa yang baik adalah : 1). Antusiasme dan rasa kebanggan segenap anggota terhadap organisasinya. 2). Reputasi yang baik terhadap organisasi lain. 3). Semangat persaingan secara sehat dan bermutu. 4). Adanya kemauan anggota untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. 5). Kesediaan anggota untuk saling menolong.
4. Kecakapan : kecakapan adalah kepandaian melaksanakan tugas dengan hasil yang baik dalam waktu yang singkat dengan menggunakan tenaga dan sarana yang seefisien mungkin serta berlangsung dengan tertib. Pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki pimpinan dapat diperoleh dari pendidikan, pelatihan, inisiatif dan pengembangan pribadi serta pengalaman tugas.
Setiap pemimpin perlu menentukan corak dan gaya kepemimpinannya agar nampak seni kepemimpinannya dalam memimpin. Corak dan gaya kepemimpinan dapat terlihat dari sikap pemimpin, yaitu sebagai : Pemimpin, Guru, Pembina, Bapak dan Teman Seperjuangan.
Sebagai Pemimpin. Pemimpin harus mampu memberikan
bimbingan/tuntunan yang diperlukan serta senantiasa menjadi contoh dan teladan
dalamperkataan, perbuatan, menimbulkan dan memelihara kewibawaan serta mampu
melahirkan Pemimpin baru.
Sebagai Guru. Pemimpin harus berusaha meningkatkan
kemampuan, ketrampilan dan pengetahuan anggotanya baik perorangan maupun dalam
hubungan kelompok. Memiliki kesabaran dan ketenangan dalam mendidik dan
melatih.
Sebagai Pembina. Pemimpin senantiasa berusaha agar
organisasi dalam melaksanakan tugasnya selalu berhasil guna dan berdaya guna.
Dalam usaha pembinaan selalu diarahkan kepada peningkatan dan pemeliharaan
unsur personil, materil dan kemampuan operasionalnya. Selain itu pemimpin harus
menguasai makna fungsi pembinaan yang meliputi perencanaan, penyusunan,
pengarahan dan pengawasan.
Sebagai Bapak. Pemimpin harus berperilaku sederhana,
mengenal setiap anggota bawahan, bersikap terbuka dan ramah, mengayomi,
bijaksana tetapi tegas, adil, mendorong dan berusaha meningkatkan kesejahteraan
anggota bawahan baik materiel maupun spirituil.
Sebagai Teman Seperjuangan. Dalam keadaan suka dan duka,
pemimpin dan bawahan merasa senasib sepenanggungan dan saling membantu, serta
bersedia berkorban demi kepentingan bersama.
related:
Daftar Pustaka
Al-Mawardi, 2000. Ahkam al-Shulthaniyah fi al-Wilayat al-Diniyah. Jakarta: Darul Falah.
Amirudin, Hasbi, 2000. Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman. Yogyakarta;UII Press.
Ibnu Taimiyah, 1998. Siyasah Syar`iyah, Etika Politik Islam. Surabaya: Risalah Gusti.
Moten, Abdul Rasyid dan Syed Sirajul Islam, 2005. Introduction to Political Science. Australia: Thompson.
Rizwan Haji Ali, M, 2001. Pemberontakan terhadap Negara Islam dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi Sarjana. Lhokseumawe: STAI Malikussaleh.
Salim, Abdul Muin, 2002. Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur`an. Jakarta: Rajawali Press.
Tansey, Stephen D, 1995. Politics: The Basics. London: Routledge.
Thaib, Lukman, 2001. Politik menurut Perspektif Islam. Selangor DE: Sinergymate, sdn.bhd.
Yusuf Musa, Muhammad, 1988. Organisasi Negara Menurut Islam. Banda Aceh: Proyek Penterjemahan MUI Prop. D.I. Aceh).
Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, 1993, Kepemimpinan dalam Islam, UGM Pres, Yogyakarta
Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, 1995, Kepemimpinan Yang Efektif, UGM. Cet. II, Yogyakarta.
Frances Hesselbern, Marshall Gold Smith, Richard Beckhard (ed), 1997, The Leader Of The Future, Pemimpin Masa Depan, alih bahasa: Drs. Bob Widyahartono, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Hans Antlov dan Sven Cederroth, 2001, Kepemimpinan Jawa, (Perintah Halus, Pemerintahan Otoriter) Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Drs. Adam Ibrahim Indrawijaya, MPA & Dra. Hj. Wahyu Suprapti, MM., 2001, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Lembaga Administrasi Negara.RI. Jakarta.
Dra. Hj. Sri Murtini, MPA & Drg. Judianto, M.Ph., 2001, Kepemimpinan Di Alam Terbuka, Lembaga Administrasi Negara. R.I. Jakarta.
Bernardine R. Wirjana, M.S.W. & Prof. Dr. Susilo Supardo, M.Hum. 2002, Kepemimpinan (Dasar-dasar dan Pengembangannya), ANDI, Yogyakarta.
Al-Mawardi, 2000. Ahkam al-Shulthaniyah fi al-Wilayat al-Diniyah. Jakarta: Darul Falah.
Amirudin, Hasbi, 2000. Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman. Yogyakarta;UII Press.
Ibnu Taimiyah, 1998. Siyasah Syar`iyah, Etika Politik Islam. Surabaya: Risalah Gusti.
Moten, Abdul Rasyid dan Syed Sirajul Islam, 2005. Introduction to Political Science. Australia: Thompson.
Rizwan Haji Ali, M, 2001. Pemberontakan terhadap Negara Islam dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi Sarjana. Lhokseumawe: STAI Malikussaleh.
Salim, Abdul Muin, 2002. Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur`an. Jakarta: Rajawali Press.
Tansey, Stephen D, 1995. Politics: The Basics. London: Routledge.
Thaib, Lukman, 2001. Politik menurut Perspektif Islam. Selangor DE: Sinergymate, sdn.bhd.
Yusuf Musa, Muhammad, 1988. Organisasi Negara Menurut Islam. Banda Aceh: Proyek Penterjemahan MUI Prop. D.I. Aceh).
Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, 1993, Kepemimpinan dalam Islam, UGM Pres, Yogyakarta
Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, 1995, Kepemimpinan Yang Efektif, UGM. Cet. II, Yogyakarta.
Frances Hesselbern, Marshall Gold Smith, Richard Beckhard (ed), 1997, The Leader Of The Future, Pemimpin Masa Depan, alih bahasa: Drs. Bob Widyahartono, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Hans Antlov dan Sven Cederroth, 2001, Kepemimpinan Jawa, (Perintah Halus, Pemerintahan Otoriter) Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Drs. Adam Ibrahim Indrawijaya, MPA & Dra. Hj. Wahyu Suprapti, MM., 2001, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Lembaga Administrasi Negara.RI. Jakarta.
Dra. Hj. Sri Murtini, MPA & Drg. Judianto, M.Ph., 2001, Kepemimpinan Di Alam Terbuka, Lembaga Administrasi Negara. R.I. Jakarta.
Bernardine R. Wirjana, M.S.W. & Prof. Dr. Susilo Supardo, M.Hum. 2002, Kepemimpinan (Dasar-dasar dan Pengembangannya), ANDI, Yogyakarta.
- See more at: http://elmubarok.blogspot.co.id/2009/12/faktor-yang-mempengaruhi-keberhasilan.html#sthash.hQ6IF2sU.dpuf
Kepemimpinan adalah salah satu unsur penting dalam kita
belajar berdemokrasi. Yang terpenting malah, tapi barangkali kita yang paling
abai terhadapnya. Kepemimpinan bukanlah sekedar mendudukkan seseorang pada
jabatan tertinggi dalam sebuah organisasi. Sebagai ketua partai, sebagai ketua
parlemen, ketua lembaga yudikatif, dan sebagai presiden. Kepemimpinan adalah
perkara mewujudkan amanah yang dibebankan orang banyak ke pundak seseorang atau
beberapa orang. Kepemimpinan adalah ihwal keberanian memutus dengan penglihatan
yang tajam ke masa depan.
Bila demikian, sesudah 16 tahun sejak turunnya Soeharto,
apakah kita telah memilih pemimpin-pemimpin yang tepat bagi negeri ini? Apakah
kita telah menetapkan pemimpin yang waskita dan sanggup menunjukkan arah
semestinya yang harus kita tuju? Dan sekaligus membawa bangsa ini menuju ke
sana? Jika “belum” adalah jawaban yang paling layak diberikan atas pertanyaan
itu, bukanlah penistaan, melainkan karena zaman menuntut jenis kepemimpinan
dengan standar yang lebih tinggi dari masa lampau.
Sebagaimana dimanifestasikan oleh beragam persoalan yang
muncul dalam masyarakat, kita sebagai bangsa sesungguhnya tengah menghadapi
“kegagalan kepemimpinan”. Sebagai bangsa, kita bergerak mirip orkestra tanpa
dirijen yang piawai, yang lebih kerap keliru memberi aba-aba. Buahnya: seorang
penabuh memukul perkusi tidak pada saat yang tepat, seorang peniup
melengkingkan flute di saat seluruh instrumen mesti jeda.
Kegagalan kepemimpinan berpangkal pada tidak diperlakukannya
mandat yang diamanahkan oleh rakyat sebagai fondasi terpenting dalam memimpin.
Keraguan dalam mengambil keputusan dan tindakan adalah contoh paling gamblang bahwa
dukungan rakyat diletakkan di bawah dukungan politik partai-partai dan,
terutama, para elitenya. Pemimpin seperti ini lupa bahwa jika ia bertindak
dengan berani karena benar, rakyat akan mendukung. Sayangnya, kalkulasi politik
jadi pertimbangan utama dalam memutus suatu perkara.
Kegagalan kepemimpinan lahir dari ketiadaan imajinasi.
Pernahkah kita membayangkan Indonesia yang bebas dari korupsi? Pernahkah kita
membayangkan Indonesia yang bebas dari kemiskinan? Pernahkah kita membayangkan
Indonesia yang bebas dari kekerasan? Kepemimpinan yang gagal tidak mampu
meletakkan seluruh imajinasi itu di dalam konteks masa kini: ihwal apa yang
mesti dikerjakan demi sebuah masa depan yang cemerlang. Jangkauan pikiran yang
pendek (kepentingan politik sesaat, rasa aman dari gangguan, dan sejenisnya)
akan menyumbat kreativitas.
Alangkah malangnya. Oleh sebab kegagalan kepemimpinan,
mestikah kita tak sanggup membayangkan kemungkinan-kemungkinan positif dan
optimistis di tengah kekacauan ini? Mengapa kita tak berani berimajinasi
tentang pilihan-pilihan lain dalam cara kita memandang persoalan,
menyelesaikannya, dan menyerah pada cara-cara yang telah terbukti tumpul dan
berlarut-larut? Kegagalan kepemimpinan lahir dari kepercayaan bahwa cara-cara
yang telah terbukti tumpul adalah jalan yang benar. Alangkah malangnya bila
kita tersandera oleh kejumudan. Betapa banyak energi yang seharusnya bermanfaat
untuk mengurus rakyat yang telah memberi amanah dikuras untuk memuaskan hasrat
segelintir orang.
Kegagalan kepemimpinan sungguh tidak terhindarkan tatkala
pisau yang majal tetap digunakan, sistem yang bobrok sekedar diganti suku
cadangnya, dan para pemimpin bersembunyi di balik semua itu. Sungguh keliru
kita, atau barangkali naïf belaka, bila kita tetap percaya kepemimpinan serupa
itu sanggup mengentaskan kita dari segala karut-marut ini.
Reformasi adalah kosakata yang kita pilih sebagai cerminan
respons kita terhadap kekisruhan yang mesti dibenahi. Tapi reformasi adalah
kata yang perlahan, bukan yang bergegas. Di dalamnya terkandung semangat yang
kurang radikal dalam memandang soal korupsi, kemiskinan, dan kekerasan.
Reformasi adalah gerak maju yang terseok-seok lantaran kita kerap mengerem
langkah oleh karena keraguan, kegamangan, dan keengganan kita untuk berubah;
juga lantaran belitan kepentingan sendiri.
Kegagalan kepemimpinan lahir dari semangat yang perlahan,
bukan bergegas. Sayangnya, kita telanjur ngeri mendengar, apa lagi memakai,
kata revolusi. Sebab, revolusi dibayangkan sebagai darah yang tumpah. Kita
lupa, barangkali, bahwa mencabut pohon hingga ke akar adalah revolusi. Bila
fundamen yang menjadi alas masyarakat dan bangsa telah keropos, mengapa
dipertahankan dengan menambal-sulam, dan bukan menggantinya dengan fundamen
yang baru?
Lee Kuan Yew adalah seorang revolusioner yang merobohkan
sendi-sendi masyarakatnya dan membangun di atas fondasi yang baru. Hingga,
akhirnya, lahirlah Singapura modern seperti yang kita kenal sekarang. Revolusi
adalah upaya mengikis habis akar-akar busuk yang membikin pohon bangsa tumbuh
kerdil, yang merampas hak daun untuk tumbuh lebat, yang meringkus aliran gizi
dari tanah dan menghalangi pohon untuk berbuah lezat. Revolusi tidak diniatkan
untuk menebarkan kebencian, kemarahan, dendam, dan pertumpahan darah. Revolusi,
seperti dilakukan oleh Ibrahim dan Muhammad, adalah ikhtiar menggulingkan
pikiran lama dan menggantinya dengan pikiran baru, mental lama dengan mental
baru.
Reformasi yang kita jalankan tidak akan sanggup mengikis
korupsi, menggusur kemiskinan, dan meniadakan kekerasan, sebab pikiran lama tak
akan sukarela menyerahkan mahkotanya. Pikiran lama ialah pikiran yang
mengabaikan imajinasi, yang menidakkan impian-impian besar, yang menafikan
angan jauh ke depan. Pikiran lama hanya menjangkau jarak yang pendek. Tapi,
revolusi harus dimulai dari dalam diri orang-orang yang mendengungkannya.
Ketika ia gagal merevolusi dirinya sendiri terlebih dulu, kata itu akan terbang
lepas ke udara. ***
MODEL KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
a. Pengertian
Pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi orang lain
agar dapat berbuat sesuai dengan kemauan yang dikehendakinya. Dengan kata lain
pemimpin adalah orang yang sanggup membawa orang lain menuju kepada tujuan yang
dikehendakinya. Banyak teori tentang pemimpin dan kepemimpinan
(leadership), namun teori tersebut pada intinya adalah sebagai seni
mempengaruhi orang lain.
Wahab Abdul Kadir mendefinisikan pemimpin adalah orang yang
memiliki kesanggupan mempengaruhi, memberi contoh, mengarahkan orang lain atau suatu
kelompok untuk mencapai tujuan baik formal maupun non formal[1]
Pemimpin juga diartikan sebagai seseorang yang berkemapuan
mengarahkan pengikut-pengikutnya untuk bekerja bersama dengan kepercayaan serta
tekun mengerjakan tugas-tugas yang diberikannya.[2]
Memimpin adalah sebuah aksi mengajak sehingga memunculkan
interaksi dalam struktur sebagai bagian dari proses pemecahan masalah bersama.
Pada hakekatnya setiap manusia pada hakekatnya adalah
pemimpin, paling tidak ia sebagai pemimpin dirinya sendiri. Hati adalah
pemimpin di dalam tubuh manusia, sebab segala sesuatu yang yang manusia perbuat
adalah berdasar petunjuk dan kemauan hati nurani.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW.
كُلُّكُمْ رَاعٍ
وَكُلُّكُمْ مَسْؤُلٌ
عَنْ
رَعِيَّتِهِ
Artinya : “Setaip kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin
akan diminta pertanggungjawaban pada orang yang dipimpinnya.”
Dari hadits tersebut tampak bahwa setiap jiwa manusia itu
akan diminta pertanggungjawaban atas segala aktifitas hidupnya selama di dunia
ini. Bahkan seeorang akan ditanya masing-masing anggota tubuhnya nanti di hari
pengadilah sementara mulut itu membisu.
Firman Allah:
الْيَوْمَ نَخْتِمُ
عَلَى
أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا
كَانُوا
يَكْسِبُونَ ﴿٦٥﴾
Artinya : “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan
berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka
terhadap apa yang dahulu mereka usahakan” (Q.S. Yasin : 65)
b. Pembatasan dan perumusan masalah:
Setelah mendefinisikan tentang pemimpin, maka penulis hanya
akan membatasi pada model-model atau tipe-tipe kepemimpinan di sekolah.
Dimana hal ini sangat penting bagi praktisi pendidikan tentang bagimana
seharusnya mereka bersikap, karena ditangan pemimpinlah sebuah organisasi akan
maju atau mundur.
Adapun masalah yang akan kami angkat adalah :
Model-model apakah yang ada pada teori kepemimpinan?
Bagaimana model-model itu harus diterapkan di lembaga
pendidikan?
Bagaimanakah seorang pemimpin bisa menerapkan model-model
kepemimpinan?
Bagaimana kepemiminan dalam Islam?
BAB II
MODEL-MODEL KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM
Dalam perkembangan studi tentang kepemimpinan, ada beberapa
pendapat dan penelitia. Husaini Usman dalam bukunya Manajemen Teori
Praktik Dan Riset Pendidikan, membaginya dalam dua bagian, yaitu Kepemimpinan
Klasik dan Kepemimpinan Modern.
A. Kepemimpinan Klasik.
Taylor (1911)
– Cara terbaik untuk
meningkatkan hasil kerja adalah dengan meningkatkan teknik atau metode kerja
akibatnya anusia dianggap sebagai mesin.
– Manusia untuk manajemen
bukan manajemen untuk manusia
– Fungsi pemimpin adalah
menetapkan dan menerapkan kriteria prestasi untuk mencapai tujuan.
– Fokus pemimpin adalah pada
kebutuhan kerja.
2. Model Mayo (1920)
– Selain mencari teknik atau
metode kerja terbaik, juga harus memperhatikan perasaandan hubungan manusiawi
yang baik.
– pusat kekuasaan adalah
hubungan pribadu dalam unit-unit kerja
– fungsi pemimpin adalah
memudahkan pencapaian tujuan anggota secara kooperatif dan mengembangkan
pribadinya.
Studi Iowa (1930)
– Otoriter dimana
pemimpin bertindak secara direktif, selalu mengarahkan dan tidak memberikan
kesempatan bertanya pada bawahannya.
– Demokratis yang
mendorong kelompoknya untuk berdiskusi, berpartisipasi dan menghargai pendapat
orang lain, siap berbeda dan perbedaan untuk tidak dipertaentangkan.
– Laize faire dimana
pemimpin memberikan kebebasan mutlak kepada kelompoknya.
d. Studi Ohio (1945)
Dalam penelitian ini, muncul empat gaya kepemimpinan sebagai
berikut:
Tinggi
Perhatian
|
Struktur Rendah Perhatian Tinggi
Pemimpin mendorong hubungan kerjasama harmonis dan
kepuasan dengan kebutuhan ssosial anggota kelompok
|
Struktur Tinggi Perhatian Tinggi
Pemimpin mendorong mencapai keseimbangan pelaksanaan tugas
dan pemeliharaan hubungan kelompok yang bersahabat
|
||||||
Struktur Rendah Perhatian Rendah
Pemimpin menarik diri dan menempati perasaan pasif.
Pemimpin membiarkan sejadinya
|
Struktur Tinggi Perhatian Rendah
Pemipin memusatkan perhatian hanya kepada tugas
Perhatian pada kerja tidak penting
|
Rendah
Struktur
inisiasi
Tinggi
e. Studi Michigan (1947)
– Kepemimpinan yang
berorientasi pada bawahan, akan mementingkan hubungan pekerja dan menganggap
setiap pekerja penting.
– Kepemimpinan yang
berorientasi pada produksi, menekankan pentingnya produksi sebagai aspek teknik
kerja. Pada gaya ini pekerja dianggap sebagai alat mencapai tujuan organisasi.
B. Kepemimpinan Modern.
1. Likert (1961), merumuskan sistem kepemimpinan, yaitu :
– Exploitative
Authoritative (otoriter memeras), pada gaya ini bawahan harus bekerja
keras untuk mencapai hasil dan jika gagal akan mendapat ancaman dan hukuman.
– Benevolent
autoritative, (otoriter yang bijak), pada gaya ini pemimpin menentukan perintah
dan bawahan memiliki kebebasan memberi tanggapan terhadap perintahnya.
– Consultative (konsultatif),
pemimpin menetapkansasaran tugas dan memebrikan perintahnya setelah
mendiskusikan hal tersebut pada bawahannya. Bawahan dapat mengambil
keputusan sendiri sesuai tugasnya, namun keputusan penting ada di tingkat atas.
Hukuman dan ancaman digunakan untuk motivasi bawahan. Bawahan dipercaya dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik.
– Paticipative (partisipatif),
Sasaran tugas dan keputusan dibuat oleh kelompok. Jika pemimpin mengambil
keputusan maka keputusan diambil setelah memperhatikan pendapat kelompok.
Hubungan antar pemimpin bawahan terbuka, bersahabat dan saling percaya.
2. Reddin ( 1969),
– Eksekutif :
pemimpin disebut sebagai motivator yang baik, mampu dan mau menetapkan standar
kerja yang tinggi, mengenal perbedaan individu dan menggunakan kerja tim.
– Developer (Pecinta
pengembangan): Pemimpin memiliki kepercayaan implisit terhadap orang yang
bekerja dalam organisasinya dan sangat memperhatikan pengembangan individu.
– Otokratis
yang baik hati : pemimpin mengetahui secara tepat yang diinginkannya dan
cara mencapainya tanpa menimbulkkan keengganan pada bawahannya.
–
Birokrat : pemimpin sangat tertarik pada aturan dan mengontrol pelaksanannya
secara teliti.
– Pecinta
Kompromi: pemimpin pada gaya ini merupakan pembuat keputusan yang jelek karena
banyak tekanan bawahan yang mempengaruhinya.
– Missionari :
Pemimipin hanya menilai keharmonisan sebagai tujuan dirinya sendiri.
– Otokrat :
Pemimpin tidak percaya pada orang lain, tidak menyenagkan dan hanya tertarik
pada pekerjaan yang cepat selesai.
– Lari
dari Tugas : pemimpin tidak peduli pada tugas orang lain.[3]
Sopiah mengemukakan ada empat jenis kepemimpinan, yaitu :
1. Kepemimpinan Transaksional , ciri-cirinya:
–
pemimpin memberikan penghargaan kontigensi untuk memotivasi karyawan.
–
Pemimpin melaksanaka tindakan korektif hanya ketika para bawahan gagal mencapai
tujuan kerja
2. Pemimpin Karismatik:
–
Menekankan para perilaku pemimpin secara simbolis, pesan-pesannya memberikan
inspirasi bawahan, komunikasi non verbal, daya tarik idiologis.
Kepemimpinan Visioner: merupakan kemampuan untuk menciptakan
dan mengartikulasikan suatu visi yang realistis, percaya pada orang lain,
memahami otoritas dan tahu kapan harus melakukan intervensi.
Kepemimpinan Tim :
– Pemimpin merupakan
penghubung bagi para kontituen ekternal
– Pemimpin adalah pemecah
masalah
– Pemimpin adalah menajer
konflik
– Pemimpin adalah pelatih.[4]
Adapun bila diterapkan dalam dunia pendidikan tentang
model-model tersebut, sebagimana diunkapkan oleh Agus Dharma:
Model Otokratis, disini seorang kepala sekolah menentukan
sendirikebijakan sekolah dan menugaskannya kepda staf tanpa berkonsultasi dengan
mereka, kepala sekolah mengarahkan secara rinci dan harus dilaksanakan tanpa
pertanyaan[5].
Dengan model kepemimpinan ini seorang kepala sekolah biasanya selalu percaya
diri, tahu persis apa yang harus dilakukan dan memiliki sumber pengaruh yang
cukup untuk menggerakkan orang-orangnya. Namun model ini biasanya selalu
mengekang staf baik tata laksana maupun dewan guru.
Model Permisif, kepala sekolah beranggapan bahwa semua orang
pada prinsipnya terlahir bertanggungjawab dan memiliki kemampuan untuk
melaksanakan kewajibannya.[6] Kepala
sekolah membiarkan stafnya untuk melakukan pekerjaannya sendiri tapi jika digunakan
tanpa aturan akan timbul ketidak seimbanagan yang tidak kondusif di sekolah
tersebut. Sisi baiknya setiap staf dipacu untuk berinisiatif dan berkarya
sendiri tanpa campur tangan kepala sekolah. Namun hal ini tidak semua benar dan
hanya berlaku bagi guru yang berpengalaman dan profesional.
Model Partisipatif, kepala sekolah selalu melibatkan stafnya
dalam memutuskan suatu perencanaan, semua keputusan telah dimusyawarahkan
terlebih dahulu bahkan siswapun diajak turut serta.[7] Kebaikan
dari sifat ini, jika terjadi kegagalan bukan sepenuhnya ditanggung pimpinan,
naumun ditanggung bersama, namun sistem ini agak lama dan tidak cepat.
Bahkan dalam satu masalah bisa saja tidak dapat dioputuskan.
Model Situasional[8], seorang
kepala sekolah dalam model ini, harus melihat situasi dan kondisi waktu sebuah
keputusan harus diambil. Model i ni dapat dikataakan memadukan dari model-model
sebelumnya. Jika diterapkan pada kondisi yang tepat maka dapat memotivasi
bawahannya untuk bekerja keras untuk mencapau suatu tujuan.
Model-model tersebut jika digambarkan adalah sebgasi
berikut:
C. Kepemimpinan Dalam Islam
Dalam nash al-Qur’an maupun Hadts menujukkan tentang siapa
pemimpin, tugas dan tanggung jawabnya, maupun mengenai sifat-sifat dan
perlaku yang harus dimiliki seorang pemimpin.
Firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarar : 30
وَإِذْ
قَالَ
رَبُّكَ
لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي
جَاعِلٌ
فِي
الأَرْضِ
خَلِيفَةً قَالُواْ
أَتَجْعَلُ فِيهَا
مَن
يُفْسِدُ
فِيهَا
وَيَسْفِكُ الدِّمَاء وَنَحْنُ
نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ
قَالَ
إِنِّي
أَعْلَمُ
مَا
لاَ
تَعْلَمُونَ
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan
berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S.
Al-Baqarar : 30)
Pada ayat tersebut jelas, bahwa manusia adalah pemangku
kepemimpinan di muka bumi, sehingga Allah memerintahkan semua ciptaannya untuk
patuh dan taat, bahkan Malaikatpun diperintahkan untuk tunduk pada manusia
(Adam).
Lebih lanjut Al-Qur’an dalam Q.S. an-Nisa : 30 menerangkan
bahwa pemimpin dioersyaratkan seorang laki-laki karena memiliki beberapa
kelebihan sebagaimana Allah telah berikan.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى
النِّسَاء بِمَا
فَضَّلَ
اللّهُ
بَعْضَهُمْ عَلَى
بَعْضٍ
وَبِمَا
أَنفَقُواْ مِنْ
أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا
حَفِظَ
اللّهُ
وَاللاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي
الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ
أَطَعْنَكُمْ فَلاَ
تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً
إِنَّ
اللّهَ
كَانَ
عَلِيّاً
كَبِيراً
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at
kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari
jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
(Q.S. an-Nisa : 30)
Kemudian tugas seorang pemimpin harus mampu membawa di bawah
kepemimpinannya untuk meninggalkan sesuatu yang dapat membawa bencana, baik di
dunia maupun diakhirat, singkatnya seorang pemimpin harus dapat mengendalikan
kepemimpinannya untuk selalu taat pada Allah.
Firman Allah
يَا
أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا
قُوا
أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka……………..(Q.S. al-Tahrim : 6)
Adapun sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin, maka
kepemimpinan yang baik adalah sebagaimana kepemimpinan model Rasulullah, yaitu
dengan musyawarah sebagaimana firman Allah SWT.
فَبِمَا
رَحْمَةٍ
مِّنَ
اللّهِ
لِنتَ
لَهُمْ
وَلَوْ
كُنتَ
فَظّاً
غَلِيظَ
الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ
حَوْلِكَ
فَاعْفُ
عَنْهُمْ
وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ
وَشَاوِرْهُمْ فِي
الأَمْرِ
فَإِذَا
عَزَمْتَ
فَتَوَكَّلْ عَلَى
اللّهِ
إِنَّ
اللّهَ
يُحِبُّ
الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya : ”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.” (Q.S. Ali Imron 159)
Dari ayat tersebut dinyatakan bahwa seorang pemimpin harus
memilki sifat lemah lembut dalam menghadapi pihak yang dipimpinnya, karena jika
hal itu dilupakan niscaya mereka satu persatu akan meninggalkannya, atau paling
tidak enggan melaksanakan perintah-perintahnya. Jika demikian apa yang
akan dicapai akan menghadapi kesulitan.
Jika menemui kebuntuan dan kesulitan maka dianjurkan untuk
ijtihad, yaitu usaha dengan sepenuh hati untuk menetapkan sesuatu ketetapan
yang belum ada dalam nash;
Sabda Rasulullah SAW.
اِذَا
حَكَمَ
اْلحاَكِمُ فاَجْتَهَدَ ثُمَّ
اَصَابَ
فَلَهُ
اَجْرَانِ وَاِذَا
حَكَمِ
فَجْتَهَدَ ثُمَّ
اَخْطَاءَفَلَهُ اَجرٌْ
رواه
البخاري
ومسلم
Artinya: apabila seorang hakim memutuskan masalah dengan
jalan ijtihad kemudian ia benar, maka ia mendapat dua pahala. Dan jika dia
memutuskan dengan jalan ijtihad kemudian keliru, maka ia hanya mendapat satu
pahala (H.R. Bukhori Muslim).
Sikap tegas dan terhadap kemungkaran juga harus diterapkan
dalam kepemiminannya, sebagaimana Allah menyatakan dalam Q.S. Al-Fath : 29
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ
اللَّهِ
وَالَّذِينَ مَعَهُ
أَشِدَّاء عَلَى
الْكُفَّارِ رُحَمَاء
بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً
سُجَّداً
يَبْتَغُونَ فَضْلاً
مِّنَ
اللَّهِ
وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي
وُجُوهِهِم مِّنْ
أَثَرِ
السُّجُودِ ذَلِكَ
مَثَلُهُمْ فِي
التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي
الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ
أَخْرَجَ
شَطْأَهُ
فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى
سُوقِهِ
يُعْجِبُ
الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ
الْكُفَّارَ وَعَدَ
اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم
مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً
Artinya : Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang
yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka
dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat
mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas
itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di
atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah
hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang
mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (Q.S. Al-Fath : 29)
Dari pernyataan di atas (Qur’an dan Hadits), tampak bahwa
konsep kepemimpinan di dalam ajaran Islam hanya berdasar musyawarah dan
mufakat, namun demikian ada suatu perintah yang tidak boleh lagi dimusyawarahkan
dalam memutuskan sesuatu yaitu dalil-dalil yang qoth’i.
Pada masa kepemimpinan Rasul, memang selalu dituntun oleh
wahyu, jika tidak ada wahyu maka rasul berijtihad baik melalui musyawarah
maupun inisiatif beliau sendiri. Jika keputusan itu benar, Allah membiarkannya
dalam arti tidak ada teguran wahyu, tapi jika ketetapan Rasul atau ijtihad nya
itu tidak tepat maka turnlah wahyu.
Dari dasar itu, maka segala keputusan yang diambil masa
kepemimpinan Rasul selalu benar. Lalu bagaimana generasi setelah rasulullah
? maka ijtihadlah salah satunya, karena terdapat jaminan dan motifasi hasilnya
sebagaimana disebutkan hadits di atas.
Menurut konsep Al-Qur’an, sebagimana ditulis oleh Khatib
Pahlawan Kayo, bahwa seorang pemimpin harus memilki beberapa persyaratan sebagi
berikut :
1. Beriman dan bertaqwa. (Al-A’raf : 96)
2. Berilmu pengetahuan. (Al-Mujadalah : 11)
3. Mampu menyusun perencanaan dan evaluasi. (Al-Hasyr
: 18)
4. Memiiki kekuatan mental melaksanakan
kegiatan. (Al-baqarah : 147)
5. Memilki kesadaran dan tanggung jawab moral, serta
mau menerima kritik. (Ash-Shaf:147) [9]
Adapun gaya yang harus dimilki seorang pemimpin dalam
melaksanakan tugas kepemimpinannya, Islam menghendaki seperti berikut ini :
1. Selalu ramah dan gembira
2. Menghargai orang lain
3. mempelajari tindakan perwira yang suses dan menjadi
ahli dalam hubungan antar manusia
4. Mempelajari bentuk kepribadian yang lain untuk
mendapatkan pengetahuan dalam sifat dan kebiasaan manusia
5. Mengembangkan kebiasaan bekerjasama, baik moral
maupun spiritual
6. Memelihara sikap toleransi (tenggangrasa)
7. Memperlakukan orang lain seperti kita ingin
diperlakukan
8. Mengetahui bilamana harus terlihat secara resmi
sebagai pemimpin dan bilaman sebagai masyarakat, agar kehadirannya tidak
mengganggu orang lain dan dirinya sendiri.[10]
Azas pemimpin dalam Islam, seperti dikemukakan Kamrani
Buseri seperti berikut:
1. Power sesuai dengan yang diberikan oleh pemberi
kekuasaan.
Dalam pandangan filsafat Islam, bahwa di atas rakyat dan
presiden itu masih ada lagi yang maha memiliki power ialah Tuhan, oleh sebab
itu baik rakyat maupun presiden harus merasakan bahwa mereka juga memiliki
power sebagai pemberian dari Tuhan, itulah yang disebut dengan amanah yang
harus dipertanggung jawabkan kepada pemberi. Jadi setiap manager mesti memiliki
dua amanah yakni amanah dari organisasi/lembaga sekaligus amanah dari Tuhannya.
Kesadaran spiritualitas ini memberikan corak kepemimpinan yang sangat
berketuhanan dan manusiawi, dia akan membawa organisasinya ke arah visi
ketuhanan dan kemanusiaan, bukan ke arah keserakahan.
2. Wewenang (authority).
Kewenangan adalah batasan gerak seorang manager sesuai
dengan apa yang telah diberikan oleh pemberinya. Dalam pandangan Islam,
wewenang juga dua lapis, yakni wewenang yang diperoleh sejalan dengan ruang
lingkup tingkatan tugas dan tanggung jawab manajer, serta wewenang yang
diberikan oleh Tuhan sebagai khalifah-Nya, yakni memiliki kewenangan atas bumi
dan segala isinya, dengan tugas memakmurkan bumi ini.
Kesadaran spiritual adanya kewenangan yang berlapis ini akan
menumbuhkan pertanggung jawaban atas jalannya wewenang yang diterimanya, bahkan
akan mempertanggung jawabkan di hadapan Yang Maha Kuasa kelak. Bilamana seorang
pemimpin sudah memiliki power, wewenang dan amanah, maka dia akan memiliki
wibawa atau pengaruh. Menurut Daniel Katz and Robert L Kahn, esensi dari
kepemimpinan organisasi adalah penambahan pengaruh di samping kerelaan mekanik
melalui arahan yang rutin dari organisasi (Hoy and Miskel, 1991:252).
3. Keimanan
Iman yang akan membalut power, authority dan amanah tersebut
sehingga kepemimpinan akan dibangun atas dasar bangunan yang komprehensip, kuat
dan berorientasi jauh ke depan tidak sekedar melihat manajemen hanya
diorientasikan kepada masalah mondial/duniawi semata. Seorang pemimpin yang
kuat imannya, dia memahami bahwa kemampuan memimpin yang dia miliki adalah
pemberian Tuhannya. Dia menyadari punya kekurangan, dan di saat itu dia juga
mudah bertawakkal kepada Tuhannya. Sehingga keberhasilan dan kegagalan baginya
akan memiliki makna yang sama, karena keduanya diyakini sebagai anugerah
sekaligus pilihan Tuhannya. Disini pentingnya zero power
4. Ketakwaan
Takwa sebagai azas kepemimpinan bukan dalam arti yang
sempit., yakni takwa berarti berhati-hati dan teliti. Oleh sebab itu dalam
surah Al- Hasyr 18 mengenai perencanaan, Allah memulai menyeru dengan seruan”
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah”, baru dilanjutkan dengan perintah
mengamati kondisi kekinian yang digunakan untuk menyusun rencana ke depan.
Setelah itu ditutup dengan seruan “bertakwalah” kembali. Ini menunjukkan
perencanaan dan implementasi rencana harus dengan kehati-hatian dan ketelitian
dalam
mengumpulkan data, pula dalam mengimplementasikannya. Atas
5. Musyawarah,
Sebagaimana diterangkan dalam surah As-Syura:38 dan Ali
Imran ayat 159. Musyawarah penting karena kepemimpinan berkaitan dengan banyak
orang. Melalui musyawarah akan terbangun tradisi keterbukaan, persamaan dan
persaudaraan. Perencanaan, organisasi, pengarahan dan pengawasan selalu saja
terkait dengan sejumlah orang, maka keterbukaan, persamaan dan persaudaraan
akan memback up lancarnya proses manajemen tersebut.
Sebuah visi dan misi organisasi, akan semakin baik bilamana
dibangun atas dasar musyawarah, akan semakin sempurna dan akan memperoleh
dukungan luas, sense of belonging and sense of responsibility karena masyawarah
sebagai bagian dari sosialisasi.
Di sisi lain, musyawarah melenyapkan kediktatoran, keakuan
dan arogansi yang seringkali menghambat kelancaran proses manajemen Tuhan juga
mencontohkan dalam banyak firmannya yang menggunakan kata “Kami” dari pada kata
“Aku”. Penggunaan kata “Kami” tersebut adalah pengakuan adanya keterlibatan
pihak lain. Musyawarah dapat memperkuat proses transformasi input menjadi
output, sesuai penegasan Howard S. Gitlow, dkk (2005:3) yaitu “A process is a
collection of interacting components that transform inputs into outputs toward
a common aim, called a mission statement. It is the job of management to
optimize the entire process toward its aim”.[11]
Wallahu a’lam bishawab.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam teori kepemimpinan terdapat model : taylor, Mayo,
Iowa, Ohio dan Michigan. Yang dianggap sebagai teori klasik. Dan dalam teori
kepemimpinan modern terdapat model yang dikemukakan Likert, Redin. Ditambah
pula dengan munculnya kepemimpinan kharismatik, visioner, transaksional dan
kerja tim (team work).
Model kepemimpinan yang baik untuk diterapkan di lembaga
pendidikan adalah kepemimpinan situasional, karena yang dipimpin dan produknya
adalah benda hidup yang bernama anak didik.
Seseorang bias menerapkan beberapa model kepemimpinan jika
pemimpin itu memilki kemampuan intelektual dan daya nalar kreasi tinggi,
sehingga kebijakan apa yang harus diambil dapat dengan cepat bias dilakukan.
Kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan idealistic
rasulullah, yaitu mengutamakan musyawarah dan pendekatan akhlaqi, yaitu
mengaggap staf sebagai mitra kerja dalam mencapai tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Alqur,an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI.
Abdoel Kadir, Abdul Wahab, Organisasi Konsep Dan
Aplikasi, Tangerang, Pramita Press,cet.pertama, 2006,.
Buseri, Kamrani, Peran Spiritualitas (Agama) Dalam
Penyelenggaraan Kepemimpinan, makalah disampaikan pada Seminar dan Orasi Ilmiah
dalam rangka Dies Natalis ke 24 & Wisuda Sarjana ke 19 & Pascasarjana
ke 2 STIA Bina Banua Banjarmasin, tanggal 15 dan 16 September 2006.
Husaini Usman,., Manajemen Teori Praktik Dan Riset
Pendidikan, jakarta, Bina Aksara, cet I, 2006
Pahlawan Kayo, Khatib RB, Kepemimpinan Islam &
Dakwah, Jakarta, Amzah, cet I, 2005
Pusdiklat Pegawai Depdiknas, Manajemen Sekolah,
Jakarta, edisi II, cet III,tt
Sopiah, Perilaku Organisasi, Yogyakarta, Andi, tt,
Terry, Georga R. Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj.J.
Smith DFM. Jakarta, Bumi Aksara, Cet.Kedelapan, 2006.
[1] Abdoel
kadir, Abdul Wahab,Dr.,Ir., Organisasi Konsep Dan Aplikasi,
Tangerang,Pramita Press,cet.pertama, 2006, h.125.
[2] Terry,
Georga R. Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj.J. Smith DFM. Jakarta, Bumi
Aksara, Cet.Kedelapan, 2006. H. 152.
[3] Husaini
Usman, Prof. Dr.,M.Pd.,MT., Manajemen Teori Praktik Dan Riset Pendidikan,
jakarta, Bina Aksara, cet I, 2006. h. 258-290.
[4] Sopiah,
Dr. MM.MPd., Perilaku Organisasi, Yogyakarta, Andi, tt, h. 121.
[5] Pusdiklat
pegawai Depdiknas, Manajemen Sekolah, Jakarta, edisi II, cet III,tt, h. 78
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid
[9] Pahlawan
Kayo, Khatib RB, Kepemimpinan Islam & Dakwah, Jakarta, Amzah, cet I,
2005, h.75
[10] Ibid.
[11]Buseri,
Kamrani, Peran Spiritualitas (Agama) Dalam Penyelenggaraan Kepemimpinan,
makalah disampaikan pada Seminar dan Orasi Ilmiah dalam rangka Dies Natalis ke
24 & Wisuda Sarjana ke 19 & Pascasarjana ke 2 STIA Bina Banua
Banjarmasin, tanggal 15 dan 16 September 2006.
Faktor yang mempengaruhi Pemimpin
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuai fitrahnya setiap manusia dilahirkan
sebagai orang bersih. Dia ingin berbuat yang terbaik bagi dirinya dan juga
untuk orang lain serta lingkungannya. Dalam prosesnya, disamping karena faktor
diri sendiri (internal) maka faktor eksternal sangat mempengaruhi
pembentukan karakter dan perilaku seseorang. Dari sinilah akan terbentuk
pribadi yang terseleksi, apakah akan tumbuh menjadi pribadi yang biasa atau
pribadi yang penuh dengan karakter seorang pemimpin. Kepemimpinan
mengandung arti menentukan arah yang akan diikuti oleh yang lain. Arah ini
tidak boleh asal arah, melainkan harus ditentukan oleh suatu bentuk arti
strategi.[1]
Seorang pemimpin sudah pasti memiliki kekuasaan. Dengan
kekuasaan, akan tahu batas-batas dalam memimpin. Kekuasaan bukanlah inti dari
kepemimpinan sebab jika kekuasaan digunakan secara sewenang-wenang tentu akan
membuat orang lain/yang dipimpin akan lengah dan cenderung akan
melawan/memberontak. Gunakanlah kekuasaan sesuai porsinya dan jangan menjadikan
kekuasaan sebagai satu-satunya cara untuk memimpin.
Oleh karenanya banyak factor ataupun penyebab sukses atau
tidaknya kepemimpinan seseorang, dalam makalah ini akan dicantumkan beberapa
factor keberhasilan maupun kegagalan seseorang dalam memimpin.
B. Tujuan
Pembuatan makalah ini selain sebagai pemenuh tugas dari
dosen pembimbing juga untuk memberi pengetahuan bagi pemakalah maupun pembaca
seputar factor-faktor yang bisa mempengaruhi pemimpin secara lebih rinci.
C. Rumusan Masalah
1.Pengertian factor dan pemimpin ?
2.Factor-factor yang mempengaruhi keberhasilan pemimpin?
3.Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan pemimin?
Sebelum masuk pada factor-faktor yang mempengaruhi pemimpin
sebaiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan factor dan yang dimaksud
dengan pemimpin. Factor ialah hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan
(mempengaruhi) terjadinya sesuatu, factor juga dapat diartikan sebagai
pendorong hal atau kondisi yg dapat mendorong atau menumbuhkan suatu kegiatan,
usaha, atau produksi. Sedangkan pemimpin atan kepemimpinan cukup banyak
definisi yang bisa kita dapatkan dari barbagai literartur.Wahab Abdul Kadir mendefinisikan
pemimpin adalah orang yang memiliki kesanggupan mempengaruhi, memberi contoh,
mengarahkan orang lain atau suatu kelompok untuk mencapai tujuan baik formal
maupun non formal.[2]Pemimpin juga
diartikan sebagai seseorang yang berkemampuan mengarahkan pengikut-pengikutnya
untuk bekerja bersama dengan kepercayaan serta tekun mengerjakan tugas-tugas
yang diberikannya.[3]
Menurut Stoner dan Freeman (1992:472) kepemimpinan adalah
proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya
dengan pekerjaan terhadap para anggota kelompok. Sedangkan Bartol dan Martin
(1991:480) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain
tentang pencapaian prestasi ke arah tujuan organisasi. Secara luas definisi
kepemimpinan dikemukakan oleh Yukl (1989:4-5).Ia menyatakan bahwa kepemimpinan
meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi
perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dan budayanya.
Jadi kepemimpinan dapat di artikan sebagai sebuah aksi
mengajak sehingga memunculkan interaksi dalam struktur sebagai bagian dari
proses pemecahan masalah bersama.Pada hakekatnya setiap manusia adalah
pemimpin, paling tidak ia sebagai pemimpin dirinya sendiri. Hati adalah
pemimpin di dalam tubuh manusia, sebab segala sesuatu yang yang manusia perbuat
adalah berdasar petunjuk dan kemauan hati nurani.Sebagaimana hadits Rasulullah
SAW.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya : “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin
akan diminta pertanggungjawaban pada orang yang dipimpinnya.”
Ada dua konsep yang dikemukakan oleh Peter Drucker dalam
kaitannya dengan manjemen, yaitu konsepefisiensidan efektivitas.
Efisiensi adalah melakukan suatu pekerjaan dengan tepat, sedangkan efektifitas
adalah melakukan seseuatu dengan tepat.Drucker mengatakan bahwa efektifitas
merupakan kunci keberhasilan suatu organisasi. Sebelum melakukan kegiatan
secara efisien,seseorang harus yakin bahwa ia telah menemukan hal yang tepat
untuk dilakukan.[4] Demekian
pula dengan kepemimpinan yang efektif, yaitu suatu proses untuk menciptakan
wawasan, mengembangkan suatu strategi, membangun kerjasama, dan mendorong
tindakan untuk lebih maju.[5]
Kepemimpinan adalah pangkal utama dan pertama penyebab dari
pada kegiatan, proses atau kesediaan untk merubah pandangan atau sikap(mental,
pisik) dari pada kelompok orang-orang, baik dalam hubungan organisasi formal
maupun non formal. Kepemimpinan Islam berarti bagaimana ajaran Islam memberi
corak dan arah kepada pemimpin itu, dan dengan kepemimpinannya mampu merubah
pandangan atau sikap mental yang selama ini dianggap menghambat dan mengidap
pada sekelompok masyarakat maupun perorangan.
Namun kemampuan seorang pemimpin di dalam kepemimpinannya
tidak disebabkan oleh satu factor saja.Keberhasilan seorang pemimpin didalam
memimpin bisa dipengaruhi baik dari dalam dirinya sendiri maupun dari
lingkungannya, begitu pula dengan kegagalan seorang pemimpin bisa saja
dipengaruhi oleh lingkungan ataupun memang dari dalam dirinya sendiri.
Ada banyak hal yang mempengaruhi kepemimpinan itu, terlebih
fakta oraganisasi satu dengan lainnya sangat beragam sehingga ada banyak hal
yang mempengaruhi kepemimpinan.Pada tahap inilah bukan hanya konsep
kepemimpinan yang mempunyai pengaruh besar tetapi juga keterampilan spontan dan
teknis pemimpin itu sendiri yang banyak menentukan keberhasilan sebuah
kepemimpinan mengingat fakta organisasi tersebut beragam. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kepemimpinan menurut Poernomosidhi Hadjisarosa (1980;33) adalah
sebagai berikut :
1. Faktor Kemampuan
Personal
Pengertian kemampuan adalah kombinasi antara potensi sejak
pemimpin dilahirkan ke dunia sebagai manusia dan faktor pendidikan yang ia
dapatkan. Jika seseorang lahir dengan kemampuan dasar kepemimpinan, ia akan
lebih hebat jika mendapatkan perlakuan edukatif dari lingkungan, jika tidak, ia
hanya akan menjadi pemimpin yang biasa dan standar. Sebaliknya jika manusia
lahir tidak dengan potensi kepemimpinan namun mendapatkan perlakuan edukatif
dari lingkunganya akan menjadi pemimpin dengan kemampuan yang standar pula.
Dengan demikian antara potensi bawaan dan perlakuan edukatif lingkungan adalah
dua hal tidak terpisahkan yang sangat menentukan hebatnya seorang pemimpin.
2. Faktor Jabatan
Pengertian jabatan adalah struktur kekuasaan yang pemimpin
duduki.Jabatan tidak dapat dihindari terlebih dalam kehidupan modern saat ini,
semuanya seakan terstrukturifikasi. Dua orang mempunyai kemampuan kepemimpinan
yang sama tetapi satu mempunyai jabatan dan yang lain tidak maka akan kalah
pengaruh. sama-sama mempunyai jabatan tetapi tingkatannya tidak sama maka akan
mempunya pengarauh yang berbeda.
3. Faktor Situasi dan
Kondisi
Pengertian situasi adalah kondisi yang melingkupi perilaku
kepemimpinan. Disaat situasi tidak menentu dan kacau akan lebih efektif jika
hadir seorang pemimpin yang karismatik. Jika kebutuhan organisasi adalah sulit
untuk maju karena anggota organisasi yang tidak berkepribadian progresif maka
perlu pemimpin transformasional. Jika identitas yang akan dicitrakan oragnisasi
adalah religiutas maka kehadiran pemimpin yang mempunyai kemampuan kepemimpinan
spritual adalah hal yang sangat signifikan. Begitulah situasi berbicara, ia
juga memilah dan memilih kemampuan para pemimpin, apakah ia hadir disaat yang
tepat atau tidak.
Sedangkan menurut Khairudin dalam penjelasannya di study
class Manajemen Dakwah, factor yang mempengaruhi kepemimpinan dapad dibagi
menjadi dua yakni ;
1. Factor internal
a. Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individubereaksi
dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan
dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.[6]
Setiap pemimpin haruslah memiliki keperibadian yang baik,
dalam hal ini kepribadian seorang pemimpin dapat dilihat dari dua aspek yakni
sifat dan seni. Sifat merupakan hal yang telah ada pada dirinya sejak ia lahir,
sifat memang sangat mempengaruhi seorang pemimpin dalam menentukan evektif atau
tidak kepemimpinannya. Pada Teori Sifat (Trait Theory) mengemukakan bahwa
efektivitas kepemimpinan sangat tergantung pada kehebatan karakter pemimpin.
“Trait” atau sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan
fisik dan kemampuan social. Penganut teori ini yakin dengan memiliki keunggulan
karakter di atas, maka seseorang akan memiliki kualitas kepemimpinan yang baik
dan dapat menjadi pemimpin yang efektif. Karakter yang harus dimiliki oleh
seseorang menurut Judith R. Gordon mencakup kemampuan yang istimewa dalam (1)
Kemampuan Intelektual (2) Kematangan Pribadi (3) Pendidikan (4) Status Sosial
dan Ekonomi (5) “Human Relations” (6) Motivasi Intrinsik dan (7) Dorongan untuk
maju (achievement drive).
Begitu pula dengan seni, yang merupakan bagian dari
kepribadian sang pemimpin. Seni merupakn hal yang memang ada dalam setiap
kepemimpinan seorang pemimpin tapi yang perlu anda perhatikan adalah bahwa
setiap orang memiliki gaya atau seni yang berbeda dalam kepemimpinannya.
b. Perilaku Kepemimpinan
Pemimpin dalam melaksanakan tugas sehari-hari harus didasari
oleh orientasi kepemimpinan yang mewarnai perilaku yang diterapkannya.Salah
satu tinjauan tentang prilaku kepemimpinan yang diterapkan adalah prilaku
kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan prilaku kepemimpinan yang
berorientasi pada hubungan antar manusia (Gordon, 1990; Greenberg dan Baron,
1995).Mengacu pada keterbatasan peramalan efektivitas kepemimpinan melalui
teori “trait”, para peneliti pada era Perang Dunia ke II sampai era di awal
tahun 1950-an mulai mengembangkan pemikiran untuk meneliti “behavior” atau
perilaku seorang pemimpin sebagai cara untuk meningkatkan efektivitas
kepemimpinan. Fokus pembahasan teori kepemimpinan pada periode ini beralih dari
siapa yang memiliki kemampuan memimpin ke bagaimana perilaku seseorang untuk
memimpin secara efektif.Oleh karenanya seorang pemimpin harus menjadikan
dirinya sebagai idola agar dikenang oleh masyarakat dengan selalu berperilaku
positif. Dalam Islam juga perilaku pemimpin dibahas,berdasarkan Qs. 39 : 12,
maka seorang pemimpin haruslah memiliki sifat kepeloporan. Selalu menjadi
barisan terdepan (pioneer) dalam memerankan perintah Islam.Berdasarkan Qs. 35 :
32, maka seorang pemimpin haruslah berada pada posisi hamba-hamba Allah yang
bersegera dalam berbuat kebajikan (sabiqun bil khoiroti bi idznillah)
Untuk sauri tauladan seorang pemimpin Rasulullah SAW juga
sudah menegaskan :
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ
خَالِدٍ
حَدَّثَنَا أَبُو
مُسْهِرٍ
حَدَّثَنِي عَبَّادُ
بْنُ
عَبَّادٍ
الْخَوَّاصُ عَنْ
يَحْيَى
بْنِ
أَبِي
عَمْرٍو
السَّيْبَانِيِّ عَنْ
عَمْرِو
بْنِ
عَبْدِ
اللَّهِ
السَّيْبَانِيِّ عَنْ
عَوْفِ
بْنِ
مَالِكٍ
الْأَشْجَعِيِّ قَالَ
سَمِعْتُ
رَسُولَ
اللَّهِ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ
لَا
يَقُصُّ
إِلَّا
أَمِيرٌ
أَوْ
مَأْمُورٌ أَوْ
مُخْتَالٌ
Rasulullah saw bersabda: tidak ada yang berhak untuk
memberikan ceramah (nasehat/cerita hikmah) kecuali seorang pemimpin, atau orang
yang mendapatkan izin untuk itu (ma’mur), atau memang orang yang sombong dan
haus kedudukan. (hr. Muslim)
Penjelasan:
Hadis ini bukan berarti hanya pemimpin yang berhak memberi
nasehat kepada umat, melainkan hadis ini mengandung pesan bahwa seorang
pemimpin seharusnya bisa memberikan suri tauladan yang baik kepada umatnya.
Karena yang dimaksud ceramah disini bukan dalam arti ceramah lantas memberi
wejangan kepada umat, akan tetapi yang dimaksud ceramah itu adalah sebuah sikap
yang perlu dicontohkan kepada umatnya. Seorang penceramah yang baik dan
betul-betul penceramah tentunya bukan dari orang sembarangan, melainkan dari
orang-orang terpilih yang baik akhlaqnya.Begitu pula dalam hadis ini, pemimpin
yang berhak memberikan ceramah itu pemimpin yang memiliki akhlaq terpuji
sehingga akhlaqnya bisa menjadi tauladan bagi rakyatnya.
c. Kemampuan
Intelektual
Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan intelektual,
emosional, dan keterampilan yang akan menjadikan seorang pemimpin memiliki
nilai tambah. Menurut Sekretaris Daerah Prov Jatim, Dr H Rasiyo secara
intelektual, pemimpin harus memiliki kemampuan menganalisis permasalahan dan
memecahkan permasalahan secara tepat. Sedangkan secara emosional, pemimpin
harus memiliki emosional yang tangguh, percaya kepada orang lain, dan memiliki
rasa percaya diri yang tinggi manakala berhadapan dengan publik.
Seorang calon pemimpin haruslah memiliki kecerdasan, baik
secara emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ). Dalam hadits
Rasulullah melalui jalan shahabat Ibnu Abbas r.a, bersabda :
"Orang yang pintar (al-kayyis) adalah orang yang mampu
menguasai dirinya dan beramal untuk kepentingan sesudah mati, dan orang yang
bodoh (al-‘ajiz) adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan pandai
berangan-angan atas Allah dengan segala angan-angan." (HR. Bukhari,
Muslim, Al-Baihaqy)
Hadits ini mengandung isyarat bahwa seorang pemimpin
haruslah orang yang mampu menguasai dirinya dan emosinya.Bersikap lembut,
pemaaf, dan tidak mudah amarah. Dalam mengambil sikap dan keputusan, ia lebih
mengutamakan hujjah Al-Qur'an dan Al-Hadits, daripada hanya sekedar nafsu dan
keinginan-nya.[7]Ia akan
menganalisa semua aspek dan faktor yang mempengaruhi penilaian dan pengambilan
keputusan. Berdasarkan Qs. 10 : 55, mengandung arti bahwa dalam mengambil dan
mengajukan diri untuk memegang suatu amanah, haruslah disesuaikan dengan
kapasitas dan kapabilitas (kafa'ah) yang dimiliki (Qs. 4 : 58). Rasulullah
berpesan : "Barangsiapa menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan
ahlinya, maka tunggulah kehancurannya."
2. Factor Eksternal
a. Politikalwil
Politik merupakan salah satu factor yang bisa mempengaruhi
keefektifan kepemimpinan seseorang.Oleh karenanya seorang pemimpin harus mampu
merangkul orang-orang yang ada disekitarnya. Dengan memiliki kepercayaan atau
pun pandangan positif serta dukungan dari orang-orang yang ada disekitarnya
baik itu keluarga, bawahan maupun rekan kerja maka kepemimpinannya akan
berjalan dengan lancar.
b. Otorits
kepemimpinannya
Otoritas (authority) dapat dirumuskan sebagai kapasitas
atasan, berdasarkan jabatan formal, untuk membuat keputusan yang mempengaruhi
perilaku bawahan. Banyak orang memahami bahwa otoritas adalah sebuah bentuk
kekuasaan seseorang atas diri orang lain. Pada waktu seseorang memiliki
otoritas, misalnya di dalam lingkup pekerjaan tertentu, maka kekuasaan menjadi
mutlak miliknya.Baik itu kekuasaan untuk mengatur, mengontrol atau memutuskan
sesuatu.Tentu saja jika digunakan oleh orang yang tidak tepat atau memiliki
motivasi yang tidak baik, maka otoritas tersebut tidak berfaedah untuk
membangun sebuah sistem malah meruntuhkannya. Bukan hanya itu, otoritas di
tangan orang yang tidak tepat, akan dapat disalahgunakan untuk menjajah orang
lain, mencari keuntungan sendiri dan menghasilkan perlakuan atau tindakan
semena-mena. Betapa baiknya otoritas untuk tujuan yang baik dan betapa buruknya
otoritas untuk tujuan yang menyimpang.Otoritas haruslah berada di tangan orang
yang tepat, yang mampu menggunakannya secara bertanggung-jawab.
Otoritas yang baik dan benar yaitu, jika segala sesuatu
berjalan dengan baik, di dalam sebuah sistem pemerintahan, pekerjaan atau
bahkan lingkup pelayanan.
c. Rakyat
Rakyat (bahasaInggris: peoples)
adalah bagian dari suatu negara atau unsur penting
dari suatupemerintahan. Rakyat terdiri dari beberapa orang yang
mempunyai ideologi yang
sama dan tinggal di daerah atau pemerintahan yang
sama dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama yaitu untuk membela negaranya
bila diperlukan.[8] Oleh
karenanya rakyat merupakan factor eksternal yang bisa mempengaruhi pemimpin,
secara mendasar saja jika tidak ada rakyat maka tidak akan ada pemimpin.
Pemimpin yang ialah Pemimpin yang menyesuaikan kepemimpinannya dengan keadaan
rakyat yang ia pimpin, sebagaimana rasulullah bersabda :
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ
عَبْدِ
الرَّحْمَنِ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى
بْنُ
حَمْزَةَ
حَدَّثَنِي ابْنُ
أَبِي
مَرْيَمَ
أَنَّ
الْقَاسِمَ بْنَ
مُخَيْمِرَةَ أَخْبَرَهُ أَنَّ
أَبَا
مَرْيَمَ
الْأَزْدِيَّ أَخْبَرَهُ قَالَ
دَخَلْتُ
عَلَى
مُعَاوِيَةَ فَقَالَ
مَا
أَنْعَمَنَا بِكَ
أَبَا
فُلَانٍ
وَهِيَ
كَلِمَةٌ
تَقُولُهَا الْعَرَبُ فَقُلْتُ
حَدِيثًا
سَمِعْتُهُ أُخْبِرُكَ بِهِ
سَمِعْتُ
رَسُولَ
اللَّهِ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ
مَنْ
وَلَّاهُ
اللَّهُ
عَزَّ
وَجَلَّ
شَيْئًا
مِنْ
أَمْرِ
الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ دُونَ
حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللَّهُ
عَنْهُ
دُونَ
حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ قَالَ
فَجَعَلَ
رَجُلًا
عَلَى
حَوَائِجِ النَّاسِ
Artinya ; Abu maryam al’ azdy r.a berkata kepada muawiyah:
saya telah mendengar rasulullah saw bersabda: siapa yang diserahi oleh allah
mengatur kepentingan kaum muslimin, yang kemdian ia sembunyi dari hajat
kepentingan mereka, maka allah akan menolak hajat kepentingan dan kebutuhannya
pada hari qiyamat. Maka kemudian muawiyah mengangkat seorang untuk melayani
segala hajat kebutuhan orang-orang (rakyat). (abu dawud, attirmidzy)[9]
Penjelasan:
Pemimpin sebagai pelayan dan rakyat sebagai tuan. Itulah
kira-kira yang hendak disampaikan oleh hadis di atas. Meski tidak secara
terang-terangan hadis di atas menyebutkan rakyat sebagai tuan dan pemimpin
sebagai pelayan, namun setidaknya hadis ini hendak menegaskan bahwa islam
memandang seorang pemimpin tidak lebih tinggi statusnya dari rakyat, karena
hakekat pemimpin ialah melayani kepentingan rakyat. Sebagai seorang pelayan, ia
tentu tidak beda dengan pelayan-pelayan lainnya yang bertugas melayani
kebutuhan-kebutuhan majikannya. Seorang pelayan rumah tangga, misalkan, harus
bertanggung jawab untuk melayani kebutuhan majikannya.Demikian juga seorang
pelayan kepentingan rakyat harus bertanggung jawab untuk melayani seluruh
kepentingan rakyatnya.
Dalam konteks indoensia, sosok “pelayan” yang bertugas untuk
memenuhi kepentingan “tuan” rakyat ini adalah presiden, menteri, dpr, mpr, ma,
bupati, walikota, gubernur, kepala desa, dan semua birokrasi yang
mendukungnya.Mereka ini adalah orang-orang yang kita beri kepercayaan (tentunya
melalui pemilu) untuk mengurus segala kepentingan dan kebutuhan kita sebagai
rakyat.Karena itu, bila mereka tidak melaksanakan tugasnya sebagai pelayan
rakyat, maka kita sebagai “tuan” berhak untuk “memecat” mereka dari jabatannya.
Bn
Keahlian dalam bidang pekerjaan yang dipimpinnya amatlah
perlu.Bagaimana kita dapat memberi pimpinan dan bimbingan kalau kita sendiri
tak ada kemampuan untuk melaksanakannya.Hal ini merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kepemimpinan seseorang dan masih banyak lagi faktor
keberhasilan seorang pemipin. Berikut ini adalah beberapa factor keberhasilan
pemimpin :[10]
a. Berpengetahuan
Ia memang memiliki kemampuan dalam bidang yang dipimpinnya.
Ia tahu yang dipimpinnya. Ia tahu benar akan seluk beluk bidang
kegiatannya, baik dari dalam maupun dari luar. Ia memang melakukan spesialisasi
di bidang itu. Meskipun sifatnya yang mengkoordinir, akan tetapi sangat perlu
mengetahui bidang gerak yang dipimpinnya. Rasulullah bersabda “ Bila suatu
perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka nantikan saat
kehancurannya”.
Camkanlah bahwa “kennis is macht” yang berarti pengetahuan
adalah kekuatan.Karena dari pengetahuanlah kekuatan.Karena dari pengetahuan itu
lahir keyakinan, kekuatan dan semangat yang tak bisa dipatahkan.
b. Keberanian
Adalah kemampuan batin yang mengakui adanya rasa takut, akan
tetapi mampu untuk menghadapi bahaya atau rintangan dengan tegas dan tenang,
atau dapat dikatakan bahwa keberanian adalah kemampuan berpikir yang
memungkinkan seseorang dapat menguasai tingkah lakunya dan dapat menerima
tanggung jawab serta dapat mudah bertindak dalam keadaan bahaya. Dalam hal ini
pemimpin harus bersikap seperti komandan, menumbuhkan sugesti keberanian
pada bawahan. Pada saat tertentu pula, ia hadir sebagai pengayom atau
pelindung, sehingga para bawahannya merasa senang, tentram dengan kehadirannya.[11]
c. Berinisiatif
Ia adalah kemampuan untuk bertindak, meskipun tidak ada
perintah atau yang mengajukan pertimbangan-pertimbangan guna perbaiki tugas
pekerjaannya. Ia mampu menganalisa situasi, sehingga tepat dan cepat mengambil
keputusan. Sikap ini timbul, karena pada dirinya peka terhadap lingkungan,
sehingga selalu ingin meskipun tidak ada perintah atau yang mengajukan
pertimbangan-pertimbangan guna perbaiki tugas pekerjaannya. Ia mampu
menganalisa situasi, sehingga tepat dan cepat mengambil keputusan. Sikap ini
timbul, karena pada dirinya peka trhadap lingkungan, sehingga selalu ingin ada
perubahan dan ada perubahan dan perbaikan.Bila tidak, maka disebut “wujudhu ka’
adamihi perbaikan.Bila tidak, maka disebut “wujudhu ka’ adamihi (adanya dengan
tidak adanya sama saja)”.
d. Berketegasan
Artinya kesanggupan untuk mengambil keputusan keputusan
dengan segera bila dibutuhkan dan mengutarakan dengan tegas , lengkap dan
jelas. Ketegasan bersumber pada keyakinan dan kepercayaan kepada diri sendiri.
e. Kebijaksana
Bijaksana adalah kecakapan untuk bergaul dengan bawahan
maupun atasnnya dengan cara yang tepat dan tidak menyinggung perasaan.
Kebijaksanaan merupakan suatu kemampuan untuk menghargai apa lagi, kapan harus
dilakukan, dan kapan arus diam, menanggung saat yang baik.[12]
f. Adil
Artinya tidak memihak dan hanya komitmen terhadap
kebenaran.Ia mampu memisahkan antara emosi dan rasio. Dendam dan benci , cinta
dan dengki tidak mempengaruhinya dalam mengambil keputusan. Jadi berarti adil
di waktu cinta maupun benci (al’adlu fir ridla wa fil ghadlab).
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia
dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan
kamu dari jalan Allah SWT. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah
SWT akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”
(Qs Shad: 26)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa: salah satu tugas dan kewajiban utama seorang khalifah adalah menegakkan supremasi hukum secara Al-Haq. Seorang pemimpin tidak boleh menjalankan kepemimpinannya dengan mengikuti hawa nafsu.Karena tugas kepemimpinan adalah tugas fi sabilillah dan kedudukannyapun sangat mulia.
g. Taat
Artinya taat terhadap keputusan yang disepakati.Setiap
keputusan bersama dijalankan dengan konsekuen.
h. Berpembawaan Yang Baik
Pembawaan atau tampang dan sikap seseorang berarti
penjelmaan yang nyata dari isi diri yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin.Seorang pemimpin harus memperhatikan tingkah lakunya, tampangnya
bahkan pakaiannya.
i. Memiliki
Keuletan
Keuletan dibuktikan dengan kesanggupan untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan, walaupun banyk dialami oleh banyak rintangan dan
kegagalan-kegagalan. Kesanggupan untuk menahan kelelahan, kesakitan dan
penderitaan tanpa putus asa dan tidak kenal menyerah , sebagai bukti dari
keuletannya.
j. Memiliki
Semangat Besar
Seorang pemimpin harus mempunyai hasrat yang besar dan
perhatian yang mendalam terhadap tugas yang dihadapinya. Contoh dari pimpinan
akan membangunkan semangat yang besar pula pada anak buahnya, sehingga tugas
dapat diselesaikan dengan mudah.
k. Tidak Mementingkan
Diri Sendiri
Yang dimaksud dengan ini adalah seorang pemimpin yang tidak
akan mengambil keuntungan dari pekerjaan kelompok itu utnuk kepentingan diri
sendiri serta tidak menyalah gunakan jabatan.
l. Ikhlas
Atau memiliki kebiasaan untuk berbuat lebih dari apa yang
diharapkan sebagai imbalan. Jiwa ikhlas, pada dirinya tidak bersemayam
senantiasa menuntut balas. Semua yang dilakukan semata-mata mencari
mardlatillah(keridaan Allah), lain tidak. Pujian, sanjungan ataupun cercaan
sedikit pun tak mempengaruhi semangatnya dalam usaha mencapai tujuan.Ia selalu
ingin berbuat sebanyak-banyaknya, selalu ingin berprestasi.
m. Dapat Menguasai Diri Sendiri
Bila nafsu diperturutkan, maka segala persoalan takan
terselesaikan, buah karya selama hidup tak menghasilkan. Seorang yang dapat
menguasai diri sendiri, berarti bila ia memiliki rencana, maka tegas pula
terhadap rencananya itu. Ia tanpa mengulur-ulur waktu atau mencari alasan,
programnya langsung dijalankan.
n. Mampu Dan Bersedia
Melakukan Tanggung Jawab Sepenuhnya
Seorang pemimpin yang berhasil ia bersedia memikul tanggung
jawab atas kebijaksanaanya maupun atas kesalaan dan kekurangan para
pengikutnya. Kalau ia coba-coba melakukan berusaha melemparkan kesalahan itu
kepada orang lain, maka kedudukannya akan gagal dan ia akan kehilangan
kewibawaan sebagai pemimpin. Kalau seorang bawahannya memuat kesalahan dan
bawahan itu terbukti telah melakukan tindakan yang tidak becus, maka seorang
pemimpin harus bisa menerima kenyataan itu sebagai kesalahannya sendiri.
Dia sendirilah yang telah gagal sebagai seorang pemimpin selama ini.
o. Bisa Menjalin
Kerjasama Yang Baik
Pemmpin yang sukses ia bisa memahami kehendak dan kemauan
para pengikutnya. Dengan demikian barulah ia dapat menerapkan prinsip kerjasama
yang baik dengan bawahannya. Kedudukan seorang pemimpin dipilih oleh
bawahannya, maka kepala diangkat menurut peraturan tertentu atas instasi yang
berwenang.
p. Bisa Menguasai
Persoalan Secara Terperinci
Persoalan yang dimaksud ialah baik mengenai kedudukannya
sebagai pemimpin maupun dari segi tehnis pelaksanaan.Bagaimana pula bila
seorang yang diserahi amanat dan tanggung jawab kemudian tidak mengetahui
persoalan yang harus dipertanggung jawabkan.Dengan komunikasi yang baik maka
segala persoalan maupun programnya bisa dihayati bawahan. Penghayatan yang
sepaham akan menghasilkan dukungan.
q. Menaruh Simpati Dan
Pengertian Yang Dalam
Ia mampu menginventarisir gejolak dan keinginan dari
bawahan. Segala kritik, tegur sapa, sumbangan pikiran dapatlah ia menampung dan
menyeleksi. Masing-masing tidak merasa kecewa bila berhadapan dengan dirinya.
C. Faktor-faktor kegagalan
seorang pemimpin
Kegagalan dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti “tidak
jadi atau tidak tercapai, ketidak berhasilan”.[13]Jadi
kegagalan seorang pemimpin dapat diartikan sebagai ketidak berhasilan pemimpin
dalam pencapaian tujuan yang telah direncanakan.Tidak sedikit pemimpin yang
gagal dalam kepemimpinanknya, yang disebabkan oleh banyak faktor. Berikut
beberapa faktor penyebab kegagalan kepemimpinan seseorang
a. Terlalu
Menekankan Kewibawaan
Harapan mendapatkan kewibawaan yang dilakukan dalam bentuk
kekerasan atau ancaman akan melahirkan ketakutan, sedangkan kewibawaan yang
ditegakan atas dasar kelakuan akan melahirkan kepatuhan. Seorang pemimpin yang
efesien harus senantiasa membina dan mendorong semangat kerja para bawahannya
dan bukannya serusaha menanamkan rasa tdalam akut hati para bawahannya.Seorang
pemimpin tidak boleh menggunakan kedudukannya itu sebagai alat untuk menanamkan
kewibawaan itu, atau dengan menyalah gunakan kekuasaan (miss use authority).Ini
berarti kepemimpinannya hendak ditegakan melalui unsur tekanan dan kekerasan.[14]
b. Mementingkan Diri
Sendiri
Pemimpin yang didalam agama kedudukannya sebagai khadam(pelayan),
maka seharusnya ia lebih banyak berbuat dari pada menuntut hormat. Seorang
pemimpin yang menuntut penghormatan dari bawahannya pasti akan mengalami
kekecewaan. Pemimpin yang berjiwa besa tak mau menyembah dan juga tak mau
disembah, ia tidak menuntut penghormatan dari bawahannya. Ia sudah merasa cukup
dihormati apabila ia melihat kenyataan bahwa bawahannya itu bekerja keras untuk
kemajuan dan kepentingan bersama dan bekerja bukan untuk sekedar memperoleh
uang semata.
c. Tidak Bisa
Dipercaya Akan Janjinya(Khianat)
Seorang pemimpin yang tidak setia akan janjinya, tidak bisa
dipercaya sebagai pengeman amanat yang baik, ia akan selalu menyepelekan akan
segala ahal, ia tak akan langgeng mempertahankan singgasana kepemimpinanannya.
Sikap tidak setia inilah yang merupakan salah satu sebab kegagalan dalam
perjalanan hidup.
d. Tidak Bisa Menguasai
Diri Sendiri
Para bawahan tidak menaruh penghargaan terhadap seorang
pemimpin yang cepat naik darah atau tidak mampu mengendalikan amarah. Akibatnya
apa yang dilakukan lebih banyak gejolak emosional dari pada rasiona. Gejala
tidak bisa mengendalikan diri sendiri ini dalam berbagai bentuknya akan merusak
ketabahan serta semangat kerja bawahan yang salam itu bisa bertahan
dengan penuh kesabaran. Kritik yng dilakukan terhadap dirinya tiada membawa
perbaikan akan tetapi malah membawa masalah baru yang ruwet, sebab dirinya
selalu merasa benar.
e. Takut Mendapat
Saingan Dari Bawahan
Pemimpin yang berhasil ialah pemimpin yang mampu menciptakan
tenaga pengganti, sedangkan yang gagal adalah yang tidak mau
menciptakannya.Kecemasan batin akibat khawatir bila bawahannya bisa mneggeser
kedudukannya justru malah menimbulkan citra yang buruk terhadap dirinya sendiri
sebagai pemimpin. Satu kenyataan yang mengandung kebenaran adalah bahwa orang
akan menerima imbalan yang lebih besat untuk kemampuan dimana ereka berhasil
menyuruh orang lain mengerjakan dari pada satu pekrerjaan itu di kerjakannya
sendiri. Seorang pemimpin yang mengenal effisiensi kerja haruslah meningkatkan
effisiensi kerja para bawahannya melalui kemantapan pengetahuannya tentang
pekerjaan itu serta daya tarik dan pengaruh pribadinya sendiri sebagai pemimpin
yang berwibawa.
f. Kurang Memiliki
Daya Imajinasidaya Khayal
Imajinasi atau daya khayal pada hakikatnya adalah satu wadah
tempat manusia guna menempa segala bentuk rencananya.Dorongan dan hasrat itu
memberi bentuk dan menjelma menjadi tindakan berkat bantuan daya khayal
seseorang.Tanpa daya khayal yang kuat maka seorang pemimpin itu bisa kelabakan
dalam menghadapi keadaan gawat. Begitu pula ia akan tidak mampu menciptakan
bimbingan kepada para bawahannya agar bisa bekerja dan menghasilkan prestasi
yang efesien.
g. Terlampau Mementingkan
Soal Gelar
Seorang yang terlalu mementingkan soal gelar terhadap
pribadinya berarti sedikit kemampuannya untuk ditonjolkan, pintu menuju
ketempat pemimpin yang sejati terbuka bagi semua orang yang ingin masuk, dan
tempat kerjanya hendaklah merupakan markas kegiatan yang tidak perlu mengenal
formalitas dan peraturan-peraturan protocol yang kaku. Dalam dunia
wiraswasta penghargaan terhadap diri seseorang terletak pada
prestasinya, dan bukan pada gelarnya. Oleh karena itu formalitas gelar tidak
begitu mempengaruhi dalam hal penelitian, sebab ia hanyalah merupakan
bentuk permukaan belum menyangkut kualitas.
D. Analisia
Dari uraian diatas, dapat dianalisa bahwa sukses atau
tidaknya setiap kepemimpinan sesorang pasti akan disebab kan oleh beberapa
factor, baik itu factor yang datang dari dalam diri si pemimpin(factor
internal) maupun factor yang timbul diluar diri pemimpin(factor eksternal).
Adannya kepribadian, Akhlak, kecerdasan atau intelektual, dan gen yang
merupakan hal yang ada pada diri sang pemimpin dapat dikatakan sebagai factor
internal yang memang bisa menjadi acauan akan kepemimpinannya, jika ia memiliki
kepribadian yang baik maka baik pula kepemimpinannya namun jika ia memiliki
kepribadian yang buruk maka buruk pula kepribdiannya. Dapat dikatakan pula
bahwa factor internal memiliki pengaruh yng lebih dibandingkan factor
eksternal, meskipun tidak menutup kemungkinan factor eksternal juga berpengaruh
untuk kepemimpinan seseorang.Karena pada factor internal ini lah yang memiliki
peran besar untuk menentukan apakah kepemimpinan itu baik atau tidak, jika
seorang pemimping memiliki internal yang baik maka factor negative dari
internal dapat terminimalisirkan. Contoh seorang pemimpin yang memilki sifat
ramah tamah maka secara tidak langsung ia akan disukai oleh bawahannya, namun
jika seorang pemimpin memiliki sifat acuh tak acuh maka pemimpin tersebut akan
sulit untuk mengarahkan para bawahannna.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa
kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh factor-faktor yang
dapat menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu suatu
tujuan akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau
interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh
latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi,
kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan sosial dengan sikap-sikap hubungan
manusiawi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara
mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama.
Kesuksesan ataupun kegagalan seorang pemimpin dalam kepemimpinannya tidak lah
disebabkan hanya karena satu atau dua faktor saja, karna banyak faktor baik
ecara internal maupun eksternal yang bisa mempengaruhi kepemimpinan seseorang.
Semakin banyak faktor positif yang masuk pada seorang pemimpin maka semakin
dekat ia dengan keberhasilan dan begitu pula sebaliknya semakin banyak faktor
negative yang masuk pada dirinya maka semakin dekat pula ia pada jurang
kegagalan. Menurut Poernomosidhi Hadjisarosa ada 3 faktor utama yang dapat
mempengaruhi kepemimpinan :1. Faktor Personal; 2.Faktor Jabatan; 3.Faktor
Situasi dan Kondisi. Sedangkan menuruh Khairudi factor yang mempenaruhi
kepemimpinan terbagi 2 yakni factor internal(kepribadian, perilaku pemimpin,
intelektual) dan factor eksternal (politikwal, otoritas pemimpin, rakyat)
B. Saran
Pemakalah menyarankan kepada para pembaca untuk
membaca materi lain yang berkenaan atau menyangkut materi ini. Karena,
pemakalah hanya menyajikan materi yang sesuai dengan ilmu yang dimiliki oleh
pemakalah.
[1]Prof. Dr. Susilo
Supardo, M. Hum. Kepemimpinan dasar dasar dan pengembangannya.Andi ,
Yogyakarta:2006.hlm 51-53
[2]Abdoel kadir, Abdul
Wahab,Dr.,Ir., Organisasi Konsep Dan Aplikasi, Tangerang,Pramita
Press,cet.pertama, 2006, h.125.
[3]Terry, Georga R. Prinsip-Prinsip
Manajemen, Terj.J. Smith DFM. Jakarta, Bumi Aksara, Cet.Kedelapan, 2006. H.
152.
[4] James.A.F.Dkk,
Manajemen I, Jakarta:Prenhallindo,1996, H 9
[5] Drs. H. undang
Ahmad, Etika Manajemen Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2010,H 150
[6]Robbins, Stephen P.;
Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. Hal.126-127
[8] Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.html
[10] Drs. EK. Imam
Munawwir. Asas-asas Kepemimpinan dalam Islam.Surabaya: Usaha Nasional. H170
[11] Ibid H 170
[12] Ibid H
171-175
[13] W.J.S
Poerwadarminta.Kamus Umum Bahasa Indonesia.Balai Pustaka:Jakarta, 2003. H 337
[14] Drs. EK Imam
Munawwir, H176-179
Makalah Sifat Kepemimpinan
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup
sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan sesame serta dengan
lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam
kelompok kecil. Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan
kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati
& menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur
adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis
adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi disbanding
makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan
untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan
kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik.
Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social
manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk
memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri,
kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah
yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin
dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
hal-hal yang akan menjadi bahan pembahasan dari makalah ini, yaitu:
Bagaimana hakikat menjadi seorang
pemimpin?
Apa & bagaimana hakikat
pekerjaan manajerial?
Bagaimana perspektif tentang
perilaku kepemimpinan yang efektif?
C. TUJUAN PENULISAN
Dari rumusan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan
tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk:
Melatih mahasiswa menyusun paper
dalam upaya lebih meningkatkan pengetahuan dan kreatifitas mahasiswa.
Agar mahasiswa lebih memahami
dan mendalami pokok bahasan khususnya tentang kepemimpinan.
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat penulisan dari makalah ini yaitu:
Dapat dijadikan sebagai referensi untuk mata kuliah
Leadershif.
Dapat menambah pengetahuan para pembaca khususnya untuk
mahasiswa S-1 STAI Batang Hari, tentang perkembangan kepemimpinan dewasa ini.
Dapat dijadikan bahan acuan dosen pengampuh mata kuliah
Leadershif untuk mengembangkan pembelajaran di dalam kelas.
BAB II
PEMBAHASAN
DEFENISI KEPEMIMPINAN
Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga,
organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin,
kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan
yang berkaitan satu dengan lainnya.
Beberapa ahli berpandapat tentang Pemimpin, beberapa
diantaranya :
Menurut Drs. H. Malayu S.P.
Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya
mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam
mencapai tujuan.
Menurut Robert Tanembaum,
Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk
mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab,
supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.
Menurut Prof. Maccoby,
Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan
segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa
kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan
moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin
menolak ketentuan gaib dan ide etuhanan yang berlainan.
Menurut Lao Tzu, Pemimpin
yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga
akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.
Menurut Davis and Filley, Pemimpin
adalah seseorang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang
melakukan suatu pekerjaan memimpin.
Sedangakn menurut Pancasila,
Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan
membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan
Pancasila adalah :
Ing Ngarsa Sung
Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan
dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
Ing Madya Mangun
Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi
pada orang – orang yang dibimbingnya.
Tut Wuri Handayani :
Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di
depan dan sanggup bertanggung jawab.
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya
sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan
mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu
banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa : Pemimpin
adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang
baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan
memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama.
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,
memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk
memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.
B. TEORI KEPEMIMPINAN
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk
mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat
dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi
secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang teori dan gaya
kepemimpinan.
Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan
agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa
teori tentang kepemimpinan antara lain :
1. Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari
pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali
di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan
diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam
perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir
psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya
dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman.
Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian.
Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh
terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain :
Kecerdasan
Kedewasaan dan
Keluasan Hubungan Sosial
Motivasi Diri dan
Dorongan Berprestasi
Sikap Hubungan
Kemanusiaan
2. Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang
mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan kearah 2 hal.
Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu
kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan.
Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela bawahan, memberi masukan
kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan.
Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan
seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat
dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana
pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.
Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik
adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada
bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula.
3. Teori Kewibawaan Pemimpin
Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan
kepemimpinan, sebab dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi
perilaku orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang
tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin.
4. Teori Kepemimpinan Situasi
Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang
baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat
kedewasaan bawahan.
5. Teori Kelompok
Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada
pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.
C. KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI
Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan, sering
diartikan kepemimpinan adalah jabatan formal, yang menuntut untuk mendapat
fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun
banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah
sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan
hampir tidak ada pemimpin yang sungguh – sungguh menerapkan kepemimpinan dari
hati, yaitu kepemimpinan yang melayani.
1. Karakter Kepemimpinan
Hati Yang Melayani
Kepemimpianan yang melayani dimulai dari dalam diri kita.
Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan
karakter. Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam dan kemudian bergerak
keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter
dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin yang diterima oleh
rakyat yang dipimpinnya. Kembali kita saksikan betapa banyak pemimpin yang
mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas
sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam
pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.
2. Metode Kepemimpinan
Kepala Yang Melayani
Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki hati atau
karakter semata, tapi juga harus memiliki serangkaian metode kepemimpinan agar
dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas
sari aspek yang pertama yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi
ketika menjadi pimpinan formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak
memiliki metode kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin yang
diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.
Tidak banyak pemimpin yang memiliki metode kepemimpinan ini.
Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah – sekolah formal. Keterampilan
seperti ini disebut dengan Softskill atau Personalskill. Dalam salah satu
artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught,
dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metode kepemimpinan) dapat diajarkan
sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada 3 hal
penting dalam metode kepemimpinan, yaitu :
Kepemimpinan yang efektif dimulai
dengan visi yang jelas.
Seorang pemimpin yang efektif
adalah seorang yang responsive.
Seorang pemimpin yang efektif
adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang – orang yang dipimpinnya
(performance coach).
3. Perilaku Kepemimpinan
Tangan Yang Melayani
Pemimpin yang melayani bukan sekedar memperlihatkan karakter
dan integritas, serta memiliki kemampuan metode kepemimpinan, tapi dia harus
menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken
Blanchard disebutka perilaku seorang pemimpin, yaitu :
Pemimpin tidak hanya
sekedar memuaskan mereka yang dipimpin, tapi sungguh – sungguh memiliki
kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan.
Pemimpin focus
pada hal – hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi.
Pemimpin sejati
senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek , baik pengetahuan,
kesehatan, keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa menyelaraskan
(recalibrating ) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesame.
Melalui solitude (keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman
Tuhan ).
D. KEPEMIMPINAN SEJATI
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan
hasil dari proses perubahan karakter atau tranformasi internal dalam diri
seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran
dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan
visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan
membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya
mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya
mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir
menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan
dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri
seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside
out ).
Sebuah jenis kepemimpinan yaitu Q Leader memiliki 4 makna
terkait dengan kepemimpinan sejati, yaitu :
Q berarti kecerdasan atau
intelligence. Seperti dalam IQ berarti kecerdasan intelektual,EQ berarti
kecerdasan emosional, dan SQ berarti kecerdasan spiritual. Q leader berarti
seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ,EQ,SQ yang cukup tinggi.
Q leader berarti kepemimpinan
yang memiliki kualitas(quality), baik dari aspek visioner maupun aspek
manajerial.
Q leader berarti seorang
pemimpin yang memiliki qi ( dibaca ‘chi’ dalam bahasa Mandarin yang berarti
kehidupan).
Q keempat adalah qolbu atau
inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh – sungguh
mengenali dirinya (qolbunya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self
management atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin
yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar
Q (intelligence-quality-qi-qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi
dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang
pemimpin.
Rangkuman kepemimpinan Q dalam 3 aspek penting yang
disingkat menajadi 3C, yaitu :
Perubahan karakter dari dalam
diri (character chage).
Visi yang jelas (clear vision).
Kemampuan atau kompetensi yang
tinggi (competence).
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang
tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara
internal maupun dalam hubungannya dengan orang lain.
BAB III
HAKIKAT PEKERJAAN MANAJERIAL
A. KARAKTERISTIK PEKERJAAN MANAJERIAL
Seorang pemimpin yang menjalankan peran kepemimpinannya
dalam berbagai lembaga pada dasarnya adalah seorang manajer. Ketika berposisi
sebagai seorang manajer, ia dituntut untuk mampu mengelola dinamika kegiatan
lembaga yang dipimpinnya dengan baik guna menunjang pencapaian tujuan.
Sehubungan dengan hal ini, ia membutuhkan keberadaan orang lain berupa karyawan
atau bawahan untuk dipimpinnya bekerja sama dan memberikan kontribusi bagi
pencapaiannya. Sebagaimana halnya yang telah kita ketahui bersama, manajemen
adalah seni menyelesaikan pekerjaan melalui tangan orang lain. Karenanya, salah
satu tolok ukur kualitas pribadi pemimpin (yang juga berperan sebagai manajer)
adalah kemampuannya mengoptimalkan dan mendayagunakan kecakapan para bawahan
serta memberdayakan mereka. Ia juga harus dapat melakukan kaderisasi dengan
baik sehingga pada saat proses alih kepemimpinan terjadi, hal itu dapat
terlaksana secara lancar tanpa hambatan berarti. Pendelegasian wewenang yang
hasilnya diketahui nantinya merupakan dasar penilaian terhadap kaderisasi
kepemimpinan.
Secara empiris, beberapa karakteristik yang ditampilkan oleh
pekerjaan manajerial antara lain adalah.
Pekerjaan yang harus dilaksanakan bertumpuk dan sulit untuk
dilepaskan karena seorang manajer akan menerima permintaan informasi dari bawahan,
rekan setingkat, atasan, atau pihak di luar lembaga secara berkelanjutan.
Pada kenyataannya, kegiatan yang harus ditangani beragam dan
mengalami keterputusan karena mengalami interupsi atau terselingi oleh hal-hal
yang lain. Karena itu, seorang manajer seharusnya dapat menerima kondisi ini
serta rajin mengingat-ingat kembali pekerjaan yang harus dilakukannya dalam
satu hari tertentu.
Beban tugas yang datang secara berkelanjutan dan membutuhkan
penyelesaian segera menjadikan pekerjaan manajerial cenderung bersifat reaktif.
Interaksi intensif dengan rekan sejawat dan pihak luar harus
sering dilakukan karena seorang manajer harus bekerja dalam suatu lembaga serta
membangun jejaring dengan pihak luar yang mampu memberikan manfaat strategis.
Karena pekerjaan manajerial membutuhkan interaksi langsung
antar pribadi secara intensif, maka komunikasi lisan harus sering dilakukan dan
kemampuan melakukannya menjadi amat penting.
Proses penentuan keputusan sering kali bersifat politis
karena harus mengakomodasikan beragam aspirasi yang ada dan meminimalkan
tingkat kekecewaan banyak pihak. Dengan demikian, keputusan ditentukan tidak
hanya berdasarkan analisis serta pertimbangan yang bersifat teknis.
Manajer sering kali menghadapi keadaan yang berubah dan
tidak terduga sebelumnya dan keadaan itu membutuhkan kemampuan berimprovisasi
serta keluwesan. Karena itu, perencanaan yang dilakukannya juga mungkin saja
dilakukan tidak terlalu detil dan formal agar dapat beradaptasi secara
fleksibel dengan perubahan kondisi nyata.
B. KEWAJIBAN DAN PERAN MANAJERIAL
Suatu organisasi atau lembaga pastilah memiliki tujuan
tertentu yang ingin dicapainya. Pada organisasi yang dikelola dengan pendekatan
manajemen modern dan profesional hal itu dinyatakan secara eksplisit dalam
bentuk rumusan tertulis selain visi yang dipunyai dan misi yang diemban.
Sedangkan dalam lembaga yang dikelola secara tradisional, tujuan itu diwujudkan
dalam bentuk kesepakatan mengenai hal tertentu yang telah dipahami bersama
secara turun temurun.
Dalam rangka mencapai tujuan melalui upaya sistematis yang
diberlakukan oleh suatu organisasi atau lembaga, manajer mempunyai peran kunci.
Oleh sebab itulah, ada beberapa kewajiban manajerial yang harus bersedia dan
mampu dilakukannya, yakni :
1) melakukan penyeliaan terhadap pekerjaan para bawahan
sebagai bentuk pembinaan.
2) melakukan perencanaan dan pengorganisasian sebagai landasan untuk mengelola lembaga.
3) mengkoordinasikan komponen lembaga agar dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan.
4) membuat keputusan dalam berbagai situasi, baik yang bersifat favourable maupun unfavourable.
5) memantau dinamika lingkungan internal dan eksternal lembaga secara cermat guna mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada.
6) menerapkan pengawasan guna memperkecil kemungkinan terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh anggota lembaga.
7) memberikan penjelasan mengenai masalah-masalah yang memang harus diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
8) melaksanakan administrasi terhadap beragam informasi, dokumen, maupun arsip secara rapi.
2) melakukan perencanaan dan pengorganisasian sebagai landasan untuk mengelola lembaga.
3) mengkoordinasikan komponen lembaga agar dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan.
4) membuat keputusan dalam berbagai situasi, baik yang bersifat favourable maupun unfavourable.
5) memantau dinamika lingkungan internal dan eksternal lembaga secara cermat guna mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada.
6) menerapkan pengawasan guna memperkecil kemungkinan terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh anggota lembaga.
7) memberikan penjelasan mengenai masalah-masalah yang memang harus diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
8) melaksanakan administrasi terhadap beragam informasi, dokumen, maupun arsip secara rapi.
Sebagai pribadi yang secara struktural diposisikan lebih
tinggi dari pada anggota lembaga lainnya, menurut Herbert Mintzberg, seorang
manajer disyaratkan untuk dapat melakukan beragam peran penting. Ia harus bisa
memerankan dirinya sebagai
1) pemimpin proforma yang melakukan tugas legal, formal, mapun seremonial.
2) pemimpin struktural bagi para bawahannya.
3) penghubung lembaga dengan individu atau lembaga lain di luar organisasinya.
4) pemantau informasi baik dari luar maupun dalam lembaganya.
5) pembagi berbagai informasi yang berguna bagi lembaganya.
6) juru bicara lembaganya bila berhadapan dengan pihak luar.
7) wirausaha yang mampu memanfaatkan peluang yang bermanfaat bagi lembaganya.
8) pemecah masalah yang dihadapi oleh unit lembaga yang dipimpinnya.
9) pengalokasi sumber daya bagi lembaganya secara tepat.
10) negosiator dengan pihak-pihak yang berkompeten semisal serikat karyawan, pelanggan, konsumen, pemasok, atau pemerintah.
1) pemimpin proforma yang melakukan tugas legal, formal, mapun seremonial.
2) pemimpin struktural bagi para bawahannya.
3) penghubung lembaga dengan individu atau lembaga lain di luar organisasinya.
4) pemantau informasi baik dari luar maupun dalam lembaganya.
5) pembagi berbagai informasi yang berguna bagi lembaganya.
6) juru bicara lembaganya bila berhadapan dengan pihak luar.
7) wirausaha yang mampu memanfaatkan peluang yang bermanfaat bagi lembaganya.
8) pemecah masalah yang dihadapi oleh unit lembaga yang dipimpinnya.
9) pengalokasi sumber daya bagi lembaganya secara tepat.
10) negosiator dengan pihak-pihak yang berkompeten semisal serikat karyawan, pelanggan, konsumen, pemasok, atau pemerintah.
Beberapa peran di atas apabila dipahami benar merupakan
media untuk mematangkan kualitas pribadinya serta parameter mutu
kepemimpinannya.
C. TUNTUTAN IDEAL BAGI SEORANG MANAJER
Kewajiban manajerial yang harus dilakukan serta peran
penting yang disandang itu menuntut setiap manajer untuk tampil sebaik-baiknya.
Agar ia dapat menampilkan kinerja prima selaku manajer, ada sejumlah tuntutan
ideal minimal yang harus berusaha dipatuhinya. Diantaranya adalah
1) Bersedia untuk
memahami konsekuensi peran selaku manajer yang dibebankan kepadanya baik oleh
para bawahan, atasan, rekan setingkat, lembaga, dan pihak lain yang
berkepentingan.
2) Mau mencari berbagai
pilihan cara yang mungkin dilakukan untuk menangani pekerjaan yang harus
diselesaikan oleh unit lembaga yang dipimpinnya.
3) Dapat menentukan skala
prioritas terkait dengan sasaran yang ingin dicapai.
4) Bisa memanfaatkan
waktu pribadi dengan sebaik mungkin.
5) Bersedia melakukan
perencanaan berbagai aktivitas harian dan mingguan baik bagi dirinya secara
pribadi maupun unit lembaga yang dipimpinnya.
6) Dapat menghindari
aktivitas yang tidak berguna dan mengganggu pekerjaannya.
7) Tidak menunda-nunda
pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya.
8) Rajin mencari dan
pandai memanfaatkan peluang yang menguntungkan lembaganya
9) Mau melakukan
refleksi, perenungan, atau introspeksi atas segala hal yang telah dilakukannya
hingga saat ini.
10) Rajin belajar bagaimana cara menjadi
pemimpin dan pemecah masalah yang bijak dari siapa saja, termasuk dari pribadi
lain yang memiliki posisi struktural lebih rendah.
Sepuluh tuntutan yang bersifat ideal-normatif di atas
merupakan ambang batas minimal. Dengan demikian, seorang manajer seharusnya
terus melakukan upaya pengembangan diri serta pengayaan kapasitas agar ia mampu
menjadi lebih baik, terlebih lagi apabila ia dipersiapkan untuk mengampu
jabatan yang lebih tinggi nantinya.
BAB IV
PERSPEKTIF TENTENG PRILAKU KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF
A. PENDEKATAN CIRI/SIFAT KEPEMIMPINAN
Sebelum tahun 1945, study leadership berkonsentrasi pada
ciri/sifat, dimana karakteristik tertentu sangat esensial untuk leadership yang
efektif. Karena tidak semua orang memiliki ciri-ciri tersebut, hanya mereka
yang memilikinya yang dianggap dapat menjadi leader.
Warren Bennis mengidentifikasi 4 ciri/sifat, atau kompetensi
leadership:
1. Management of
Attention ? Kemampuan untuk mengkomunikasikan visi/tujuan yang menarik
pengikut.
2. Management of Meaning
? Kemampuan untuk menciptakan dan mengkomunikasikan arti dengan jelas.
3. Management of Trust ?
Kemampuan untuk dapat dipercaya dan konsisten.
4. Management of Self ?
Kemampuan untuk mengetahui seseorang, dan menggunakan kemampuan orang tersebut
dengan batasan kekuatan dan kelemahannya.
B. CIRI/SIFAT PEMIMPIN YANG NEGATIF
John Geier menemukan 3 ciri/sifat yang menghilangkan potensi
seseorang menjadi leader dan terjadinya persaingan tidak sehat dalam sebuah
organisasi, yaitu ‘Perasaan tidak mendapat informasi, perasaan menjadi
non-partisipan, dan kekakuan.
Sementara itu Morgan McCall dan Michael Lombardo menemukan
sebuah ‘cacat fatal’ (fatal flaws) leader yang gagal sebelum dapat mencapai
tujuannya, yaitu:
1. Tidak sensitif pada yang lain.
2. Dingin dan sombong.
3. Tidak dapt dipercaya.
4. Terlalu ambisius.
5. Memiliki masalah khusus dengan bisnis.
6. Tidak mampu mendelegasikan.
7. Tidak mampu melakukan staffing secara efektif.
8. Tidak mampu berpikir strategis.
9. Tidak mampu beradaptasi pada pemimpin berbagai gaya.
10. Terlalu bergantung pada penasehat.
2. Dingin dan sombong.
3. Tidak dapt dipercaya.
4. Terlalu ambisius.
5. Memiliki masalah khusus dengan bisnis.
6. Tidak mampu mendelegasikan.
7. Tidak mampu melakukan staffing secara efektif.
8. Tidak mampu berpikir strategis.
9. Tidak mampu beradaptasi pada pemimpin berbagai gaya.
10. Terlalu bergantung pada penasehat.
C. PENDEKATAN SIKAP LEADERSHIP
Periode pendekatan teori sikap adalah antara 1945; Ohio
State & Michigan Sudy, serta pertengahan 1960an, yaitu pada periode
pengembangan Managerial Grid®.
D. STUDI OHIO STATE LEADERSHIP
Studi ini dimulai pada tahun 1945. Studi ini mempersempit
perilaku leader pada 2 dimensi; struktur inisiasi dan pertimbangan. Struktur
Inisiasi mengacu pada pengertian ‘sebuah tipe leader yang berorientasi tugas
dan mengarahkan pekerja level bawah untuk pencapaian tujuan’, sementara itu
Pertimbangan mengacu pada ‘tipe perilaku leader yang sensitif terhadap pekerja
level bawah, menghargai ide dan perasaan mereka dan menciptakan kepercayaan.
Untuk mengetahui perilaku leader, para peneliti merancang
sebuah kuesioner yang dapat mengetahui tipe seperti apa leader tersebut, yaitu
Leader Behavior Description Questioner (LBDQ).
Dalam mempelajari perilaku para leader tersebut, staff Ohio State menemukan bahwa kedua perilaku tersebut berada pada dimensi yang terpisah dan berdiri sendiri.
Dalam mempelajari perilaku para leader tersebut, staff Ohio State menemukan bahwa kedua perilaku tersebut berada pada dimensi yang terpisah dan berdiri sendiri.
E. STUDI KEPEMIMPINAN MICHIGAN
Para peneliti di Universitas Michigan mengidentifikasi dua
konsep perilaku leader, yang mereka sebut ‘orientasi pekerja’ dan ‘orientasi
produksi’. Tipe yang pertama mementingkan aspek hubungan mereka sementara yang
kedua mementingkan aspek teknis dari pekerjaannya.
F. STUDY GROUP DYNAMICS
Ada dua tujuan sebuah kelompok, yaitu (1) pencapaian tujuan
tertentu dari kelompok dan (2) memperkuat grup itu sendiri. Grup tipe 1,
mempunyai karakteristik ‘manajer berinisiatif untuk bertindak, menjaga fokus
anggota pada tujuan, memperjelas tujuan dan mengembangkan perencanaan
prosedural’, sementara tipe 2 ‘manajer mempertahankan hubungan interpersonal
yang menyenangkan, menengahi perselisihan, menyemangati, memberikan kesempatan
pada yang lemah untuk bisa didengar, menstimulasikan organisasi diri dan
meningkatkan kesalingtergantungan antar anggota’. Para peneliti ini menemukan
tidak ada tipe yang menonjol, tipe kerja dan hubungan bahkan merupakan dimensi
yang terpisah.
G. SISTIM MANAJEMEN DARI RENSIS LIKERT
Likert menemukan bahwa leader yang produktif menerangkan
dengan jelas tujuan kepada pengikutnya, kebutuhan apa saja yang perlu dicapai
dan memberikan mereka kebebasan untuk melakukan pekerjaannya. Para leader
tersebut lebih memperhatikan pekerjanya daripada pekerjaannya (employee-centered
dan job-centered).
Pada studinya, Likert menemukan bahwa kegagalan gaya
manajemen sebuah organisasi dapat berkesinambungan antara sistem 1 hingga
sistem 4, yaitu:
B. Manajemen tidak memiliki
kepercayaan kepada karyawan dan jarang melibatkan mereka pada proses
pengambilan keputusan.
C. Manajemen memperlakukan
karyawan seperti Tuan dan Pembantu.
D. Manajemen memiliki kepercayaan
yang substansial, tetapi tidak percaya sepenuhnya kepada karyawan.
E. Manajemen percaya penuh
kepada karyawan.
Kesimpulannya, semakin ke bawah, sistem manajemen semakin berorientasi pada hubungan.
Kesimpulannya, semakin ke bawah, sistem manajemen semakin berorientasi pada hubungan.
Pada periode studi Likert, sepertinya tipe leader yang
demokratis adalah yang paling ideal, tetapi, berdasarkan definisi proses
leadership adalah fungsi dari leader, pengikut dan variabel situasional, tidak
mungkin mengimplementasikan salah satu tipe leadership saja pada semua situasi.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kata pemimpin,
kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena
untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi
banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang
tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu
kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, tau kewenangannya
yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya
kepemimpinan yang akan diterapkan.
Pemimpin bukan
sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang
tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses
internal (leadership from the inside out).
Leader yang efektif
dan sukses mampu mengadaptasikan gaya leadership mereka pada persyaratan
kondisi yang tepat, maka itu, harus melihat sudut pandang teori leadership.
Meskipun penelitian tidak berhasil menemukan ilmu teori perilaku yang cocok,
tidak membuat teori menjadi tidak dapat digunakan. Alasan utama mengapa tidak
ada satu gaya leadership yang cocok adalah karena kepemimpinan pada dasarnya
adalah bergantung pada situasi (situasional) dan berkesinambungan. Manajer yang
efektif tidak hanya harus mengetahui gaya leadership mana yang cocok, tetapi
juga harus melaksanakannya dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, N. (1990). “Ilmuan Muslim Sepanjang Sejarah“.
Bandung: Mizan.
Departemen pendidikan agama republic Indonesia. (2004). “Al-Quran
dan Terjemah Al-Jumanaatul ‘Alii”. Bandung: Jumanaatul ‘Ali IKAPI.
Departemen Pendidikan Nasional Universitas Pendidikan
Indonesia. (2003). “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah”. Universitas
Pendidikan Indonesia.
Hilal, S. (2005). “Ketaatan Pada Pemimpin“,
Rubrik: Taujihat. Dicetak dari PK-Sejahtera
Yahya, R. (2004). “Memilih Pemimpin Dalam Perspektif
Islam”. Jakarta: Pustaka Nawaitu.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, N. (1990). “Ilmuan
Muslim Sepanjang Sejarah“. Bandung: Mizan.
Departemen pendidikan agama
republic Indonesia. (2004). “Al-Quran dan
Terjemah Al-Jumanaatul ‘Alii”. Bandung: Jumanaatul ‘Ali IKAPI.
Departemen Pendidikan
Nasional Universitas Pendidikan Indonesia. (2003). “Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah”. Universitas Pendidikan Indonesia.
Hilal, S. (2005). “Ketaatan
Pada Pemimpin“, Rubrik: Taujihat. Dicetak dari PK-Sejahtera
Yahya, R. (2004). “Memilih
Pemimpin Dalam Perspektif Islam”. Jakarta: Pustaka Nawaitu.
Comments
Post a Comment