Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan dan Kegagalan Pemimpin
Keberhasilan atau kegagalan dari hasil kepemimpinan seseorang dapat diukur atau ditandai oleh empat hal, yaitu : moril, disiplin, jiwa korsa (esprit de corps), dan kecakapan.



1. Moril : moril adalah keadaan jiwa dan emosi seseorang yang mempengaruhi kemauan untuk melaksanakan tugas dan akan mempengaruhi hasil pelaksanaan tugas perorangan maupun organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi moril adalah : 1). kepemimpinan atasan. 2). kepercayaan dan keyakinan akan kebenaran. 3). penghargaan atas penyelesaian tugas. 4). solidaritas dan kebanggaan organisasi. 5). pendidikan dan latihan. 6). kesejahteraan dan rekreasi. 7). kesempatan untuk mengembangkan bakat. 8). struktur organisasi. 9). pengaruh dari luar.

2. Disiplin : disiplin adalah ketaatan tanpa ragu-ragu dan tulus ikhlas terhadap perintah atau petunjuk atasan serta peraturan yang berlaku. Disiplin yang terbaik adalah disiplin yang didasarkan oleh disiplin pribadi. Cara-cara untuk memelihara dan meningkat disiplin : 1). Menetapkan peraturan kedinasan secara jelas dan tegas. 2). Menentukan tingkat dan ukuran kemampuan. 3). Bersikap loyal. 4). Menciptakan kegiatan atas dasar persaingan yang sehat. 5). Menyelenggarakan komunikasi secara terbuka. 6). Menghilangkan hal-hal yang dapat membuat bawahan tersinggung, kecewa dan frustasi. 7). Menganalisa peraturan dan kebijaksanaan yang berlaku agar tetap mutakhir dan menghapus yang sudah tidak sesuai lagi. 8). Melaksanakan reward and punishment.

3. Jiwa korsa : jiwa korsa adalah loyalitas, kebanggan dan antusiasme yang tertanam pada anggota termasuk pimpinannya terhadap organisasinya. Dalam suatu organisasi yang mempunyai jiwa korsa yang tinggi, rasa ketidakpuasan bawahan dapat dipadamkan oleh semangat organisasi. Ciri jiwa korsa yang baik adalah : 1). Antusiasme dan rasa kebanggan segenap anggota terhadap organisasinya. 2). Reputasi yang baik terhadap organisasi lain. 3). Semangat persaingan secara sehat dan bermutu. 4). Adanya kemauan anggota untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. 5). Kesediaan anggota untuk saling menolong.

4. Kecakapan : kecakapan adalah kepandaian melaksanakan tugas dengan hasil yang baik dalam waktu yang singkat dengan menggunakan tenaga dan sarana yang seefisien mungkin serta berlangsung dengan tertib. Pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki pimpinan dapat diperoleh dari pendidikan, pelatihan, inisiatif dan pengembangan pribadi serta pengalaman tugas.
Setiap pemimpin perlu menentukan corak dan gaya kepemimpinannya agar nampak seni kepemimpinannya dalam memimpin. Corak dan gaya kepemimpinan dapat terlihat dari sikap pemimpin, yaitu sebagai : Pemimpin, Guru, Pembina, Bapak dan Teman Seperjuangan.
  1. Sebagai Pemimpin. Pemimpin harus mampu memberikan bimbingan/tuntunan yang diperlukan serta senantiasa menjadi contoh dan teladan dalamperkataan, perbuatan, menimbulkan dan memelihara kewibawaan serta mampu melahirkan Pemimpin baru.
  2. Sebagai Guru. Pemimpin harus berusaha meningkatkan kemampuan, ketrampilan dan pengetahuan anggotanya baik perorangan maupun dalam hubungan kelompok. Memiliki kesabaran dan ketenangan dalam mendidik dan melatih.
  3. Sebagai Pembina. Pemimpin senantiasa berusaha agar organisasi dalam melaksanakan tugasnya selalu berhasil guna dan berdaya guna. Dalam usaha pembinaan selalu diarahkan kepada peningkatan dan pemeliharaan unsur personil, materil dan kemampuan operasionalnya. Selain itu pemimpin harus menguasai makna fungsi pembinaan yang meliputi perencanaan, penyusunan, pengarahan dan pengawasan.
  4. Sebagai Bapak. Pemimpin harus berperilaku sederhana, mengenal setiap anggota bawahan, bersikap terbuka dan ramah, mengayomi, bijaksana tetapi tegas, adil, mendorong dan berusaha meningkatkan kesejahteraan anggota bawahan baik materiel maupun spirituil.
  5. Sebagai Teman Seperjuangan. Dalam keadaan suka dan duka, pemimpin dan bawahan merasa senasib sepenanggungan dan saling membantu, serta bersedia berkorban demi kepentingan bersama.

related:
Daftar Pustaka
Al-Mawardi, 2000. Ahkam al-Shulthaniyah fi al-Wilayat al-Diniyah. Jakarta: Darul Falah.
Amirudin, Hasbi, 2000. Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman. Yogyakarta;UII Press.
Ibnu Taimiyah, 1998. Siyasah Syar`iyah, Etika Politik Islam. Surabaya: Risalah Gusti.
Moten, Abdul Rasyid dan Syed Sirajul Islam, 2005. Introduction to Political Science. Australia: Thompson.
Rizwan Haji Ali, M, 2001. Pemberontakan terhadap Negara Islam dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi Sarjana. Lhokseumawe: STAI Malikussaleh.
Salim, Abdul Muin, 2002. Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur`an. Jakarta: Rajawali Press.
Tansey, Stephen D, 1995. Politics: The Basics. London: Routledge.
Thaib, Lukman, 2001. Politik menurut Perspektif Islam. Selangor DE: Sinergymate, sdn.bhd.
Yusuf Musa, Muhammad, 1988. Organisasi Negara Menurut Islam. Banda Aceh: Proyek Penterjemahan MUI Prop. D.I. Aceh).
Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, 1993, Kepemimpinan dalam Islam, UGM Pres, Yogyakarta 
Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, 1995, Kepemimpinan Yang Efektif, UGM. Cet. II, Yogyakarta. 
Frances Hesselbern, Marshall Gold Smith, Richard Beckhard (ed), 1997, The Leader Of The Future, Pemimpin Masa Depan, alih bahasa: Drs. Bob Widyahartono, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. 
Hans Antlov dan Sven Cederroth, 2001, Kepemimpinan Jawa, (Perintah Halus, Pemerintahan Otoriter) Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. 
Drs. Adam Ibrahim Indrawijaya, MPA & Dra. Hj. Wahyu Suprapti, MM., 2001, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Lembaga Administrasi Negara.RI. Jakarta. 
Dra. Hj. Sri Murtini, MPA & Drg. Judianto, M.Ph., 2001, Kepemimpinan Di Alam Terbuka, Lembaga Administrasi Negara. R.I. Jakarta. 
Bernardine R. Wirjana, M.S.W. & Prof. Dr. Susilo Supardo, M.Hum. 2002, Kepemimpinan (Dasar-dasar dan Pengembangannya), ANDI, Yogyakarta.














Kepemimpinan adalah salah satu unsur penting dalam kita belajar berdemokrasi. Yang terpenting malah, tapi barangkali kita yang paling abai terhadapnya. Kepemimpinan bukanlah sekedar mendudukkan seseorang pada jabatan tertinggi dalam sebuah organisasi. Sebagai ketua partai, sebagai ketua parlemen, ketua lembaga yudikatif, dan sebagai presiden. Kepemimpinan adalah perkara mewujudkan amanah yang dibebankan orang banyak ke pundak seseorang atau beberapa orang. Kepemimpinan adalah ihwal keberanian memutus dengan penglihatan yang tajam ke masa depan.
Bila demikian, sesudah 16 tahun sejak turunnya Soeharto, apakah kita telah memilih pemimpin-pemimpin yang tepat bagi negeri ini? Apakah kita telah menetapkan pemimpin yang waskita dan sanggup menunjukkan arah semestinya yang harus kita tuju? Dan sekaligus membawa bangsa ini menuju ke sana? Jika “belum” adalah jawaban yang paling layak diberikan atas pertanyaan itu, bukanlah penistaan, melainkan karena zaman menuntut jenis kepemimpinan dengan standar yang lebih tinggi dari masa lampau.
Sebagaimana dimanifestasikan oleh beragam persoalan yang muncul dalam masyarakat, kita sebagai bangsa sesungguhnya tengah menghadapi “kegagalan kepemimpinan”. Sebagai bangsa, kita bergerak mirip orkestra tanpa dirijen yang piawai, yang lebih kerap keliru memberi aba-aba. Buahnya: seorang penabuh memukul perkusi tidak pada saat yang tepat, seorang peniup melengkingkan flute di saat seluruh instrumen mesti jeda.
Kegagalan kepemimpinan berpangkal pada tidak diperlakukannya mandat yang diamanahkan oleh rakyat sebagai fondasi terpenting dalam memimpin. Keraguan dalam mengambil keputusan dan tindakan adalah contoh paling gamblang bahwa dukungan rakyat diletakkan di bawah dukungan politik partai-partai dan, terutama, para elitenya. Pemimpin seperti ini lupa bahwa jika ia bertindak dengan berani karena benar, rakyat akan mendukung. Sayangnya, kalkulasi politik jadi pertimbangan utama dalam memutus suatu perkara.
Kegagalan kepemimpinan lahir dari ketiadaan imajinasi. Pernahkah kita membayangkan Indonesia yang bebas dari korupsi? Pernahkah kita membayangkan Indonesia yang bebas dari kemiskinan? Pernahkah kita membayangkan Indonesia yang bebas dari kekerasan? Kepemimpinan yang gagal tidak mampu meletakkan seluruh imajinasi itu di dalam konteks masa kini: ihwal apa yang mesti dikerjakan demi sebuah masa depan yang cemerlang. Jangkauan pikiran yang pendek (kepentingan politik sesaat, rasa aman dari gangguan, dan sejenisnya) akan menyumbat kreativitas.
Alangkah malangnya. Oleh sebab kegagalan kepemimpinan, mestikah kita tak sanggup membayangkan kemungkinan-kemungkinan positif dan optimistis di tengah kekacauan ini? Mengapa kita tak berani berimajinasi tentang pilihan-pilihan lain dalam cara kita memandang persoalan, menyelesaikannya, dan menyerah pada cara-cara yang telah terbukti tumpul dan berlarut-larut? Kegagalan kepemimpinan lahir dari kepercayaan bahwa cara-cara yang telah terbukti tumpul adalah jalan yang benar. Alangkah malangnya bila kita tersandera oleh kejumudan. Betapa banyak energi yang seharusnya bermanfaat untuk mengurus rakyat yang telah memberi amanah dikuras untuk memuaskan hasrat segelintir orang.
Kegagalan kepemimpinan sungguh tidak terhindarkan tatkala pisau yang majal tetap digunakan, sistem yang bobrok sekedar diganti suku cadangnya, dan para pemimpin bersembunyi di balik semua itu. Sungguh keliru kita, atau barangkali naïf belaka, bila kita tetap percaya kepemimpinan serupa itu sanggup mengentaskan kita dari segala karut-marut ini.
Reformasi adalah kosakata yang kita pilih sebagai cerminan respons kita terhadap kekisruhan yang mesti dibenahi. Tapi reformasi adalah kata yang perlahan, bukan yang bergegas. Di dalamnya terkandung semangat yang kurang radikal dalam memandang soal korupsi, kemiskinan, dan kekerasan. Reformasi adalah gerak maju yang terseok-seok lantaran kita kerap mengerem langkah oleh karena keraguan, kegamangan, dan keengganan kita untuk berubah; juga lantaran belitan kepentingan sendiri.
Kegagalan kepemimpinan lahir dari semangat yang perlahan, bukan bergegas. Sayangnya, kita telanjur ngeri mendengar, apa lagi memakai, kata revolusi. Sebab, revolusi dibayangkan sebagai darah yang tumpah. Kita lupa, barangkali, bahwa mencabut pohon hingga ke akar adalah revolusi. Bila fundamen yang menjadi alas masyarakat dan bangsa telah keropos, mengapa dipertahankan dengan menambal-sulam, dan bukan menggantinya dengan fundamen yang baru?
Lee Kuan Yew adalah seorang revolusioner yang merobohkan sendi-sendi masyarakatnya dan membangun di atas fondasi yang baru. Hingga, akhirnya, lahirlah Singapura modern seperti yang kita kenal sekarang. Revolusi adalah upaya mengikis habis akar-akar busuk yang membikin pohon bangsa tumbuh kerdil, yang merampas hak daun untuk tumbuh lebat, yang meringkus aliran gizi dari tanah dan menghalangi pohon untuk berbuah lezat. Revolusi tidak diniatkan untuk menebarkan kebencian, kemarahan, dendam, dan pertumpahan darah. Revolusi, seperti dilakukan oleh Ibrahim dan Muhammad, adalah ikhtiar menggulingkan pikiran lama dan menggantinya dengan pikiran baru, mental lama dengan mental baru.
Reformasi yang kita jalankan tidak akan sanggup mengikis korupsi, menggusur kemiskinan, dan meniadakan kekerasan, sebab pikiran lama tak akan sukarela menyerahkan mahkotanya. Pikiran lama ialah pikiran yang mengabaikan imajinasi, yang menidakkan impian-impian besar, yang menafikan angan jauh ke depan. Pikiran lama hanya menjangkau jarak yang pendek. Tapi, revolusi harus dimulai dari dalam diri orang-orang yang mendengungkannya. Ketika ia gagal merevolusi dirinya sendiri terlebih dulu, kata itu akan terbang lepas ke udara. ***




MODEL KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
a. Pengertian
Pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi orang lain agar dapat berbuat sesuai dengan kemauan yang dikehendakinya. Dengan kata lain pemimpin adalah orang yang sanggup membawa orang lain menuju kepada tujuan yang dikehendakinya.  Banyak teori tentang pemimpin dan kepemimpinan (leadership), namun teori tersebut pada intinya adalah sebagai seni mempengaruhi orang lain.
Wahab Abdul Kadir mendefinisikan pemimpin adalah orang yang memiliki kesanggupan mempengaruhi, memberi contoh, mengarahkan orang lain atau suatu kelompok untuk mencapai tujuan baik formal maupun non formal[1]
Pemimpin juga diartikan sebagai seseorang yang berkemapuan mengarahkan pengikut-pengikutnya untuk bekerja bersama dengan kepercayaan serta tekun mengerjakan tugas-tugas yang diberikannya.[2]
Memimpin adalah sebuah aksi mengajak sehingga memunculkan interaksi dalam struktur sebagai bagian dari proses pemecahan masalah bersama.
Pada hakekatnya setiap manusia pada hakekatnya adalah pemimpin, paling tidak ia sebagai pemimpin dirinya sendiri.  Hati adalah pemimpin di dalam tubuh manusia, sebab segala sesuatu yang yang manusia perbuat adalah berdasar petunjuk dan kemauan hati nurani.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya : “Setaip kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban pada orang yang dipimpinnya.”
Dari hadits tersebut tampak bahwa setiap jiwa manusia itu akan diminta pertanggungjawaban atas segala aktifitas hidupnya selama di dunia ini. Bahkan seeorang akan ditanya masing-masing anggota tubuhnya nanti di hari pengadilah sementara mulut itu membisu.
Firman Allah:
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ﴿٦٥﴾
Artinya : “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan” (Q.S. Yasin : 65)
b. Pembatasan dan perumusan masalah:
Setelah mendefinisikan tentang pemimpin, maka penulis hanya akan membatasi pada model-model atau tipe-tipe kepemimpinan di sekolah.  Dimana hal ini sangat penting bagi praktisi pendidikan tentang bagimana seharusnya mereka bersikap, karena ditangan pemimpinlah sebuah organisasi akan maju atau mundur.
Adapun masalah yang akan kami angkat adalah :
1.  Model-model apakah yang ada pada teori kepemimpinan?
2.  Bagaimana model-model itu harus diterapkan di lembaga pendidikan?
3.  Bagaimanakah seorang pemimpin bisa menerapkan model-model kepemimpinan?
4.  Bagaimana kepemiminan dalam Islam?
BAB II
MODEL-MODEL KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM
Dalam perkembangan studi tentang kepemimpinan, ada beberapa pendapat dan penelitia. Husaini Usman dalam bukunya Manajemen Teori Praktik Dan Riset Pendidikan, membaginya dalam dua bagian, yaitu Kepemimpinan Klasik dan Kepemimpinan Modern.
A. Kepemimpinan Klasik.
1.  Taylor (1911)
–      Cara terbaik untuk meningkatkan hasil kerja adalah dengan meningkatkan teknik atau metode kerja akibatnya anusia dianggap sebagai mesin.
–      Manusia untuk manajemen bukan manajemen untuk manusia
–      Fungsi pemimpin adalah menetapkan dan menerapkan kriteria prestasi untuk mencapai tujuan.
–      Fokus pemimpin adalah pada kebutuhan kerja.
2.  Model Mayo (1920)
–      Selain mencari teknik atau metode kerja terbaik, juga harus memperhatikan perasaandan hubungan manusiawi yang baik.
–      pusat kekuasaan adalah hubungan pribadu dalam unit-unit kerja
–      fungsi pemimpin adalah memudahkan pencapaian tujuan anggota secara kooperatif dan mengembangkan pribadinya.
1.  Studi Iowa (1930)
–      Otoriter dimana pemimpin bertindak secara direktif, selalu mengarahkan dan tidak memberikan kesempatan bertanya pada bawahannya.
–      Demokratis yang mendorong kelompoknya untuk berdiskusi, berpartisipasi dan menghargai pendapat orang lain, siap berbeda dan perbedaan untuk tidak dipertaentangkan.
–      Laize faire dimana pemimpin memberikan kebebasan mutlak kepada kelompoknya.
d. Studi Ohio (1945)
Dalam penelitian ini, muncul empat gaya kepemimpinan sebagai berikut:
Tinggi 
Perhatian

Struktur Rendah Perhatian Tinggi 
Pemimpin mendorong hubungan kerjasama harmonis dan kepuasan dengan kebutuhan ssosial anggota kelompok

Struktur Tinggi Perhatian Tinggi  
Pemimpin mendorong mencapai keseimbangan pelaksanaan tugas dan pemeliharaan hubungan kelompok yang bersahabat
Struktur Rendah Perhatian Rendah 
Pemimpin menarik diri dan menempati perasaan pasif.
Pemimpin membiarkan sejadinya
Struktur Tinggi Perhatian Rendah 
Pemipin memusatkan perhatian hanya kepada tugas
Perhatian pada kerja tidak penting
Rendah                                                Struktur inisiasi                                   Tinggi
e. Studi Michigan (1947)
–      Kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan, akan mementingkan hubungan pekerja dan menganggap setiap pekerja penting.
–      Kepemimpinan yang berorientasi pada produksi, menekankan pentingnya produksi sebagai aspek teknik kerja. Pada gaya ini pekerja dianggap sebagai alat mencapai tujuan organisasi.
B. Kepemimpinan Modern.
1. Likert (1961), merumuskan sistem kepemimpinan, yaitu :
–          Exploitative Authoritative (otoriter memeras), pada gaya ini bawahan harus bekerja keras untuk mencapai hasil dan jika gagal akan mendapat ancaman dan hukuman.
–          Benevolent autoritative, (otoriter yang bijak), pada gaya ini pemimpin menentukan perintah dan bawahan memiliki kebebasan memberi tanggapan terhadap perintahnya.
–          Consultative (konsultatif), pemimpin menetapkansasaran tugas dan memebrikan perintahnya setelah mendiskusikan hal tersebut pada bawahannya.  Bawahan dapat mengambil keputusan sendiri sesuai tugasnya, namun keputusan penting ada di tingkat atas. Hukuman dan ancaman digunakan untuk motivasi bawahan. Bawahan dipercaya dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
–          Paticipative (partisipatif), Sasaran tugas dan keputusan dibuat oleh kelompok.  Jika pemimpin mengambil keputusan maka keputusan diambil setelah memperhatikan pendapat kelompok. Hubungan antar pemimpin bawahan terbuka, bersahabat dan saling percaya.
2. Reddin ( 1969),
–          Eksekutif : pemimpin disebut sebagai motivator yang baik, mampu dan mau menetapkan standar kerja yang tinggi, mengenal perbedaan individu dan menggunakan kerja tim.
–          Developer (Pecinta pengembangan): Pemimpin memiliki kepercayaan implisit terhadap orang yang bekerja dalam organisasinya dan sangat memperhatikan pengembangan individu.
–          Otokratis yang baik hati : pemimpin mengetahui secara tepat yang diinginkannya dan cara mencapainya tanpa menimbulkkan keengganan pada bawahannya.
–          Birokrat : pemimpin sangat tertarik pada aturan dan mengontrol pelaksanannya secara teliti.
–          Pecinta Kompromi: pemimpin pada gaya ini merupakan pembuat keputusan yang jelek karena banyak tekanan bawahan yang mempengaruhinya.
–          Missionari : Pemimipin hanya menilai keharmonisan sebagai tujuan dirinya sendiri.
–          Otokrat : Pemimpin tidak percaya pada orang lain, tidak menyenagkan dan hanya tertarik pada pekerjaan yang cepat selesai.
–          Lari dari Tugas : pemimpin tidak peduli pada tugas orang lain.[3]
Sopiah mengemukakan ada empat jenis kepemimpinan, yaitu :
1. Kepemimpinan Transaksional , ciri-cirinya:
–          pemimpin memberikan penghargaan kontigensi untuk memotivasi karyawan.
–          Pemimpin melaksanaka tindakan korektif hanya ketika para bawahan gagal mencapai tujuan kerja
2. Pemimpin Karismatik:
–          Menekankan para perilaku pemimpin secara simbolis, pesan-pesannya memberikan inspirasi bawahan, komunikasi non verbal, daya tarik idiologis.
1.  Kepemimpinan Visioner: merupakan kemampuan untuk menciptakan dan mengartikulasikan suatu visi yang realistis, percaya pada orang lain, memahami otoritas dan tahu kapan harus melakukan intervensi.
1.  Kepemimpinan Tim :
–      Pemimpin merupakan penghubung bagi para kontituen ekternal
–      Pemimpin adalah pemecah masalah
–      Pemimpin adalah menajer konflik
–      Pemimpin adalah pelatih.[4]
Adapun bila diterapkan dalam dunia pendidikan tentang model-model tersebut, sebagimana diunkapkan oleh Agus Dharma:
1.  Model Otokratis, disini seorang kepala sekolah menentukan sendirikebijakan sekolah dan menugaskannya kepda staf tanpa berkonsultasi dengan mereka, kepala sekolah mengarahkan secara rinci dan harus dilaksanakan tanpa pertanyaan[5].  Dengan model kepemimpinan ini seorang kepala sekolah biasanya selalu percaya diri, tahu persis apa yang harus dilakukan dan memiliki sumber pengaruh yang cukup untuk menggerakkan orang-orangnya. Namun model ini biasanya selalu mengekang staf baik tata laksana maupun dewan guru.
2.  Model Permisif, kepala sekolah beranggapan bahwa semua orang pada prinsipnya terlahir bertanggungjawab dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kewajibannya.[6] Kepala sekolah membiarkan stafnya untuk melakukan pekerjaannya sendiri tapi jika digunakan tanpa aturan akan timbul ketidak seimbanagan yang tidak kondusif di sekolah tersebut.  Sisi baiknya setiap staf dipacu untuk berinisiatif dan berkarya sendiri tanpa campur tangan kepala sekolah. Namun hal ini tidak semua benar dan hanya berlaku bagi guru yang berpengalaman dan profesional.
3.  Model Partisipatif, kepala sekolah selalu melibatkan stafnya dalam memutuskan suatu perencanaan, semua keputusan telah dimusyawarahkan terlebih dahulu bahkan siswapun diajak turut serta.[7] Kebaikan dari sifat ini, jika terjadi kegagalan bukan sepenuhnya ditanggung pimpinan, naumun ditanggung bersama, namun sistem ini agak lama dan tidak cepat.  Bahkan dalam satu masalah bisa saja tidak dapat dioputuskan.
4.  Model Situasional[8], seorang kepala sekolah dalam model ini, harus melihat situasi dan kondisi waktu sebuah keputusan harus diambil. Model i ni dapat dikataakan memadukan dari model-model sebelumnya.  Jika diterapkan pada kondisi yang tepat maka dapat memotivasi bawahannya untuk bekerja keras untuk mencapau suatu tujuan.
Model-model tersebut jika digambarkan adalah sebgasi berikut:
C. Kepemimpinan Dalam Islam
Dalam nash al-Qur’an maupun Hadts menujukkan tentang siapa pemimpin, tugas dan tanggung jawabnya,  maupun mengenai sifat-sifat dan perlaku yang harus dimiliki seorang pemimpin.
Firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarar : 30
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاء وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-Baqarar : 30)
Pada ayat tersebut jelas, bahwa manusia adalah pemangku kepemimpinan di muka bumi, sehingga Allah memerintahkan semua ciptaannya untuk patuh dan taat, bahkan Malaikatpun diperintahkan untuk tunduk pada manusia (Adam).
Lebih lanjut Al-Qur’an dalam Q.S. an-Nisa : 30 menerangkan bahwa pemimpin dioersyaratkan seorang laki-laki karena memiliki beberapa kelebihan sebagaimana Allah telah berikan.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ وَاللاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيّاً كَبِيراً
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Q.S. an-Nisa : 30)
Kemudian tugas seorang pemimpin harus mampu membawa di bawah kepemimpinannya untuk meninggalkan sesuatu yang dapat membawa bencana, baik di dunia maupun diakhirat, singkatnya seorang pemimpin harus dapat mengendalikan kepemimpinannya untuk selalu taat pada Allah.
Firman Allah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka……………..(Q.S. al-Tahrim : 6)
Adapun sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin, maka kepemimpinan yang baik adalah sebagaimana kepemimpinan model Rasulullah, yaitu dengan musyawarah sebagaimana firman Allah SWT.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya : ”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Q.S. Ali Imron 159)
Dari ayat tersebut dinyatakan bahwa seorang pemimpin harus memilki sifat lemah lembut dalam menghadapi pihak yang dipimpinnya, karena jika hal itu dilupakan niscaya mereka satu persatu akan meninggalkannya, atau paling tidak enggan melaksanakan perintah-perintahnya.  Jika demikian apa yang akan dicapai akan menghadapi kesulitan.
Jika menemui kebuntuan dan kesulitan maka dianjurkan untuk ijtihad, yaitu usaha dengan sepenuh hati untuk menetapkan sesuatu ketetapan yang belum ada dalam nash;
Sabda Rasulullah SAW.
اِذَا حَكَمَ اْلحاَكِمُ فاَجْتَهَدَ ثُمَّ اَصَابَ فَلَهُ اَجْرَانِ وَاِذَا حَكَمِ فَجْتَهَدَ ثُمَّ اَخْطَاءَفَلَهُ اَجرٌْ   رواه البخاري ومسلم
Artinya: apabila seorang hakim memutuskan masalah dengan jalan ijtihad kemudian ia benar, maka ia mendapat dua pahala. Dan jika dia memutuskan dengan jalan ijtihad kemudian keliru, maka ia hanya mendapat satu pahala (H.R. Bukhori Muslim).
Sikap tegas dan terhadap kemungkaran juga harus diterapkan dalam kepemiminannya, sebagaimana Allah menyatakan dalam Q.S. Al-Fath : 29
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً
Artinya : Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (Q.S. Al-Fath : 29)
Dari pernyataan di atas (Qur’an dan Hadits), tampak bahwa konsep kepemimpinan di dalam ajaran Islam hanya berdasar musyawarah dan mufakat, namun demikian ada suatu perintah yang tidak boleh lagi dimusyawarahkan dalam memutuskan sesuatu yaitu dalil-dalil yang qoth’i.
Pada masa kepemimpinan Rasul, memang selalu dituntun oleh wahyu, jika tidak ada wahyu maka rasul berijtihad baik melalui musyawarah maupun inisiatif beliau sendiri.  Jika keputusan itu benar, Allah membiarkannya dalam arti tidak ada teguran wahyu, tapi jika ketetapan Rasul atau ijtihad nya itu tidak tepat maka turnlah wahyu.
Dari dasar itu, maka segala keputusan yang diambil masa kepemimpinan Rasul selalu benar.  Lalu bagaimana generasi setelah rasulullah ? maka ijtihadlah salah satunya, karena terdapat jaminan dan motifasi hasilnya sebagaimana disebutkan hadits di atas.
Menurut konsep Al-Qur’an, sebagimana ditulis oleh Khatib Pahlawan Kayo, bahwa seorang pemimpin harus memilki beberapa persyaratan sebagi berikut :
1.  Beriman dan bertaqwa. (Al-A’raf : 96)
2.  Berilmu pengetahuan. (Al-Mujadalah : 11)
3.  Mampu menyusun perencanaan dan evaluasi. (Al-Hasyr : 18)
4.  Memiiki kekuatan mental melaksanakan kegiatan.  (Al-baqarah : 147)
5.  Memilki kesadaran dan tanggung jawab moral, serta mau menerima kritik.  (Ash-Shaf:147) [9]
Adapun gaya yang harus dimilki seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya, Islam menghendaki seperti berikut ini :
1.  Selalu ramah dan gembira
2.  Menghargai orang lain
3.  mempelajari tindakan perwira yang suses dan menjadi ahli dalam hubungan antar manusia
4.  Mempelajari bentuk kepribadian yang lain untuk mendapatkan pengetahuan dalam sifat dan kebiasaan manusia
5.  Mengembangkan kebiasaan bekerjasama, baik moral maupun spiritual
6.  Memelihara sikap toleransi (tenggangrasa)
7.  Memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan
8.  Mengetahui bilamana harus terlihat secara resmi sebagai pemimpin dan bilaman sebagai masyarakat, agar kehadirannya tidak mengganggu orang lain dan dirinya sendiri.[10]
Azas pemimpin dalam Islam, seperti dikemukakan Kamrani Buseri seperti berikut:
1. Power sesuai dengan yang diberikan oleh pemberi kekuasaan.
Dalam pandangan filsafat Islam, bahwa di atas rakyat dan presiden itu masih ada lagi yang maha memiliki power ialah Tuhan, oleh sebab itu baik rakyat maupun presiden harus merasakan bahwa mereka juga memiliki power sebagai pemberian dari Tuhan, itulah yang disebut dengan amanah yang harus dipertanggung jawabkan kepada pemberi. Jadi setiap manager mesti memiliki dua amanah yakni amanah dari organisasi/lembaga sekaligus amanah dari Tuhannya. Kesadaran spiritualitas ini memberikan corak kepemimpinan yang sangat berketuhanan dan manusiawi, dia akan membawa organisasinya ke arah visi ketuhanan dan kemanusiaan, bukan ke arah keserakahan.
2. Wewenang (authority).
Kewenangan adalah batasan gerak seorang manager sesuai dengan apa yang telah diberikan oleh pemberinya. Dalam pandangan Islam, wewenang juga dua lapis, yakni wewenang yang diperoleh sejalan dengan ruang lingkup tingkatan tugas dan tanggung jawab manajer, serta wewenang yang diberikan oleh Tuhan sebagai khalifah-Nya, yakni memiliki kewenangan atas bumi dan segala isinya, dengan tugas memakmurkan bumi ini.
Kesadaran spiritual adanya kewenangan yang berlapis ini akan menumbuhkan pertanggung jawaban atas jalannya wewenang yang diterimanya, bahkan akan mempertanggung jawabkan di hadapan Yang Maha Kuasa kelak. Bilamana seorang pemimpin sudah memiliki power, wewenang dan amanah, maka dia akan memiliki wibawa atau pengaruh. Menurut Daniel Katz and Robert L Kahn, esensi dari kepemimpinan organisasi adalah penambahan pengaruh di samping kerelaan mekanik melalui arahan yang rutin dari organisasi (Hoy and Miskel, 1991:252).
3. Keimanan
Iman yang akan membalut power, authority dan amanah tersebut sehingga kepemimpinan akan dibangun atas dasar bangunan yang komprehensip, kuat dan berorientasi jauh ke depan tidak sekedar melihat manajemen hanya diorientasikan kepada masalah mondial/duniawi semata. Seorang pemimpin yang kuat imannya, dia memahami bahwa kemampuan memimpin yang dia miliki adalah pemberian Tuhannya. Dia menyadari punya kekurangan, dan di saat itu dia juga mudah bertawakkal kepada Tuhannya. Sehingga keberhasilan dan kegagalan baginya akan memiliki makna yang sama, karena keduanya diyakini sebagai anugerah sekaligus pilihan Tuhannya. Disini pentingnya zero power
4.  Ketakwaan
Takwa sebagai azas kepemimpinan bukan dalam arti yang sempit., yakni takwa berarti berhati-hati dan teliti. Oleh sebab itu dalam surah Al- Hasyr 18 mengenai perencanaan, Allah memulai menyeru dengan seruan” Hai orang-orang yang beriman bertakwalah”, baru dilanjutkan dengan perintah mengamati kondisi kekinian yang digunakan untuk menyusun rencana ke depan. Setelah itu ditutup dengan seruan “bertakwalah” kembali. Ini menunjukkan perencanaan dan implementasi rencana harus dengan kehati-hatian dan ketelitian dalam
mengumpulkan data, pula dalam mengimplementasikannya. Atas
5.  Musyawarah,
Sebagaimana diterangkan dalam surah As-Syura:38 dan Ali Imran ayat 159. Musyawarah penting karena kepemimpinan berkaitan dengan banyak orang. Melalui musyawarah akan terbangun tradisi keterbukaan, persamaan dan persaudaraan. Perencanaan, organisasi, pengarahan dan pengawasan selalu saja terkait dengan sejumlah orang, maka keterbukaan, persamaan dan persaudaraan akan memback up lancarnya proses manajemen tersebut.
Sebuah visi dan misi organisasi, akan semakin baik bilamana dibangun atas dasar musyawarah, akan semakin sempurna dan akan memperoleh dukungan luas, sense of belonging and sense of responsibility karena masyawarah sebagai bagian dari sosialisasi.
Di sisi lain, musyawarah melenyapkan kediktatoran, keakuan dan arogansi yang seringkali menghambat kelancaran proses manajemen Tuhan juga mencontohkan dalam banyak firmannya yang menggunakan kata “Kami” dari pada kata “Aku”. Penggunaan kata “Kami” tersebut adalah pengakuan adanya keterlibatan pihak lain. Musyawarah dapat memperkuat proses transformasi input menjadi output, sesuai penegasan Howard S. Gitlow, dkk (2005:3) yaitu “A process is a collection of interacting components that transform inputs into outputs toward a common aim, called a mission statement. It is the job of management to optimize the entire process toward its aim”.[11]
Wallahu a’lam bishawab.
BAB III
KESIMPULAN
1.  Dalam teori kepemimpinan terdapat model : taylor, Mayo, Iowa, Ohio dan Michigan. Yang dianggap sebagai teori klasik. Dan dalam teori kepemimpinan modern terdapat model yang dikemukakan Likert, Redin. Ditambah pula dengan munculnya kepemimpinan kharismatik, visioner, transaksional dan kerja tim (team work).
2.  Model kepemimpinan yang baik untuk diterapkan di lembaga pendidikan adalah kepemimpinan situasional, karena yang dipimpin dan produknya adalah benda hidup yang bernama anak didik.
3.  Seseorang bias menerapkan beberapa model kepemimpinan jika pemimpin itu memilki kemampuan intelektual dan daya nalar kreasi tinggi, sehingga kebijakan apa yang harus diambil dapat dengan cepat bias dilakukan.
4.  Kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan idealistic rasulullah, yaitu mengutamakan musyawarah dan pendekatan akhlaqi, yaitu mengaggap staf sebagai mitra kerja dalam mencapai tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Alqur,an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI.
Abdoel Kadir, Abdul Wahab, Organisasi Konsep Dan Aplikasi, Tangerang, Pramita Press,cet.pertama, 2006,.
Buseri, Kamrani, Peran Spiritualitas (Agama) Dalam Penyelenggaraan Kepemimpinan, makalah disampaikan pada Seminar dan Orasi Ilmiah dalam rangka Dies Natalis ke 24 & Wisuda Sarjana ke 19 & Pascasarjana ke 2 STIA Bina Banua Banjarmasin, tanggal 15 dan 16 September 2006.
Husaini Usman,., Manajemen Teori Praktik Dan Riset Pendidikan, jakarta, Bina Aksara, cet I, 2006
Pahlawan Kayo, Khatib RB, Kepemimpinan Islam & Dakwah, Jakarta, Amzah, cet I, 2005
Pusdiklat Pegawai Depdiknas, Manajemen Sekolah, Jakarta, edisi II, cet III,tt
Sopiah, Perilaku Organisasi, Yogyakarta, Andi, tt,
Terry, Georga R. Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj.J. Smith DFM. Jakarta, Bumi Aksara, Cet.Kedelapan, 2006.

[1] Abdoel kadir, Abdul Wahab,Dr.,Ir., Organisasi Konsep Dan Aplikasi, Tangerang,Pramita Press,cet.pertama, 2006, h.125.
[2] Terry, Georga R. Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj.J. Smith DFM. Jakarta, Bumi Aksara, Cet.Kedelapan, 2006. H. 152.
[3] Husaini Usman, Prof. Dr.,M.Pd.,MT., Manajemen Teori Praktik Dan Riset Pendidikan, jakarta, Bina Aksara, cet I, 2006. h. 258-290.
[4] Sopiah, Dr. MM.MPd., Perilaku Organisasi, Yogyakarta, Andi, tt, h. 121.
[5] Pusdiklat pegawai Depdiknas, Manajemen Sekolah, Jakarta, edisi II, cet III,tt, h. 78
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid
[9] Pahlawan Kayo, Khatib RB, Kepemimpinan Islam & Dakwah, Jakarta, Amzah, cet I, 2005, h.75
[10] Ibid.
[11]Buseri, Kamrani, Peran Spiritualitas (Agama) Dalam Penyelenggaraan Kepemimpinan, makalah disampaikan pada Seminar dan Orasi Ilmiah dalam rangka Dies Natalis ke 24 & Wisuda Sarjana ke 19 & Pascasarjana ke 2 STIA Bina Banua Banjarmasin, tanggal 15 dan 16 September 2006.






Faktor yang mempengaruhi Pemimpin

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sesuai fitrahnya  setiap manusia  dilahirkan sebagai orang bersih. Dia ingin berbuat yang terbaik bagi dirinya dan juga untuk orang lain serta lingkungannya. Dalam prosesnya, disamping karena faktor diri sendiri (internal) maka faktor eksternal  sangat mempengaruhi pembentukan karakter dan perilaku seseorang. Dari sinilah akan terbentuk pribadi yang terseleksi, apakah akan tumbuh menjadi pribadi yang biasa atau pribadi yang penuh dengan karakter seorang pemimpin. Kepemimpinan mengandung arti menentukan arah yang akan diikuti oleh yang lain. Arah ini tidak boleh asal arah, melainkan harus ditentukan oleh suatu bentuk arti strategi.[1]
Seorang pemimpin sudah pasti memiliki kekuasaan. Dengan kekuasaan, akan tahu batas-batas dalam memimpin. Kekuasaan bukanlah inti dari kepemimpinan sebab jika kekuasaan digunakan secara sewenang-wenang tentu akan membuat orang lain/yang dipimpin akan lengah dan cenderung akan melawan/memberontak. Gunakanlah kekuasaan sesuai porsinya dan jangan menjadikan kekuasaan sebagai satu-satunya cara untuk memimpin.
Oleh karenanya banyak factor ataupun penyebab sukses atau tidaknya kepemimpinan seseorang, dalam makalah ini akan dicantumkan beberapa factor keberhasilan maupun kegagalan seseorang dalam memimpin.

B.     Tujuan
Pembuatan makalah ini selain sebagai pemenuh tugas dari dosen pembimbing juga untuk memberi pengetahuan bagi pemakalah maupun pembaca seputar factor-faktor yang bisa mempengaruhi pemimpin secara lebih rinci.

C.     Rumusan Masalah
1.Pengertian factor dan pemimpin ?
2.Factor-factor yang mempengaruhi keberhasilan pemimpin?
3.Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan pemimin?

















Sebelum masuk pada factor-faktor yang mempengaruhi pemimpin sebaiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan factor dan yang dimaksud dengan pemimpin. Factor ialah hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu, factor juga dapat diartikan sebagai  pendorong hal atau kondisi yg dapat mendorong atau menumbuhkan suatu kegiatan, usaha, atau produksi. Sedangkan pemimpin atan kepemimpinan cukup banyak definisi yang bisa kita dapatkan dari barbagai literartur.Wahab Abdul Kadir mendefinisikan pemimpin adalah orang yang memiliki kesanggupan mempengaruhi, memberi contoh, mengarahkan orang lain atau suatu kelompok untuk mencapai tujuan baik formal maupun non formal.[2]Pemimpin juga diartikan sebagai seseorang yang berkemampuan mengarahkan pengikut-pengikutnya untuk bekerja bersama dengan kepercayaan serta tekun mengerjakan tugas-tugas yang diberikannya.[3]
Menurut Stoner dan Freeman (1992:472) kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan terhadap para anggota kelompok. Sedangkan Bartol dan Martin (1991:480) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain tentang pencapaian prestasi ke arah tujuan organisasi. Secara luas definisi kepemimpinan dikemukakan oleh Yukl (1989:4-5).Ia menyatakan bahwa kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Jadi kepemimpinan dapat di artikan sebagai sebuah aksi mengajak sehingga memunculkan interaksi dalam struktur sebagai bagian dari proses pemecahan masalah bersama.Pada hakekatnya setiap manusia adalah pemimpin, paling tidak ia sebagai pemimpin dirinya sendiri.  Hati adalah pemimpin di dalam tubuh manusia, sebab segala sesuatu yang yang manusia perbuat adalah berdasar petunjuk dan kemauan hati nurani.Sebagaimana hadits Rasulullah SAW.

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya : “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban pada orang yang dipimpinnya.”
Ada dua konsep yang dikemukakan oleh Peter Drucker dalam kaitannya dengan manjemen, yaitu konsepefisiensidan  efektivitas. Efisiensi adalah melakukan suatu pekerjaan dengan tepat, sedangkan efektifitas adalah melakukan seseuatu dengan tepat.Drucker mengatakan bahwa efektifitas merupakan kunci keberhasilan suatu organisasi. Sebelum melakukan kegiatan secara efisien,seseorang harus yakin bahwa ia telah menemukan hal yang tepat untuk dilakukan.[4] Demekian pula dengan kepemimpinan yang efektif, yaitu suatu proses untuk menciptakan wawasan, mengembangkan suatu strategi, membangun kerjasama, dan mendorong tindakan untuk lebih maju.[5]
Kepemimpinan adalah pangkal utama dan pertama penyebab dari pada kegiatan, proses atau kesediaan untk merubah pandangan atau sikap(mental, pisik) dari pada kelompok orang-orang, baik dalam hubungan organisasi formal maupun non formal. Kepemimpinan Islam berarti bagaimana ajaran Islam memberi corak dan arah kepada pemimpin itu, dan dengan kepemimpinannya mampu merubah pandangan atau sikap mental yang selama ini dianggap menghambat dan mengidap pada sekelompok masyarakat maupun perorangan.
Namun kemampuan seorang pemimpin di dalam kepemimpinannya tidak disebabkan oleh satu factor saja.Keberhasilan seorang pemimpin didalam memimpin bisa dipengaruhi baik dari dalam dirinya sendiri maupun dari lingkungannya, begitu pula dengan kegagalan seorang pemimpin bisa saja dipengaruhi oleh lingkungan ataupun memang dari dalam dirinya sendiri.
Ada banyak hal yang mempengaruhi kepemimpinan itu, terlebih fakta oraganisasi satu dengan lainnya sangat beragam sehingga ada banyak hal yang mempengaruhi kepemimpinan.Pada tahap inilah bukan hanya konsep kepemimpinan yang mempunyai pengaruh besar tetapi juga keterampilan spontan dan teknis pemimpin itu sendiri yang banyak menentukan keberhasilan sebuah kepemimpinan mengingat fakta organisasi tersebut beragam.  Faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan menurut Poernomosidhi Hadjisarosa (1980;33) adalah sebagai berikut :
1.      Faktor Kemampuan Personal
Pengertian kemampuan adalah kombinasi antara potensi sejak pemimpin dilahirkan ke dunia sebagai manusia dan faktor pendidikan yang ia dapatkan. Jika seseorang lahir dengan kemampuan dasar kepemimpinan, ia akan lebih hebat jika mendapatkan perlakuan edukatif dari lingkungan, jika tidak, ia hanya akan menjadi pemimpin yang biasa dan standar. Sebaliknya jika manusia lahir tidak dengan potensi kepemimpinan namun mendapatkan perlakuan edukatif dari lingkunganya akan menjadi pemimpin dengan kemampuan yang standar pula. Dengan demikian antara potensi bawaan dan perlakuan edukatif lingkungan adalah dua hal tidak terpisahkan yang sangat menentukan hebatnya seorang pemimpin.


2.      Faktor Jabatan
Pengertian jabatan adalah struktur kekuasaan yang pemimpin duduki.Jabatan tidak dapat dihindari terlebih dalam kehidupan modern saat ini, semuanya seakan terstrukturifikasi. Dua orang mempunyai kemampuan kepemimpinan yang sama tetapi satu mempunyai jabatan dan yang lain tidak maka akan kalah pengaruh. sama-sama mempunyai jabatan tetapi tingkatannya tidak sama maka akan mempunya pengarauh yang berbeda.
3.      Faktor Situasi dan Kondisi
Pengertian situasi adalah kondisi yang melingkupi perilaku kepemimpinan. Disaat situasi tidak menentu dan kacau akan lebih efektif jika hadir seorang pemimpin yang karismatik. Jika kebutuhan organisasi adalah sulit untuk maju karena anggota organisasi yang tidak berkepribadian progresif maka perlu pemimpin transformasional. Jika identitas yang akan dicitrakan oragnisasi adalah religiutas maka kehadiran pemimpin yang mempunyai kemampuan kepemimpinan spritual adalah hal yang sangat signifikan. Begitulah situasi berbicara, ia juga memilah dan memilih kemampuan para pemimpin, apakah ia hadir disaat yang tepat atau tidak.
Sedangkan menurut Khairudin dalam penjelasannya di study class Manajemen Dakwah, factor yang mempengaruhi kepemimpinan dapad dibagi menjadi dua yakni ;
1.   Factor internal
a.       Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individubereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.[6]

Setiap pemimpin haruslah memiliki keperibadian yang baik, dalam hal ini kepribadian seorang pemimpin dapat dilihat dari dua aspek yakni sifat dan seni. Sifat merupakan hal yang telah ada pada dirinya sejak ia lahir, sifat memang sangat mempengaruhi seorang pemimpin dalam menentukan evektif atau tidak kepemimpinannya. Pada Teori Sifat (Trait Theory) mengemukakan bahwa efektivitas kepemimpinan sangat tergantung pada kehebatan karakter pemimpin. “Trait” atau sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik dan kemampuan social. Penganut teori ini yakin dengan memiliki keunggulan karakter di atas, maka seseorang akan memiliki kualitas kepemimpinan yang baik dan dapat menjadi pemimpin yang efektif. Karakter yang harus dimiliki oleh seseorang menurut Judith R. Gordon mencakup kemampuan yang istimewa dalam (1) Kemampuan Intelektual (2) Kematangan Pribadi (3) Pendidikan (4) Status Sosial dan Ekonomi (5) “Human Relations” (6) Motivasi Intrinsik dan (7) Dorongan untuk maju (achievement drive).

Begitu pula dengan seni, yang merupakan bagian dari kepribadian sang pemimpin. Seni merupakn hal yang memang ada dalam setiap kepemimpinan seorang pemimpin tapi yang perlu anda perhatikan adalah bahwa setiap orang memiliki gaya atau seni yang berbeda dalam kepemimpinannya.

b.      Perilaku Kepemimpinan

Pemimpin dalam melaksanakan tugas sehari-hari harus didasari oleh orientasi kepemimpinan yang mewarnai perilaku yang diterapkannya.Salah satu tinjauan tentang prilaku kepemimpinan yang diterapkan adalah prilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan prilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan antar manusia (Gordon, 1990; Greenberg dan Baron, 1995).Mengacu pada keterbatasan peramalan efektivitas kepemimpinan melalui teori “trait”, para peneliti pada era Perang Dunia ke II sampai era di awal tahun 1950-an mulai mengembangkan pemikiran untuk meneliti “behavior” atau perilaku seorang pemimpin sebagai cara untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Fokus pembahasan teori kepemimpinan pada periode ini beralih dari siapa yang memiliki kemampuan memimpin ke bagaimana perilaku seseorang untuk memimpin secara efektif.Oleh karenanya seorang pemimpin harus menjadikan dirinya sebagai idola agar dikenang oleh masyarakat dengan selalu berperilaku positif. Dalam Islam juga perilaku pemimpin dibahas,berdasarkan Qs. 39 : 12, maka seorang pemimpin haruslah memiliki sifat kepeloporan. Selalu menjadi barisan terdepan (pioneer) dalam memerankan perintah Islam.Berdasarkan Qs. 35 : 32, maka seorang pemimpin haruslah berada pada posisi hamba-hamba Allah yang bersegera dalam berbuat kebajikan (sabiqun bil khoiroti bi idznillah)

Untuk sauri tauladan seorang pemimpin Rasulullah SAW juga sudah menegaskan :

حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُسْهِرٍ حَدَّثَنِي عَبَّادُ بْنُ عَبَّادٍ الْخَوَّاصُ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي عَمْرٍو السَّيْبَانِيِّ عَنْ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ اللَّهِ السَّيْبَانِيِّ عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَقُصُّ إِلَّا أَمِيرٌ أَوْ مَأْمُورٌ أَوْ مُخْتَالٌ

Rasulullah saw bersabda: tidak ada yang berhak untuk memberikan ceramah (nasehat/cerita hikmah) kecuali seorang pemimpin, atau orang yang mendapatkan izin untuk itu (ma’mur), atau memang orang yang sombong dan haus kedudukan. (hr. Muslim)
Penjelasan:
Hadis ini bukan berarti hanya pemimpin yang berhak memberi nasehat kepada umat, melainkan hadis ini mengandung pesan bahwa seorang pemimpin seharusnya bisa memberikan suri tauladan yang baik kepada umatnya. Karena yang dimaksud ceramah disini bukan dalam arti ceramah lantas memberi wejangan kepada umat, akan tetapi yang dimaksud ceramah itu adalah sebuah sikap yang perlu dicontohkan kepada umatnya. Seorang penceramah yang baik dan betul-betul penceramah tentunya bukan dari orang sembarangan, melainkan dari orang-orang terpilih yang baik akhlaqnya.Begitu pula dalam hadis ini, pemimpin yang berhak memberikan ceramah itu pemimpin yang memiliki akhlaq terpuji sehingga akhlaqnya bisa menjadi tauladan bagi rakyatnya.
c.       Kemampuan Intelektual
Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan intelektual, emosional, dan keterampilan yang akan menjadikan seorang pemimpin memiliki nilai tambah. Menurut Sekretaris Daerah Prov Jatim, Dr H Rasiyo secara intelektual, pemimpin harus memiliki kemampuan menganalisis permasalahan dan memecahkan permasalahan secara tepat. Sedangkan secara emosional, pemimpin harus memiliki emosional yang tangguh, percaya kepada orang lain, dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi manakala berhadapan dengan publik.
Seorang calon pemimpin haruslah memiliki kecerdasan, baik secara emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ). Dalam hadits Rasulullah melalui jalan shahabat Ibnu Abbas r.a, bersabda :
"Orang yang pintar (al-kayyis) adalah orang yang mampu menguasai dirinya dan beramal untuk kepentingan sesudah mati, dan orang yang bodoh (al-‘ajiz) adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan pandai berangan-angan atas Allah dengan segala angan-angan." (HR. Bukhari, Muslim, Al-Baihaqy)
Hadits ini mengandung isyarat bahwa seorang pemimpin haruslah orang yang mampu menguasai dirinya dan emosinya.Bersikap lembut, pemaaf, dan tidak mudah amarah. Dalam mengambil sikap dan keputusan, ia lebih mengutamakan hujjah Al-Qur'an dan Al-Hadits, daripada hanya sekedar nafsu dan keinginan-nya.[7]Ia akan menganalisa semua aspek dan faktor yang mempengaruhi penilaian dan pengambilan keputusan. Berdasarkan Qs. 10 : 55, mengandung arti bahwa dalam mengambil dan mengajukan diri untuk memegang suatu amanah, haruslah disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas (kafa'ah) yang dimiliki (Qs. 4 : 58). Rasulullah berpesan : "Barangsiapa menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya."
2.      Factor Eksternal

a.       Politikalwil

Politik merupakan salah satu factor yang bisa mempengaruhi keefektifan kepemimpinan seseorang.Oleh karenanya seorang pemimpin harus mampu merangkul orang-orang yang ada disekitarnya. Dengan memiliki kepercayaan atau pun pandangan positif serta dukungan dari orang-orang yang ada disekitarnya baik itu keluarga, bawahan maupun rekan kerja maka kepemimpinannya akan berjalan dengan lancar.

b.      Otorits kepemimpinannya

Otoritas (authority) dapat dirumuskan sebagai kapasitas atasan, berdasarkan jabatan formal, untuk membuat keputusan yang mempengaruhi perilaku bawahan. Banyak orang memahami bahwa otoritas adalah sebuah bentuk kekuasaan seseorang atas diri orang lain. Pada waktu seseorang memiliki otoritas, misalnya di dalam lingkup pekerjaan tertentu, maka kekuasaan menjadi mutlak miliknya.Baik itu kekuasaan untuk mengatur, mengontrol atau memutuskan sesuatu.Tentu saja jika digunakan oleh orang yang tidak tepat atau memiliki motivasi yang tidak baik, maka otoritas tersebut tidak berfaedah untuk membangun sebuah sistem malah meruntuhkannya. Bukan hanya itu, otoritas di tangan orang yang tidak tepat, akan dapat disalahgunakan untuk menjajah orang lain, mencari keuntungan sendiri dan menghasilkan perlakuan atau tindakan semena-mena. Betapa baiknya otoritas untuk tujuan yang baik dan betapa buruknya otoritas untuk tujuan yang menyimpang.Otoritas haruslah berada di tangan orang yang tepat, yang mampu menggunakannya secara bertanggung-jawab.

Otoritas yang baik dan benar yaitu, jika segala sesuatu berjalan dengan baik, di dalam sebuah sistem pemerintahan, pekerjaan atau bahkan lingkup pelayanan.

c.        Rakyat

Rakyat (bahasaInggris: peoples) adalah bagian dari suatu negara atau unsur penting dari suatupemerintahan. Rakyat terdiri dari beberapa orang yang mempunyai ideologi yang sama dan tinggal di daerah atau pemerintahan yang sama dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama yaitu untuk membela negaranya bila diperlukan.[8] Oleh karenanya rakyat merupakan factor eksternal yang bisa mempengaruhi pemimpin, secara mendasar saja jika tidak ada rakyat maka tidak akan ada pemimpin. Pemimpin yang ialah Pemimpin yang menyesuaikan kepemimpinannya dengan keadaan rakyat yang ia pimpin, sebagaimana rasulullah bersabda :

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَنَّ الْقَاسِمَ بْنَ مُخَيْمِرَةَ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا مَرْيَمَ الْأَزْدِيَّ أَخْبَرَهُ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى مُعَاوِيَةَ فَقَالَ مَا أَنْعَمَنَا بِكَ أَبَا فُلَانٍ وَهِيَ كَلِمَةٌ تَقُولُهَا الْعَرَبُ فَقُلْتُ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ أُخْبِرُكَ بِهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ قَالَ فَجَعَلَ رَجُلًا عَلَى حَوَائِجِ النَّاسِ
Artinya ; Abu maryam al’ azdy r.a berkata kepada muawiyah: saya telah mendengar rasulullah saw bersabda: siapa yang diserahi oleh allah mengatur kepentingan kaum muslimin, yang kemdian ia sembunyi dari hajat kepentingan mereka, maka allah akan menolak hajat kepentingan dan kebutuhannya pada hari qiyamat. Maka kemudian muawiyah mengangkat seorang untuk melayani segala hajat kebutuhan orang-orang (rakyat). (abu dawud, attirmidzy)[9]
Penjelasan:
Pemimpin sebagai pelayan dan rakyat sebagai tuan. Itulah kira-kira yang hendak disampaikan oleh hadis di atas. Meski tidak secara terang-terangan hadis di atas menyebutkan rakyat sebagai tuan dan pemimpin sebagai pelayan, namun setidaknya hadis ini hendak menegaskan bahwa islam memandang seorang pemimpin tidak lebih tinggi statusnya dari rakyat, karena hakekat pemimpin ialah melayani kepentingan rakyat. Sebagai seorang pelayan, ia tentu tidak beda dengan pelayan-pelayan lainnya yang bertugas melayani kebutuhan-kebutuhan majikannya. Seorang pelayan rumah tangga, misalkan, harus bertanggung jawab untuk melayani kebutuhan majikannya.Demikian juga seorang pelayan kepentingan rakyat harus bertanggung jawab untuk melayani seluruh kepentingan rakyatnya.
Dalam konteks indoensia, sosok “pelayan” yang bertugas untuk memenuhi kepentingan “tuan” rakyat ini adalah presiden, menteri, dpr, mpr, ma, bupati, walikota, gubernur, kepala desa, dan semua birokrasi yang mendukungnya.Mereka ini adalah orang-orang yang kita beri kepercayaan (tentunya melalui pemilu) untuk mengurus segala kepentingan dan kebutuhan kita sebagai rakyat.Karena itu, bila mereka tidak melaksanakan tugasnya sebagai pelayan rakyat, maka kita sebagai “tuan” berhak untuk “memecat” mereka dari jabatannya.
Bn
Keahlian dalam bidang pekerjaan yang dipimpinnya amatlah perlu.Bagaimana kita dapat memberi pimpinan dan bimbingan kalau kita sendiri tak ada kemampuan untuk melaksanakannya.Hal ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepemimpinan seseorang dan masih banyak lagi faktor keberhasilan seorang pemipin. Berikut ini adalah beberapa factor keberhasilan pemimpin :[10]
a.       Berpengetahuan
Ia memang memiliki kemampuan dalam bidang yang dipimpinnya. Ia tahu  yang dipimpinnya. Ia tahu benar akan seluk beluk bidang kegiatannya, baik dari dalam maupun dari luar. Ia memang melakukan spesialisasi di bidang itu. Meskipun sifatnya yang mengkoordinir, akan tetapi sangat perlu mengetahui bidang gerak yang dipimpinnya. Rasulullah bersabda “ Bila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka nantikan saat kehancurannya”.
Camkanlah bahwa “kennis is macht” yang berarti pengetahuan adalah kekuatan.Karena dari pengetahuanlah kekuatan.Karena dari pengetahuan itu lahir keyakinan, kekuatan dan semangat yang tak bisa dipatahkan.

b.      Keberanian
Adalah kemampuan batin yang mengakui adanya rasa takut, akan tetapi mampu untuk menghadapi bahaya atau rintangan dengan tegas dan tenang, atau dapat dikatakan bahwa keberanian adalah kemampuan berpikir yang memungkinkan seseorang dapat menguasai tingkah lakunya dan dapat menerima tanggung jawab serta dapat mudah bertindak dalam keadaan bahaya. Dalam hal ini pemimpin harus bersikap seperti komandan, menumbuhkan sugesti keberanian  pada bawahan. Pada saat tertentu pula, ia hadir sebagai pengayom atau pelindung, sehingga para bawahannya merasa senang, tentram dengan kehadirannya.[11]
c.       Berinisiatif
Ia adalah kemampuan untuk bertindak, meskipun tidak ada perintah atau yang mengajukan pertimbangan-pertimbangan guna perbaiki tugas pekerjaannya. Ia mampu menganalisa situasi, sehingga tepat dan cepat mengambil keputusan. Sikap ini timbul, karena pada dirinya peka terhadap lingkungan, sehingga selalu ingin  meskipun tidak ada perintah atau yang mengajukan pertimbangan-pertimbangan guna perbaiki tugas pekerjaannya. Ia mampu menganalisa situasi, sehingga tepat dan cepat mengambil keputusan. Sikap ini timbul, karena pada dirinya peka trhadap lingkungan, sehingga selalu ingin ada perubahan dan ada perubahan dan perbaikan.Bila tidak, maka disebut “wujudhu ka’ adamihi perbaikan.Bila tidak, maka disebut “wujudhu ka’ adamihi (adanya dengan tidak adanya sama saja)”.

d.      Berketegasan
Artinya kesanggupan untuk mengambil keputusan keputusan dengan segera bila dibutuhkan dan mengutarakan dengan tegas , lengkap dan jelas. Ketegasan bersumber pada keyakinan dan kepercayaan kepada diri sendiri.

e.       Kebijaksana
Bijaksana adalah kecakapan untuk bergaul dengan bawahan maupun atasnnya dengan cara yang tepat dan tidak menyinggung perasaan. Kebijaksanaan merupakan suatu kemampuan untuk menghargai apa lagi, kapan harus dilakukan, dan kapan arus diam, menanggung saat yang baik.[12]
f.       Adil
Artinya tidak memihak dan hanya komitmen terhadap kebenaran.Ia mampu memisahkan antara emosi dan rasio. Dendam dan benci , cinta dan dengki tidak mempengaruhinya dalam mengambil keputusan. Jadi berarti adil di waktu cinta maupun benci  (al’adlu fir ridla wa fil ghadlab).

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah SWT. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah SWT akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Qs Shad: 26)

Ayat ini mengisyaratkan bahwa: salah satu tugas dan kewajiban utama seorang khalifah adalah menegakkan supremasi hukum secara Al-Haq. Seorang pemimpin tidak boleh menjalankan kepemimpinannya dengan mengikuti hawa nafsu.Karena tugas kepemimpinan adalah tugas fi sabilillah dan kedudukannyapun sangat mulia.
g.      Taat
Artinya taat terhadap keputusan yang disepakati.Setiap keputusan bersama dijalankan dengan konsekuen.
h.      Berpembawaan Yang Baik
Pembawaan atau tampang dan sikap seseorang berarti penjelmaan yang nyata dari isi diri yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.Seorang pemimpin harus memperhatikan tingkah lakunya, tampangnya bahkan pakaiannya.
i.        Memiliki Keuletan
Keuletan dibuktikan dengan kesanggupan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, walaupun banyk dialami oleh banyak rintangan dan kegagalan-kegagalan. Kesanggupan untuk menahan kelelahan, kesakitan dan penderitaan tanpa putus asa dan tidak kenal menyerah , sebagai bukti dari keuletannya.
j.        Memiliki Semangat Besar
Seorang pemimpin harus mempunyai hasrat yang besar dan perhatian yang mendalam terhadap tugas yang dihadapinya. Contoh dari pimpinan akan membangunkan semangat yang besar pula pada anak buahnya, sehingga tugas dapat diselesaikan dengan mudah.
k.      Tidak Mementingkan Diri Sendiri
Yang dimaksud dengan ini adalah seorang pemimpin yang tidak akan mengambil keuntungan dari pekerjaan kelompok itu utnuk kepentingan diri sendiri serta tidak menyalah gunakan jabatan.
l.        Ikhlas
Atau memiliki kebiasaan untuk berbuat lebih dari apa yang diharapkan sebagai imbalan. Jiwa ikhlas, pada dirinya tidak bersemayam senantiasa menuntut balas. Semua yang dilakukan semata-mata mencari mardlatillah(keridaan Allah), lain tidak. Pujian, sanjungan ataupun cercaan sedikit pun tak mempengaruhi semangatnya dalam usaha mencapai tujuan.Ia selalu ingin berbuat sebanyak-banyaknya, selalu ingin berprestasi.
m.    Dapat Menguasai Diri Sendiri
Bila nafsu diperturutkan, maka segala persoalan takan terselesaikan, buah karya selama hidup tak menghasilkan. Seorang yang dapat menguasai diri sendiri, berarti bila ia memiliki rencana, maka tegas pula terhadap rencananya itu. Ia tanpa mengulur-ulur waktu atau mencari alasan, programnya langsung dijalankan.
n.      Mampu Dan Bersedia Melakukan Tanggung Jawab Sepenuhnya
Seorang pemimpin yang berhasil ia bersedia memikul tanggung jawab atas kebijaksanaanya maupun atas kesalaan dan kekurangan para pengikutnya. Kalau ia coba-coba melakukan berusaha melemparkan kesalahan itu kepada orang lain, maka kedudukannya akan gagal dan ia akan kehilangan kewibawaan sebagai pemimpin. Kalau seorang bawahannya memuat kesalahan dan bawahan itu terbukti telah melakukan tindakan yang tidak becus, maka seorang pemimpin harus bisa menerima kenyataan itu sebagai kesalahannya  sendiri. Dia sendirilah yang telah gagal sebagai seorang pemimpin selama ini.
o.      Bisa Menjalin Kerjasama Yang Baik
Pemmpin yang sukses ia bisa memahami kehendak dan kemauan para pengikutnya. Dengan demikian barulah ia dapat menerapkan prinsip kerjasama yang baik dengan bawahannya. Kedudukan seorang pemimpin dipilih oleh bawahannya, maka kepala diangkat menurut peraturan tertentu atas instasi yang berwenang.
p.      Bisa Menguasai Persoalan Secara Terperinci
Persoalan yang dimaksud ialah baik mengenai kedudukannya sebagai pemimpin maupun dari segi tehnis pelaksanaan.Bagaimana pula bila seorang yang diserahi amanat dan tanggung jawab kemudian tidak mengetahui persoalan yang harus dipertanggung jawabkan.Dengan komunikasi yang baik maka segala persoalan maupun programnya bisa dihayati bawahan. Penghayatan yang sepaham akan menghasilkan dukungan.
q.      Menaruh Simpati Dan Pengertian Yang Dalam
Ia mampu menginventarisir gejolak dan keinginan dari bawahan. Segala kritik, tegur sapa, sumbangan pikiran dapatlah ia menampung dan menyeleksi. Masing-masing tidak merasa kecewa bila berhadapan dengan dirinya.

C.    Faktor-faktor  kegagalan seorang pemimpin
Kegagalan dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti “tidak jadi atau tidak tercapai, ketidak berhasilan”.[13]Jadi kegagalan seorang pemimpin dapat diartikan sebagai ketidak berhasilan pemimpin dalam pencapaian tujuan yang telah direncanakan.Tidak sedikit pemimpin yang gagal dalam kepemimpinanknya, yang disebabkan oleh banyak faktor. Berikut beberapa faktor penyebab kegagalan kepemimpinan seseorang
a.       Terlalu Menekankan Kewibawaan
Harapan mendapatkan kewibawaan yang dilakukan dalam bentuk kekerasan atau ancaman akan melahirkan ketakutan, sedangkan kewibawaan yang ditegakan atas dasar kelakuan akan melahirkan kepatuhan. Seorang pemimpin yang efesien harus senantiasa membina dan mendorong semangat kerja para bawahannya dan bukannya serusaha menanamkan rasa tdalam akut hati para bawahannya.Seorang pemimpin tidak boleh menggunakan kedudukannya itu sebagai alat untuk menanamkan kewibawaan itu, atau dengan menyalah gunakan kekuasaan (miss use authority).Ini berarti kepemimpinannya hendak ditegakan melalui unsur tekanan dan kekerasan.[14]


b.      Mementingkan Diri Sendiri
Pemimpin yang didalam agama kedudukannya sebagai khadam(pelayan), maka seharusnya ia lebih banyak berbuat dari pada menuntut hormat. Seorang pemimpin yang menuntut penghormatan dari bawahannya pasti akan mengalami kekecewaan. Pemimpin yang berjiwa besa tak mau menyembah dan juga tak mau disembah, ia tidak menuntut penghormatan dari bawahannya. Ia sudah merasa cukup dihormati apabila ia melihat kenyataan bahwa bawahannya itu bekerja keras untuk kemajuan dan kepentingan bersama dan bekerja bukan untuk sekedar memperoleh uang semata.
c.       Tidak Bisa Dipercaya Akan Janjinya(Khianat)
Seorang pemimpin yang tidak setia akan janjinya, tidak bisa dipercaya sebagai pengeman amanat yang baik, ia akan selalu menyepelekan akan segala ahal, ia tak akan langgeng mempertahankan singgasana kepemimpinanannya. Sikap tidak setia inilah yang merupakan salah satu sebab kegagalan dalam perjalanan hidup.
d.      Tidak Bisa Menguasai Diri Sendiri
Para bawahan tidak menaruh penghargaan terhadap seorang pemimpin yang cepat naik darah atau tidak mampu mengendalikan amarah. Akibatnya apa yang dilakukan lebih banyak gejolak emosional dari pada rasiona. Gejala tidak bisa mengendalikan diri sendiri ini dalam berbagai bentuknya akan merusak ketabahan serta semangat kerja bawahan yang  salam itu bisa bertahan dengan penuh kesabaran. Kritik yng dilakukan terhadap dirinya tiada membawa perbaikan akan tetapi malah membawa masalah baru yang ruwet, sebab dirinya selalu merasa benar.
e.       Takut Mendapat Saingan Dari Bawahan
Pemimpin yang berhasil ialah pemimpin yang mampu menciptakan tenaga pengganti, sedangkan yang gagal adalah yang tidak mau menciptakannya.Kecemasan batin akibat khawatir bila bawahannya bisa mneggeser kedudukannya justru malah menimbulkan citra yang buruk terhadap dirinya sendiri sebagai pemimpin. Satu kenyataan yang mengandung kebenaran adalah bahwa orang akan menerima imbalan yang lebih besat untuk kemampuan dimana ereka berhasil menyuruh orang lain mengerjakan dari pada satu pekrerjaan itu di kerjakannya sendiri. Seorang pemimpin yang mengenal effisiensi kerja haruslah meningkatkan effisiensi kerja para bawahannya melalui kemantapan pengetahuannya tentang pekerjaan itu serta daya tarik dan pengaruh pribadinya sendiri sebagai pemimpin yang berwibawa.
f.       Kurang Memiliki Daya Imajinasidaya Khayal
Imajinasi atau daya khayal pada hakikatnya adalah satu wadah tempat manusia guna menempa segala bentuk rencananya.Dorongan dan hasrat itu memberi bentuk dan menjelma menjadi tindakan berkat bantuan daya khayal seseorang.Tanpa daya khayal yang kuat maka seorang pemimpin itu bisa kelabakan dalam menghadapi keadaan gawat. Begitu pula ia akan tidak mampu menciptakan bimbingan kepada para bawahannya agar bisa bekerja dan menghasilkan prestasi yang efesien.
g.      Terlampau Mementingkan Soal Gelar
Seorang yang terlalu mementingkan soal gelar terhadap pribadinya berarti sedikit kemampuannya untuk ditonjolkan, pintu menuju ketempat pemimpin yang sejati terbuka bagi semua orang yang ingin masuk, dan tempat kerjanya hendaklah merupakan markas kegiatan yang tidak perlu mengenal formalitas dan peraturan-peraturan protocol yang kaku. Dalam dunia wiraswasta  penghargaan terhadap diri seseorang terletak  pada prestasinya, dan bukan pada gelarnya. Oleh karena itu formalitas gelar tidak begitu mempengaruhi  dalam hal penelitian, sebab ia hanyalah merupakan bentuk permukaan belum menyangkut kualitas.


D.    Analisia
Dari uraian diatas, dapat dianalisa bahwa sukses atau tidaknya setiap kepemimpinan sesorang pasti akan disebab kan oleh beberapa factor, baik itu factor yang datang dari dalam diri si pemimpin(factor internal) maupun factor yang timbul diluar diri pemimpin(factor eksternal). Adannya kepribadian, Akhlak, kecerdasan atau intelektual, dan gen yang merupakan hal yang ada pada diri sang pemimpin dapat dikatakan sebagai factor internal yang memang bisa menjadi acauan akan kepemimpinannya, jika ia memiliki kepribadian yang baik maka baik pula kepemimpinannya namun jika ia memiliki kepribadian yang buruk maka buruk pula kepribdiannya. Dapat dikatakan pula bahwa factor internal memiliki pengaruh yng lebih dibandingkan factor eksternal, meskipun tidak menutup kemungkinan factor eksternal juga berpengaruh untuk kepemimpinan seseorang.Karena pada factor internal ini lah yang memiliki peran besar untuk menentukan apakah kepemimpinan itu baik atau tidak, jika seorang pemimping memiliki internal yang baik maka factor negative dari internal dapat terminimalisirkan. Contoh seorang pemimpin yang memilki sifat ramah tamah maka secara tidak langsung ia akan disukai oleh bawahannya, namun jika seorang pemimpin memiliki sifat acuh tak acuh maka pemimpin tersebut akan sulit untuk mengarahkan para bawahannna.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan sosial dengan sikap-sikap hubungan manusiawi.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama. Kesuksesan ataupun kegagalan seorang pemimpin dalam kepemimpinannya tidak lah disebabkan hanya karena satu atau dua faktor saja, karna banyak faktor baik ecara internal maupun eksternal yang bisa mempengaruhi kepemimpinan seseorang. Semakin banyak faktor positif yang masuk pada seorang pemimpin maka semakin dekat ia dengan keberhasilan dan begitu pula sebaliknya semakin banyak faktor negative yang masuk pada dirinya maka semakin dekat pula ia pada jurang kegagalan. Menurut Poernomosidhi Hadjisarosa ada 3 faktor utama yang dapat mempengaruhi kepemimpinan :1. Faktor Personal; 2.Faktor Jabatan; 3.Faktor Situasi dan Kondisi. Sedangkan menuruh Khairudi factor yang mempenaruhi kepemimpinan terbagi 2 yakni factor internal(kepribadian, perilaku pemimpin, intelektual) dan factor eksternal (politikwal, otoritas pemimpin, rakyat)

B.     Saran
Pemakalah menyarankan kepada para pembaca untuk membaca  materi lain yang berkenaan atau menyangkut materi ini. Karena, pemakalah hanya menyajikan materi yang sesuai dengan ilmu yang dimiliki oleh pemakalah.



[1]Prof. Dr. Susilo Supardo, M. Hum. Kepemimpinan dasar dasar dan pengembangannya.Andi , Yogyakarta:2006.hlm 51-53
[2]Abdoel kadir, Abdul Wahab,Dr.,Ir., Organisasi Konsep Dan Aplikasi, Tangerang,Pramita Press,cet.pertama, 2006, h.125.
[3]Terry, Georga R. Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj.J. Smith DFM. Jakarta, Bumi Aksara, Cet.Kedelapan, 2006. H. 152.
[4] James.A.F.Dkk, Manajemen I, Jakarta:Prenhallindo,1996, H 9
[5] Drs. H. undang Ahmad, Etika Manajemen Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2010,H 150
[6]Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. Hal.126-127
[8] Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.html
[9]"Guide us to the Straight Path" (QS 1:6).Islam Is Logic .wordpress.com

[10] Drs. EK. Imam Munawwir. Asas-asas Kepemimpinan dalam Islam.Surabaya: Usaha Nasional. H170
[11] Ibid H 170
[12] Ibid H 171-175
[13] W.J.S Poerwadarminta.Kamus Umum Bahasa Indonesia.Balai Pustaka:Jakarta, 2003. H 337
[14] Drs. EK Imam Munawwir, H176-179


Makalah Sifat Kepemimpinan
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan sesame serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi disbanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik. Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan hal-hal yang akan menjadi bahan pembahasan dari makalah ini, yaitu:
v Bagaimana hakikat menjadi seorang pemimpin?
v Apa & bagaimana hakikat pekerjaan manajerial?
v Bagaimana perspektif tentang perilaku kepemimpinan yang efektif?


C. TUJUAN PENULISAN
Dari rumusan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk:
· Melatih mahasiswa menyusun paper dalam upaya lebih meningkatkan pengetahuan dan kreatifitas mahasiswa.
· Agar mahasiswa lebih memahami dan mendalami pokok bahasan khususnya tentang kepemimpinan.
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat penulisan dari makalah ini yaitu:
1.             Dapat dijadikan sebagai referensi untuk mata kuliah Leadershif.
2.             Dapat menambah pengetahuan para pembaca khususnya untuk mahasiswa S-1 STAI Batang Hari, tentang perkembangan kepemimpinan dewasa ini.
3.             Dapat dijadikan bahan acuan dosen pengampuh mata kuliah Leadershif untuk mengembangkan pembelajaran di dalam kelas.
BAB II
PEMBAHASAN

A.            DEFENISI KEPEMIMPINAN

Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya.
Beberapa ahli berpandapat tentang Pemimpin, beberapa diantaranya :

· Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
· Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.
· Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide  etuhanan yang berlainan.
· Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.
· Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.
· Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :

v  Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan  perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
v  Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
v  Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.

Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.

B. TEORI KEPEMIMPINAN
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan.
Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain :

1. Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian.
Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain :
v  Kecerdasan
v  Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial
v  Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi
v  Sikap Hubungan Kemanusiaan

2. Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan kearah 2 hal.
Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan.
Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.
Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula.

3. Teori Kewibawaan Pemimpin
Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin.

4. Teori Kepemimpinan Situasi
Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.

5. Teori Kelompok
Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.
C. KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI
Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan, sering diartikan kepemimpinan adalah jabatan formal, yang menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh – sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani.
1. Karakter Kepemimpinan
Hati Yang Melayani
Kepemimpianan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam dan kemudian bergerak keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin yang diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali kita saksikan betapa banyak pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.
2. Metode Kepemimpinan
Kepala Yang Melayani
Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tapi juga harus memiliki serangkaian metode kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas sari aspek yang pertama yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pimpinan formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metode kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.
Tidak banyak pemimpin yang memiliki metode kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah – sekolah formal. Keterampilan seperti ini disebut dengan Softskill atau Personalskill. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught, dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metode kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada 3 hal penting dalam metode kepemimpinan, yaitu :
v Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas.
v Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang responsive.
v Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang – orang yang dipimpinnya (performance coach).
3. Perilaku Kepemimpinan
Tangan Yang Melayani
Pemimpin yang melayani bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan metode kepemimpinan, tapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard disebutka perilaku seorang pemimpin, yaitu :
Ø  Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpin, tapi sungguh – sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan.
Ø   Pemimpin focus pada hal – hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi.
Ø   Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek , baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa menyelaraskan (recalibrating ) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesame. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman Tuhan ).

D. KEPEMIMPINAN SEJATI
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau tranformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out ).
Sebuah jenis kepemimpinan yaitu Q Leader memiliki 4 makna terkait dengan kepemimpinan sejati, yaitu :
Ø Q berarti kecerdasan atau intelligence. Seperti dalam IQ berarti kecerdasan intelektual,EQ berarti kecerdasan emosional, dan SQ berarti kecerdasan spiritual. Q leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ,EQ,SQ yang cukup tinggi.
Ø Q leader berarti kepemimpinan yang memiliki kualitas(quality), baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial.
Ø Q leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi ( dibaca ‘chi’ dalam bahasa Mandarin yang berarti kehidupan).
Ø Q keempat adalah qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh – sungguh mengenali dirinya (qolbunya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence-quality-qi-qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.
Rangkuman kepemimpinan Q dalam 3 aspek penting yang disingkat menajadi 3C, yaitu :
· Perubahan karakter dari dalam diri (character chage).
· Visi yang jelas (clear vision).
· Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence).
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal  maupun dalam hubungannya dengan orang lain.
BAB III
HAKIKAT PEKERJAAN MANAJERIAL

A. KARAKTERISTIK PEKERJAAN MANAJERIAL
Seorang pemimpin yang menjalankan peran kepemimpinannya dalam berbagai lembaga pada dasarnya adalah seorang manajer. Ketika berposisi sebagai seorang manajer, ia dituntut untuk mampu mengelola dinamika kegiatan lembaga yang dipimpinnya dengan baik guna menunjang pencapaian tujuan. Sehubungan dengan hal ini, ia membutuhkan keberadaan orang lain berupa karyawan atau bawahan untuk dipimpinnya bekerja sama dan memberikan kontribusi bagi pencapaiannya. Sebagaimana halnya yang telah kita ketahui bersama, manajemen adalah seni menyelesaikan pekerjaan melalui tangan orang lain. Karenanya, salah satu tolok ukur kualitas pribadi pemimpin (yang juga berperan sebagai manajer) adalah kemampuannya mengoptimalkan dan mendayagunakan kecakapan para bawahan serta memberdayakan mereka. Ia juga harus dapat melakukan kaderisasi dengan baik sehingga pada saat proses alih kepemimpinan terjadi, hal itu dapat terlaksana secara lancar tanpa hambatan berarti. Pendelegasian wewenang yang hasilnya diketahui nantinya merupakan dasar penilaian terhadap kaderisasi kepemimpinan.
Secara empiris, beberapa karakteristik yang ditampilkan oleh pekerjaan manajerial antara lain adalah.
1.             Pekerjaan yang harus dilaksanakan bertumpuk dan sulit untuk dilepaskan karena seorang manajer akan menerima permintaan informasi dari bawahan, rekan setingkat, atasan, atau pihak di luar lembaga secara berkelanjutan.
2.             Pada kenyataannya, kegiatan yang harus ditangani beragam dan mengalami keterputusan karena mengalami interupsi atau terselingi oleh hal-hal yang lain. Karena itu, seorang manajer seharusnya dapat menerima kondisi ini serta rajin mengingat-ingat kembali pekerjaan yang harus dilakukannya dalam satu hari tertentu.
3.             Beban tugas yang datang secara berkelanjutan dan membutuhkan penyelesaian segera menjadikan pekerjaan manajerial cenderung bersifat reaktif.
4.             Interaksi intensif dengan rekan sejawat dan pihak luar harus sering dilakukan karena seorang manajer harus bekerja dalam suatu lembaga serta membangun jejaring dengan pihak luar yang mampu memberikan manfaat strategis.
5.             Karena pekerjaan manajerial membutuhkan interaksi langsung antar pribadi secara intensif, maka komunikasi lisan harus sering dilakukan dan kemampuan melakukannya menjadi amat penting.
6.             Proses penentuan keputusan sering kali bersifat politis karena harus mengakomodasikan beragam aspirasi yang ada dan meminimalkan tingkat kekecewaan banyak pihak. Dengan demikian, keputusan ditentukan tidak hanya berdasarkan analisis serta pertimbangan yang bersifat teknis.
7.             Manajer sering kali menghadapi keadaan yang berubah dan tidak terduga sebelumnya dan keadaan itu membutuhkan kemampuan berimprovisasi serta keluwesan. Karena itu, perencanaan yang dilakukannya juga mungkin saja dilakukan tidak terlalu detil dan formal agar dapat beradaptasi secara fleksibel dengan perubahan kondisi nyata.

B. KEWAJIBAN DAN PERAN MANAJERIAL
Suatu organisasi atau lembaga pastilah memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Pada organisasi yang dikelola dengan pendekatan manajemen modern dan profesional hal itu dinyatakan secara eksplisit dalam bentuk rumusan tertulis selain visi yang dipunyai dan misi yang diemban. Sedangkan dalam lembaga yang dikelola secara tradisional, tujuan itu diwujudkan dalam bentuk kesepakatan mengenai hal tertentu yang telah dipahami bersama secara turun temurun.
Dalam rangka mencapai tujuan melalui upaya sistematis yang diberlakukan oleh suatu organisasi atau lembaga, manajer mempunyai peran kunci. Oleh sebab itulah, ada beberapa kewajiban manajerial yang harus bersedia dan mampu dilakukannya, yakni :
1) melakukan penyeliaan terhadap pekerjaan para bawahan sebagai bentuk pembinaan.
2) melakukan perencanaan dan pengorganisasian sebagai landasan untuk mengelola lembaga.
3) mengkoordinasikan komponen lembaga agar dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan.
4) membuat keputusan dalam berbagai situasi, baik yang bersifat favourable maupun unfavourable.
5) memantau dinamika lingkungan internal dan eksternal lembaga secara cermat guna mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada.
6) menerapkan pengawasan guna memperkecil kemungkinan terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh anggota lembaga.
7) memberikan penjelasan mengenai masalah-masalah yang memang harus diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
8) melaksanakan administrasi terhadap beragam informasi, dokumen, maupun arsip secara rapi.


Sebagai pribadi yang secara struktural diposisikan lebih tinggi dari pada anggota lembaga lainnya, menurut Herbert Mintzberg, seorang manajer disyaratkan untuk dapat melakukan beragam peran penting. Ia harus bisa memerankan dirinya sebagai
1) pemimpin proforma yang melakukan tugas legal, formal, mapun seremonial.
2) pemimpin struktural bagi para bawahannya.
3) penghubung lembaga dengan individu atau lembaga lain di luar organisasinya.
4) pemantau informasi baik dari luar maupun dalam lembaganya.
 
5) pembagi berbagai informasi yang berguna bagi lembaganya.
6) juru bicara lembaganya bila berhadapan dengan pihak luar.
7) wirausaha yang mampu memanfaatkan peluang yang bermanfaat bagi lembaganya.
8) pemecah masalah yang dihadapi oleh unit lembaga yang dipimpinnya.
9) pengalokasi sumber daya bagi lembaganya secara tepat.
10) negosiator dengan pihak-pihak yang berkompeten semisal serikat karyawan, pelanggan, konsumen, pemasok, atau pemerintah.


Beberapa peran di atas apabila dipahami benar merupakan media untuk mematangkan kualitas pribadinya serta parameter mutu kepemimpinannya.

C. TUNTUTAN IDEAL BAGI SEORANG MANAJER
Kewajiban manajerial yang harus dilakukan serta peran penting yang disandang itu menuntut setiap manajer untuk tampil sebaik-baiknya. Agar ia dapat menampilkan kinerja prima selaku manajer, ada sejumlah tuntutan ideal minimal yang harus berusaha dipatuhinya. Diantaranya adalah
1)      Bersedia untuk memahami konsekuensi peran selaku manajer yang dibebankan kepadanya baik oleh para bawahan, atasan, rekan setingkat, lembaga, dan pihak lain yang berkepentingan.
2)      Mau mencari berbagai pilihan cara yang mungkin dilakukan untuk menangani pekerjaan yang harus diselesaikan oleh unit lembaga yang dipimpinnya.
3)      Dapat menentukan skala prioritas terkait dengan sasaran yang ingin dicapai.
4)      Bisa memanfaatkan waktu pribadi dengan sebaik mungkin.
5)      Bersedia melakukan perencanaan berbagai aktivitas harian dan mingguan baik bagi dirinya secara pribadi maupun unit lembaga yang dipimpinnya.
6)      Dapat menghindari aktivitas yang tidak berguna dan mengganggu pekerjaannya.
7)      Tidak menunda-nunda pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya.
8)      Rajin mencari dan pandai memanfaatkan peluang yang menguntungkan lembaganya
9)      Mau melakukan refleksi, perenungan, atau introspeksi atas segala hal yang telah dilakukannya hingga saat ini.
10)   Rajin belajar bagaimana cara menjadi pemimpin dan pemecah masalah yang bijak dari siapa saja, termasuk dari pribadi lain yang memiliki posisi struktural lebih rendah.


Sepuluh tuntutan yang bersifat ideal-normatif di atas merupakan ambang batas minimal. Dengan demikian, seorang manajer seharusnya terus melakukan upaya pengembangan diri serta pengayaan kapasitas agar ia mampu menjadi lebih baik, terlebih lagi apabila ia dipersiapkan untuk mengampu jabatan yang lebih tinggi nantinya.


BAB IV
PERSPEKTIF TENTENG PRILAKU KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF

A. PENDEKATAN CIRI/SIFAT KEPEMIMPINAN
Sebelum tahun 1945, study leadership berkonsentrasi pada ciri/sifat, dimana karakteristik tertentu sangat esensial untuk leadership yang efektif. Karena tidak semua orang memiliki ciri-ciri tersebut, hanya mereka yang memilikinya yang dianggap dapat menjadi leader.
Warren Bennis mengidentifikasi 4 ciri/sifat, atau kompetensi leadership:
1.      Management of Attention ? Kemampuan untuk mengkomunikasikan visi/tujuan yang menarik pengikut.
2.      Management of Meaning ? Kemampuan untuk menciptakan dan mengkomunikasikan arti dengan jelas.
3.      Management of Trust ? Kemampuan untuk dapat dipercaya dan konsisten.
4.      Management of Self ? Kemampuan untuk mengetahui seseorang, dan menggunakan kemampuan orang tersebut dengan batasan kekuatan dan kelemahannya.

B. CIRI/SIFAT PEMIMPIN YANG NEGATIF
John Geier menemukan 3 ciri/sifat yang menghilangkan potensi seseorang menjadi leader dan terjadinya persaingan tidak sehat dalam sebuah organisasi, yaitu ‘Perasaan tidak mendapat informasi, perasaan menjadi non-partisipan, dan kekakuan.
Sementara itu Morgan McCall dan Michael Lombardo menemukan sebuah ‘cacat fatal’ (fatal flaws) leader yang gagal sebelum dapat mencapai tujuannya, yaitu:
1. Tidak sensitif pada yang lain.
2. Dingin dan sombong.
3. Tidak dapt dipercaya.
4. Terlalu ambisius.
5. Memiliki masalah khusus dengan bisnis.
6. Tidak mampu mendelegasikan.
7. Tidak mampu melakukan staffing secara efektif.
8. Tidak mampu berpikir strategis.
9. Tidak mampu beradaptasi pada pemimpin berbagai gaya.
10. Terlalu bergantung pada penasehat.
C. PENDEKATAN SIKAP LEADERSHIP
Periode pendekatan teori sikap adalah antara 1945; Ohio State & Michigan Sudy, serta pertengahan 1960an, yaitu pada periode pengembangan Managerial Grid®.

D. STUDI OHIO STATE LEADERSHIP
Studi ini dimulai pada tahun 1945. Studi ini mempersempit perilaku leader pada 2 dimensi; struktur inisiasi dan pertimbangan. Struktur Inisiasi mengacu pada pengertian ‘sebuah tipe leader yang berorientasi tugas dan mengarahkan pekerja level bawah untuk pencapaian tujuan’, sementara itu Pertimbangan mengacu pada ‘tipe perilaku leader yang sensitif terhadap pekerja level bawah, menghargai ide dan perasaan mereka dan menciptakan kepercayaan.
Untuk mengetahui perilaku leader, para peneliti merancang sebuah kuesioner yang dapat mengetahui tipe seperti apa leader tersebut, yaitu Leader Behavior Description Questioner (LBDQ).
Dalam mempelajari perilaku para leader tersebut, staff Ohio State menemukan bahwa kedua perilaku tersebut berada pada dimensi yang terpisah dan berdiri sendiri.

E. STUDI KEPEMIMPINAN MICHIGAN
Para peneliti di Universitas Michigan mengidentifikasi dua konsep perilaku leader, yang mereka sebut ‘orientasi pekerja’ dan ‘orientasi produksi’. Tipe yang pertama mementingkan aspek hubungan mereka sementara yang kedua mementingkan aspek teknis dari pekerjaannya.

F. STUDY GROUP DYNAMICS
Ada dua tujuan sebuah kelompok, yaitu (1) pencapaian tujuan tertentu dari kelompok dan (2) memperkuat grup itu sendiri. Grup tipe 1, mempunyai karakteristik ‘manajer berinisiatif untuk bertindak, menjaga fokus anggota pada tujuan, memperjelas tujuan dan mengembangkan perencanaan prosedural’, sementara tipe 2 ‘manajer mempertahankan hubungan interpersonal yang menyenangkan, menengahi perselisihan, menyemangati, memberikan kesempatan pada yang lemah untuk bisa didengar, menstimulasikan organisasi diri dan meningkatkan kesalingtergantungan antar anggota’. Para peneliti ini menemukan tidak ada tipe yang menonjol, tipe kerja dan hubungan bahkan merupakan dimensi yang terpisah.
G. SISTIM MANAJEMEN DARI RENSIS LIKERT
Likert menemukan bahwa leader yang produktif menerangkan dengan jelas tujuan kepada pengikutnya, kebutuhan apa saja yang perlu dicapai dan memberikan mereka kebebasan untuk melakukan pekerjaannya. Para leader tersebut lebih memperhatikan pekerjanya daripada pekerjaannya (employee-centered dan job-centered).
Pada studinya, Likert menemukan bahwa kegagalan gaya manajemen sebuah organisasi dapat berkesinambungan antara sistem 1 hingga sistem 4, yaitu:
B.     Manajemen tidak memiliki kepercayaan kepada karyawan dan jarang melibatkan mereka pada proses pengambilan keputusan.
C.     Manajemen memperlakukan karyawan seperti Tuan dan Pembantu.
D.    Manajemen memiliki kepercayaan yang substansial, tetapi tidak percaya sepenuhnya kepada karyawan.
E.     Manajemen percaya penuh kepada karyawan.
Kesimpulannya, semakin ke bawah, sistem manajemen semakin berorientasi pada hubungan.
Pada periode studi Likert, sepertinya tipe leader yang demokratis adalah yang paling ideal, tetapi, berdasarkan definisi proses leadership adalah fungsi dari leader, pengikut dan variabel situasional, tidak mungkin mengimplementasikan salah satu tipe leadership saja pada semua situasi.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
ü  Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya,  tau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
ü  Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
ü  Leader yang efektif dan sukses mampu mengadaptasikan gaya leadership mereka pada persyaratan kondisi yang tepat, maka itu, harus melihat sudut pandang teori leadership. Meskipun penelitian tidak berhasil menemukan ilmu teori perilaku yang cocok, tidak membuat teori menjadi tidak dapat digunakan. Alasan utama mengapa tidak ada satu gaya leadership yang cocok adalah karena kepemimpinan pada dasarnya adalah bergantung pada situasi (situasional) dan berkesinambungan. Manajer yang efektif tidak hanya harus mengetahui gaya leadership mana yang cocok, tetapi juga harus melaksanakannya dengan benar.
 Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan dan Kegagalan Pemimpin
Keberhasilan atau kegagalan dari hasil kepemimpinan seseorang dapat diukur atau ditandai oleh empat hal, yaitu : moril, disiplin, jiwa korsa (esprit de corps), dan kecakapan.



1. Moril : moril adalah keadaan jiwa dan emosi seseorang yang mempengaruhi kemauan untuk melaksanakan tugas dan akan mempengaruhi hasil pelaksanaan tugas perorangan maupun organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi moril adalah : 1). kepemimpinan atasan. 2). kepercayaan dan keyakinan akan kebenaran. 3). penghargaan atas penyelesaian tugas. 4). solidaritas dan kebanggaan organisasi. 5). pendidikan dan latihan. 6). kesejahteraan dan rekreasi. 7). kesempatan untuk mengembangkan bakat. 8). struktur organisasi. 9). pengaruh dari luar.

2. Disiplin : disiplin adalah ketaatan tanpa ragu-ragu dan tulus ikhlas terhadap perintah atau petunjuk atasan serta peraturan yang berlaku. Disiplin yang terbaik adalah disiplin yang didasarkan oleh disiplin pribadi. Cara-cara untuk memelihara dan meningkat disiplin : 1). Menetapkan peraturan kedinasan secara jelas dan tegas. 2). Menentukan tingkat dan ukuran kemampuan. 3). Bersikap loyal. 4). Menciptakan kegiatan atas dasar persaingan yang sehat. 5). Menyelenggarakan komunikasi secara terbuka. 6). Menghilangkan hal-hal yang dapat membuat bawahan tersinggung, kecewa dan frustasi. 7). Menganalisa peraturan dan kebijaksanaan yang berlaku agar tetap mutakhir dan menghapus yang sudah tidak sesuai lagi. 8). Melaksanakan reward and punishment.

3. Jiwa korsa : jiwa korsa adalah loyalitas, kebanggan dan antusiasme yang tertanam pada anggota termasuk pimpinannya terhadap organisasinya. Dalam suatu organisasi yang mempunyai jiwa korsa yang tinggi, rasa ketidakpuasan bawahan dapat dipadamkan oleh semangat organisasi. Ciri jiwa korsa yang baik adalah : 1). Antusiasme dan rasa kebanggan segenap anggota terhadap organisasinya. 2). Reputasi yang baik terhadap organisasi lain. 3). Semangat persaingan secara sehat dan bermutu. 4). Adanya kemauan anggota untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. 5). Kesediaan anggota untuk saling menolong.

4. Kecakapan : kecakapan adalah kepandaian melaksanakan tugas dengan hasil yang baik dalam waktu yang singkat dengan menggunakan tenaga dan sarana yang seefisien mungkin serta berlangsung dengan tertib. Pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki pimpinan dapat diperoleh dari pendidikan, pelatihan, inisiatif dan pengembangan pribadi serta pengalaman tugas.
Setiap pemimpin perlu menentukan corak dan gaya kepemimpinannya agar nampak seni kepemimpinannya dalam memimpin. Corak dan gaya kepemimpinan dapat terlihat dari sikap pemimpin, yaitu sebagai : Pemimpin, Guru, Pembina, Bapak dan Teman Seperjuangan.
Sebagai Pemimpin. Pemimpin harus mampu memberikan bimbingan/tuntunan yang diperlukan serta senantiasa menjadi contoh dan teladan dalamperkataan, perbuatan, menimbulkan dan memelihara kewibawaan serta mampu melahirkan Pemimpin baru.
Sebagai Guru. Pemimpin harus berusaha meningkatkan kemampuan, ketrampilan dan pengetahuan anggotanya baik perorangan maupun dalam hubungan kelompok. Memiliki kesabaran dan ketenangan dalam mendidik dan melatih.
Sebagai Pembina. Pemimpin senantiasa berusaha agar organisasi dalam melaksanakan tugasnya selalu berhasil guna dan berdaya guna. Dalam usaha pembinaan selalu diarahkan kepada peningkatan dan pemeliharaan unsur personil, materil dan kemampuan operasionalnya. Selain itu pemimpin harus menguasai makna fungsi pembinaan yang meliputi perencanaan, penyusunan, pengarahan dan pengawasan.
Sebagai Bapak. Pemimpin harus berperilaku sederhana, mengenal setiap anggota bawahan, bersikap terbuka dan ramah, mengayomi, bijaksana tetapi tegas, adil, mendorong dan berusaha meningkatkan kesejahteraan anggota bawahan baik materiel maupun spirituil.
Sebagai Teman Seperjuangan. Dalam keadaan suka dan duka, pemimpin dan bawahan merasa senasib sepenanggungan dan saling membantu, serta bersedia berkorban demi kepentingan bersama.

related:
Daftar Pustaka
Al-Mawardi, 2000. Ahkam al-Shulthaniyah fi al-Wilayat al-Diniyah. Jakarta: Darul Falah.
Amirudin, Hasbi, 2000. Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman. Yogyakarta;UII Press.
Ibnu Taimiyah, 1998. Siyasah Syar`iyah, Etika Politik Islam. Surabaya: Risalah Gusti.
Moten, Abdul Rasyid dan Syed Sirajul Islam, 2005. Introduction to Political Science. Australia: Thompson.
Rizwan Haji Ali, M, 2001. Pemberontakan terhadap Negara Islam dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi Sarjana. Lhokseumawe: STAI Malikussaleh.
Salim, Abdul Muin, 2002. Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur`an. Jakarta: Rajawali Press.
Tansey, Stephen D, 1995. Politics: The Basics. London: Routledge.
Thaib, Lukman, 2001. Politik menurut Perspektif Islam. Selangor DE: Sinergymate, sdn.bhd.
Yusuf Musa, Muhammad, 1988. Organisasi Negara Menurut Islam. Banda Aceh: Proyek Penterjemahan MUI Prop. D.I. Aceh).
Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, 1993, Kepemimpinan dalam Islam, UGM Pres, Yogyakarta
Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, 1995, Kepemimpinan Yang Efektif, UGM. Cet. II, Yogyakarta.
Frances Hesselbern, Marshall Gold Smith, Richard Beckhard (ed), 1997, The Leader Of The Future, Pemimpin Masa Depan, alih bahasa: Drs. Bob Widyahartono, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Hans Antlov dan Sven Cederroth, 2001, Kepemimpinan Jawa, (Perintah Halus, Pemerintahan Otoriter) Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Drs. Adam Ibrahim Indrawijaya, MPA & Dra. Hj. Wahyu Suprapti, MM., 2001, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Lembaga Administrasi Negara.RI. Jakarta.
Dra. Hj. Sri Murtini, MPA & Drg. Judianto, M.Ph., 2001, Kepemimpinan Di Alam Terbuka, Lembaga Administrasi Negara. R.I. Jakarta.
Bernardine R. Wirjana, M.S.W. & Prof. Dr. Susilo Supardo, M.Hum. 2002, Kepemimpinan (Dasar-dasar dan Pengembangannya), ANDI, Yogyakarta.














Kepemimpinan adalah salah satu unsur penting dalam kita belajar berdemokrasi. Yang terpenting malah, tapi barangkali kita yang paling abai terhadapnya. Kepemimpinan bukanlah sekedar mendudukkan seseorang pada jabatan tertinggi dalam sebuah organisasi. Sebagai ketua partai, sebagai ketua parlemen, ketua lembaga yudikatif, dan sebagai presiden. Kepemimpinan adalah perkara mewujudkan amanah yang dibebankan orang banyak ke pundak seseorang atau beberapa orang. Kepemimpinan adalah ihwal keberanian memutus dengan penglihatan yang tajam ke masa depan.
Bila demikian, sesudah 16 tahun sejak turunnya Soeharto, apakah kita telah memilih pemimpin-pemimpin yang tepat bagi negeri ini? Apakah kita telah menetapkan pemimpin yang waskita dan sanggup menunjukkan arah semestinya yang harus kita tuju? Dan sekaligus membawa bangsa ini menuju ke sana? Jika “belum” adalah jawaban yang paling layak diberikan atas pertanyaan itu, bukanlah penistaan, melainkan karena zaman menuntut jenis kepemimpinan dengan standar yang lebih tinggi dari masa lampau.
Sebagaimana dimanifestasikan oleh beragam persoalan yang muncul dalam masyarakat, kita sebagai bangsa sesungguhnya tengah menghadapi “kegagalan kepemimpinan”. Sebagai bangsa, kita bergerak mirip orkestra tanpa dirijen yang piawai, yang lebih kerap keliru memberi aba-aba. Buahnya: seorang penabuh memukul perkusi tidak pada saat yang tepat, seorang peniup melengkingkan flute di saat seluruh instrumen mesti jeda.
Kegagalan kepemimpinan berpangkal pada tidak diperlakukannya mandat yang diamanahkan oleh rakyat sebagai fondasi terpenting dalam memimpin. Keraguan dalam mengambil keputusan dan tindakan adalah contoh paling gamblang bahwa dukungan rakyat diletakkan di bawah dukungan politik partai-partai dan, terutama, para elitenya. Pemimpin seperti ini lupa bahwa jika ia bertindak dengan berani karena benar, rakyat akan mendukung. Sayangnya, kalkulasi politik jadi pertimbangan utama dalam memutus suatu perkara.
Kegagalan kepemimpinan lahir dari ketiadaan imajinasi. Pernahkah kita membayangkan Indonesia yang bebas dari korupsi? Pernahkah kita membayangkan Indonesia yang bebas dari kemiskinan? Pernahkah kita membayangkan Indonesia yang bebas dari kekerasan? Kepemimpinan yang gagal tidak mampu meletakkan seluruh imajinasi itu di dalam konteks masa kini: ihwal apa yang mesti dikerjakan demi sebuah masa depan yang cemerlang. Jangkauan pikiran yang pendek (kepentingan politik sesaat, rasa aman dari gangguan, dan sejenisnya) akan menyumbat kreativitas.
Alangkah malangnya. Oleh sebab kegagalan kepemimpinan, mestikah kita tak sanggup membayangkan kemungkinan-kemungkinan positif dan optimistis di tengah kekacauan ini? Mengapa kita tak berani berimajinasi tentang pilihan-pilihan lain dalam cara kita memandang persoalan, menyelesaikannya, dan menyerah pada cara-cara yang telah terbukti tumpul dan berlarut-larut? Kegagalan kepemimpinan lahir dari kepercayaan bahwa cara-cara yang telah terbukti tumpul adalah jalan yang benar. Alangkah malangnya bila kita tersandera oleh kejumudan. Betapa banyak energi yang seharusnya bermanfaat untuk mengurus rakyat yang telah memberi amanah dikuras untuk memuaskan hasrat segelintir orang.
Kegagalan kepemimpinan sungguh tidak terhindarkan tatkala pisau yang majal tetap digunakan, sistem yang bobrok sekedar diganti suku cadangnya, dan para pemimpin bersembunyi di balik semua itu. Sungguh keliru kita, atau barangkali naïf belaka, bila kita tetap percaya kepemimpinan serupa itu sanggup mengentaskan kita dari segala karut-marut ini.
Reformasi adalah kosakata yang kita pilih sebagai cerminan respons kita terhadap kekisruhan yang mesti dibenahi. Tapi reformasi adalah kata yang perlahan, bukan yang bergegas. Di dalamnya terkandung semangat yang kurang radikal dalam memandang soal korupsi, kemiskinan, dan kekerasan. Reformasi adalah gerak maju yang terseok-seok lantaran kita kerap mengerem langkah oleh karena keraguan, kegamangan, dan keengganan kita untuk berubah; juga lantaran belitan kepentingan sendiri.
Kegagalan kepemimpinan lahir dari semangat yang perlahan, bukan bergegas. Sayangnya, kita telanjur ngeri mendengar, apa lagi memakai, kata revolusi. Sebab, revolusi dibayangkan sebagai darah yang tumpah. Kita lupa, barangkali, bahwa mencabut pohon hingga ke akar adalah revolusi. Bila fundamen yang menjadi alas masyarakat dan bangsa telah keropos, mengapa dipertahankan dengan menambal-sulam, dan bukan menggantinya dengan fundamen yang baru?
Lee Kuan Yew adalah seorang revolusioner yang merobohkan sendi-sendi masyarakatnya dan membangun di atas fondasi yang baru. Hingga, akhirnya, lahirlah Singapura modern seperti yang kita kenal sekarang. Revolusi adalah upaya mengikis habis akar-akar busuk yang membikin pohon bangsa tumbuh kerdil, yang merampas hak daun untuk tumbuh lebat, yang meringkus aliran gizi dari tanah dan menghalangi pohon untuk berbuah lezat. Revolusi tidak diniatkan untuk menebarkan kebencian, kemarahan, dendam, dan pertumpahan darah. Revolusi, seperti dilakukan oleh Ibrahim dan Muhammad, adalah ikhtiar menggulingkan pikiran lama dan menggantinya dengan pikiran baru, mental lama dengan mental baru.
Reformasi yang kita jalankan tidak akan sanggup mengikis korupsi, menggusur kemiskinan, dan meniadakan kekerasan, sebab pikiran lama tak akan sukarela menyerahkan mahkotanya. Pikiran lama ialah pikiran yang mengabaikan imajinasi, yang menidakkan impian-impian besar, yang menafikan angan jauh ke depan. Pikiran lama hanya menjangkau jarak yang pendek. Tapi, revolusi harus dimulai dari dalam diri orang-orang yang mendengungkannya. Ketika ia gagal merevolusi dirinya sendiri terlebih dulu, kata itu akan terbang lepas ke udara. ***




MODEL KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
a. Pengertian
Pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi orang lain agar dapat berbuat sesuai dengan kemauan yang dikehendakinya. Dengan kata lain pemimpin adalah orang yang sanggup membawa orang lain menuju kepada tujuan yang dikehendakinya.  Banyak teori tentang pemimpin dan kepemimpinan (leadership), namun teori tersebut pada intinya adalah sebagai seni mempengaruhi orang lain.
Wahab Abdul Kadir mendefinisikan pemimpin adalah orang yang memiliki kesanggupan mempengaruhi, memberi contoh, mengarahkan orang lain atau suatu kelompok untuk mencapai tujuan baik formal maupun non formal[1]
Pemimpin juga diartikan sebagai seseorang yang berkemapuan mengarahkan pengikut-pengikutnya untuk bekerja bersama dengan kepercayaan serta tekun mengerjakan tugas-tugas yang diberikannya.[2]
Memimpin adalah sebuah aksi mengajak sehingga memunculkan interaksi dalam struktur sebagai bagian dari proses pemecahan masalah bersama.
Pada hakekatnya setiap manusia pada hakekatnya adalah pemimpin, paling tidak ia sebagai pemimpin dirinya sendiri.  Hati adalah pemimpin di dalam tubuh manusia, sebab segala sesuatu yang yang manusia perbuat adalah berdasar petunjuk dan kemauan hati nurani.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya : “Setaip kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban pada orang yang dipimpinnya.”
Dari hadits tersebut tampak bahwa setiap jiwa manusia itu akan diminta pertanggungjawaban atas segala aktifitas hidupnya selama di dunia ini. Bahkan seeorang akan ditanya masing-masing anggota tubuhnya nanti di hari pengadilah sementara mulut itu membisu.
Firman Allah:
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ﴿٦٥﴾
Artinya : “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan” (Q.S. Yasin : 65)
b. Pembatasan dan perumusan masalah:
Setelah mendefinisikan tentang pemimpin, maka penulis hanya akan membatasi pada model-model atau tipe-tipe kepemimpinan di sekolah.  Dimana hal ini sangat penting bagi praktisi pendidikan tentang bagimana seharusnya mereka bersikap, karena ditangan pemimpinlah sebuah organisasi akan maju atau mundur.
Adapun masalah yang akan kami angkat adalah :
Model-model apakah yang ada pada teori kepemimpinan?
Bagaimana model-model itu harus diterapkan di lembaga pendidikan?
Bagaimanakah seorang pemimpin bisa menerapkan model-model kepemimpinan?
Bagaimana kepemiminan dalam Islam?
BAB II
MODEL-MODEL KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM
Dalam perkembangan studi tentang kepemimpinan, ada beberapa pendapat dan penelitia. Husaini Usman dalam bukunya Manajemen Teori Praktik Dan Riset Pendidikan, membaginya dalam dua bagian, yaitu Kepemimpinan Klasik dan Kepemimpinan Modern.
A. Kepemimpinan Klasik.
Taylor (1911)
–      Cara terbaik untuk meningkatkan hasil kerja adalah dengan meningkatkan teknik atau metode kerja akibatnya anusia dianggap sebagai mesin.
–      Manusia untuk manajemen bukan manajemen untuk manusia
–      Fungsi pemimpin adalah menetapkan dan menerapkan kriteria prestasi untuk mencapai tujuan.
–      Fokus pemimpin adalah pada kebutuhan kerja.
2.  Model Mayo (1920)
–      Selain mencari teknik atau metode kerja terbaik, juga harus memperhatikan perasaandan hubungan manusiawi yang baik.
–      pusat kekuasaan adalah hubungan pribadu dalam unit-unit kerja
–      fungsi pemimpin adalah memudahkan pencapaian tujuan anggota secara kooperatif dan mengembangkan pribadinya.
Studi Iowa (1930)
–      Otoriter dimana pemimpin bertindak secara direktif, selalu mengarahkan dan tidak memberikan kesempatan bertanya pada bawahannya.
–      Demokratis yang mendorong kelompoknya untuk berdiskusi, berpartisipasi dan menghargai pendapat orang lain, siap berbeda dan perbedaan untuk tidak dipertaentangkan.
–      Laize faire dimana pemimpin memberikan kebebasan mutlak kepada kelompoknya.
d. Studi Ohio (1945)
Dalam penelitian ini, muncul empat gaya kepemimpinan sebagai berikut:
Tinggi 
Perhatian

Struktur Rendah Perhatian Tinggi 
Pemimpin mendorong hubungan kerjasama harmonis dan kepuasan dengan kebutuhan ssosial anggota kelompok

Struktur Tinggi Perhatian Tinggi  
Pemimpin mendorong mencapai keseimbangan pelaksanaan tugas dan pemeliharaan hubungan kelompok yang bersahabat
Struktur Rendah Perhatian Rendah 
Pemimpin menarik diri dan menempati perasaan pasif.
Pemimpin membiarkan sejadinya
Struktur Tinggi Perhatian Rendah 
Pemipin memusatkan perhatian hanya kepada tugas
Perhatian pada kerja tidak penting
Rendah                                                Struktur inisiasi                                   Tinggi
e. Studi Michigan (1947)
–      Kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan, akan mementingkan hubungan pekerja dan menganggap setiap pekerja penting.
–      Kepemimpinan yang berorientasi pada produksi, menekankan pentingnya produksi sebagai aspek teknik kerja. Pada gaya ini pekerja dianggap sebagai alat mencapai tujuan organisasi.
B. Kepemimpinan Modern.
1. Likert (1961), merumuskan sistem kepemimpinan, yaitu :
–          Exploitative Authoritative (otoriter memeras), pada gaya ini bawahan harus bekerja keras untuk mencapai hasil dan jika gagal akan mendapat ancaman dan hukuman.
–          Benevolent autoritative, (otoriter yang bijak), pada gaya ini pemimpin menentukan perintah dan bawahan memiliki kebebasan memberi tanggapan terhadap perintahnya.
–          Consultative (konsultatif), pemimpin menetapkansasaran tugas dan memebrikan perintahnya setelah mendiskusikan hal tersebut pada bawahannya.  Bawahan dapat mengambil keputusan sendiri sesuai tugasnya, namun keputusan penting ada di tingkat atas. Hukuman dan ancaman digunakan untuk motivasi bawahan. Bawahan dipercaya dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
–          Paticipative (partisipatif), Sasaran tugas dan keputusan dibuat oleh kelompok.  Jika pemimpin mengambil keputusan maka keputusan diambil setelah memperhatikan pendapat kelompok. Hubungan antar pemimpin bawahan terbuka, bersahabat dan saling percaya.
2. Reddin ( 1969),
–          Eksekutif : pemimpin disebut sebagai motivator yang baik, mampu dan mau menetapkan standar kerja yang tinggi, mengenal perbedaan individu dan menggunakan kerja tim.
–          Developer (Pecinta pengembangan): Pemimpin memiliki kepercayaan implisit terhadap orang yang bekerja dalam organisasinya dan sangat memperhatikan pengembangan individu.
–          Otokratis yang baik hati : pemimpin mengetahui secara tepat yang diinginkannya dan cara mencapainya tanpa menimbulkkan keengganan pada bawahannya.
–          Birokrat : pemimpin sangat tertarik pada aturan dan mengontrol pelaksanannya secara teliti.
–          Pecinta Kompromi: pemimpin pada gaya ini merupakan pembuat keputusan yang jelek karena banyak tekanan bawahan yang mempengaruhinya.
–          Missionari : Pemimipin hanya menilai keharmonisan sebagai tujuan dirinya sendiri.
–          Otokrat : Pemimpin tidak percaya pada orang lain, tidak menyenagkan dan hanya tertarik pada pekerjaan yang cepat selesai.
–          Lari dari Tugas : pemimpin tidak peduli pada tugas orang lain.[3]
Sopiah mengemukakan ada empat jenis kepemimpinan, yaitu :
1. Kepemimpinan Transaksional , ciri-cirinya:
–          pemimpin memberikan penghargaan kontigensi untuk memotivasi karyawan.
–          Pemimpin melaksanaka tindakan korektif hanya ketika para bawahan gagal mencapai tujuan kerja
2. Pemimpin Karismatik:
–          Menekankan para perilaku pemimpin secara simbolis, pesan-pesannya memberikan inspirasi bawahan, komunikasi non verbal, daya tarik idiologis.
Kepemimpinan Visioner: merupakan kemampuan untuk menciptakan dan mengartikulasikan suatu visi yang realistis, percaya pada orang lain, memahami otoritas dan tahu kapan harus melakukan intervensi.
Kepemimpinan Tim :
–      Pemimpin merupakan penghubung bagi para kontituen ekternal
–      Pemimpin adalah pemecah masalah
–      Pemimpin adalah menajer konflik
–      Pemimpin adalah pelatih.[4]
Adapun bila diterapkan dalam dunia pendidikan tentang model-model tersebut, sebagimana diunkapkan oleh Agus Dharma:
Model Otokratis, disini seorang kepala sekolah menentukan sendirikebijakan sekolah dan menugaskannya kepda staf tanpa berkonsultasi dengan mereka, kepala sekolah mengarahkan secara rinci dan harus dilaksanakan tanpa pertanyaan[5].  Dengan model kepemimpinan ini seorang kepala sekolah biasanya selalu percaya diri, tahu persis apa yang harus dilakukan dan memiliki sumber pengaruh yang cukup untuk menggerakkan orang-orangnya. Namun model ini biasanya selalu mengekang staf baik tata laksana maupun dewan guru.
Model Permisif, kepala sekolah beranggapan bahwa semua orang pada prinsipnya terlahir bertanggungjawab dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kewajibannya.[6] Kepala sekolah membiarkan stafnya untuk melakukan pekerjaannya sendiri tapi jika digunakan tanpa aturan akan timbul ketidak seimbanagan yang tidak kondusif di sekolah tersebut.  Sisi baiknya setiap staf dipacu untuk berinisiatif dan berkarya sendiri tanpa campur tangan kepala sekolah. Namun hal ini tidak semua benar dan hanya berlaku bagi guru yang berpengalaman dan profesional.
Model Partisipatif, kepala sekolah selalu melibatkan stafnya dalam memutuskan suatu perencanaan, semua keputusan telah dimusyawarahkan terlebih dahulu bahkan siswapun diajak turut serta.[7] Kebaikan dari sifat ini, jika terjadi kegagalan bukan sepenuhnya ditanggung pimpinan, naumun ditanggung bersama, namun sistem ini agak lama dan tidak cepat.  Bahkan dalam satu masalah bisa saja tidak dapat dioputuskan.
Model Situasional[8], seorang kepala sekolah dalam model ini, harus melihat situasi dan kondisi waktu sebuah keputusan harus diambil. Model i ni dapat dikataakan memadukan dari model-model sebelumnya.  Jika diterapkan pada kondisi yang tepat maka dapat memotivasi bawahannya untuk bekerja keras untuk mencapau suatu tujuan.
Model-model tersebut jika digambarkan adalah sebgasi berikut:
C. Kepemimpinan Dalam Islam
Dalam nash al-Qur’an maupun Hadts menujukkan tentang siapa pemimpin, tugas dan tanggung jawabnya,  maupun mengenai sifat-sifat dan perlaku yang harus dimiliki seorang pemimpin.
Firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarar : 30
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاء وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-Baqarar : 30)
Pada ayat tersebut jelas, bahwa manusia adalah pemangku kepemimpinan di muka bumi, sehingga Allah memerintahkan semua ciptaannya untuk patuh dan taat, bahkan Malaikatpun diperintahkan untuk tunduk pada manusia (Adam).
Lebih lanjut Al-Qur’an dalam Q.S. an-Nisa : 30 menerangkan bahwa pemimpin dioersyaratkan seorang laki-laki karena memiliki beberapa kelebihan sebagaimana Allah telah berikan.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ وَاللاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيّاً كَبِيراً
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Q.S. an-Nisa : 30)
Kemudian tugas seorang pemimpin harus mampu membawa di bawah kepemimpinannya untuk meninggalkan sesuatu yang dapat membawa bencana, baik di dunia maupun diakhirat, singkatnya seorang pemimpin harus dapat mengendalikan kepemimpinannya untuk selalu taat pada Allah.
Firman Allah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka……………..(Q.S. al-Tahrim : 6)
Adapun sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin, maka kepemimpinan yang baik adalah sebagaimana kepemimpinan model Rasulullah, yaitu dengan musyawarah sebagaimana firman Allah SWT.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya : ”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Q.S. Ali Imron 159)
Dari ayat tersebut dinyatakan bahwa seorang pemimpin harus memilki sifat lemah lembut dalam menghadapi pihak yang dipimpinnya, karena jika hal itu dilupakan niscaya mereka satu persatu akan meninggalkannya, atau paling tidak enggan melaksanakan perintah-perintahnya.  Jika demikian apa yang akan dicapai akan menghadapi kesulitan.
Jika menemui kebuntuan dan kesulitan maka dianjurkan untuk ijtihad, yaitu usaha dengan sepenuh hati untuk menetapkan sesuatu ketetapan yang belum ada dalam nash;
Sabda Rasulullah SAW.
اِذَا حَكَمَ اْلحاَكِمُ فاَجْتَهَدَ ثُمَّ اَصَابَ فَلَهُ اَجْرَانِ وَاِذَا حَكَمِ فَجْتَهَدَ ثُمَّ اَخْطَاءَفَلَهُ اَجرٌْ   رواه البخاري ومسلم
Artinya: apabila seorang hakim memutuskan masalah dengan jalan ijtihad kemudian ia benar, maka ia mendapat dua pahala. Dan jika dia memutuskan dengan jalan ijtihad kemudian keliru, maka ia hanya mendapat satu pahala (H.R. Bukhori Muslim).
Sikap tegas dan terhadap kemungkaran juga harus diterapkan dalam kepemiminannya, sebagaimana Allah menyatakan dalam Q.S. Al-Fath : 29
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً
Artinya : Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (Q.S. Al-Fath : 29)
Dari pernyataan di atas (Qur’an dan Hadits), tampak bahwa konsep kepemimpinan di dalam ajaran Islam hanya berdasar musyawarah dan mufakat, namun demikian ada suatu perintah yang tidak boleh lagi dimusyawarahkan dalam memutuskan sesuatu yaitu dalil-dalil yang qoth’i.
Pada masa kepemimpinan Rasul, memang selalu dituntun oleh wahyu, jika tidak ada wahyu maka rasul berijtihad baik melalui musyawarah maupun inisiatif beliau sendiri.  Jika keputusan itu benar, Allah membiarkannya dalam arti tidak ada teguran wahyu, tapi jika ketetapan Rasul atau ijtihad nya itu tidak tepat maka turnlah wahyu.
Dari dasar itu, maka segala keputusan yang diambil masa kepemimpinan Rasul selalu benar.  Lalu bagaimana generasi setelah rasulullah ? maka ijtihadlah salah satunya, karena terdapat jaminan dan motifasi hasilnya sebagaimana disebutkan hadits di atas.
Menurut konsep Al-Qur’an, sebagimana ditulis oleh Khatib Pahlawan Kayo, bahwa seorang pemimpin harus memilki beberapa persyaratan sebagi berikut :
1.  Beriman dan bertaqwa. (Al-A’raf : 96)
2.  Berilmu pengetahuan. (Al-Mujadalah : 11)
3.  Mampu menyusun perencanaan dan evaluasi. (Al-Hasyr : 18)
4.  Memiiki kekuatan mental melaksanakan kegiatan.  (Al-baqarah : 147)
5.  Memilki kesadaran dan tanggung jawab moral, serta mau menerima kritik.  (Ash-Shaf:147) [9]
Adapun gaya yang harus dimilki seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya, Islam menghendaki seperti berikut ini :
1.  Selalu ramah dan gembira
2.  Menghargai orang lain
3.  mempelajari tindakan perwira yang suses dan menjadi ahli dalam hubungan antar manusia
4.  Mempelajari bentuk kepribadian yang lain untuk mendapatkan pengetahuan dalam sifat dan kebiasaan manusia
5.  Mengembangkan kebiasaan bekerjasama, baik moral maupun spiritual
6.  Memelihara sikap toleransi (tenggangrasa)
7.  Memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan
8.  Mengetahui bilamana harus terlihat secara resmi sebagai pemimpin dan bilaman sebagai masyarakat, agar kehadirannya tidak mengganggu orang lain dan dirinya sendiri.[10]
Azas pemimpin dalam Islam, seperti dikemukakan Kamrani Buseri seperti berikut:
1. Power sesuai dengan yang diberikan oleh pemberi kekuasaan.
Dalam pandangan filsafat Islam, bahwa di atas rakyat dan presiden itu masih ada lagi yang maha memiliki power ialah Tuhan, oleh sebab itu baik rakyat maupun presiden harus merasakan bahwa mereka juga memiliki power sebagai pemberian dari Tuhan, itulah yang disebut dengan amanah yang harus dipertanggung jawabkan kepada pemberi. Jadi setiap manager mesti memiliki dua amanah yakni amanah dari organisasi/lembaga sekaligus amanah dari Tuhannya. Kesadaran spiritualitas ini memberikan corak kepemimpinan yang sangat berketuhanan dan manusiawi, dia akan membawa organisasinya ke arah visi ketuhanan dan kemanusiaan, bukan ke arah keserakahan.
2. Wewenang (authority).
Kewenangan adalah batasan gerak seorang manager sesuai dengan apa yang telah diberikan oleh pemberinya. Dalam pandangan Islam, wewenang juga dua lapis, yakni wewenang yang diperoleh sejalan dengan ruang lingkup tingkatan tugas dan tanggung jawab manajer, serta wewenang yang diberikan oleh Tuhan sebagai khalifah-Nya, yakni memiliki kewenangan atas bumi dan segala isinya, dengan tugas memakmurkan bumi ini.
Kesadaran spiritual adanya kewenangan yang berlapis ini akan menumbuhkan pertanggung jawaban atas jalannya wewenang yang diterimanya, bahkan akan mempertanggung jawabkan di hadapan Yang Maha Kuasa kelak. Bilamana seorang pemimpin sudah memiliki power, wewenang dan amanah, maka dia akan memiliki wibawa atau pengaruh. Menurut Daniel Katz and Robert L Kahn, esensi dari kepemimpinan organisasi adalah penambahan pengaruh di samping kerelaan mekanik melalui arahan yang rutin dari organisasi (Hoy and Miskel, 1991:252).
3. Keimanan
Iman yang akan membalut power, authority dan amanah tersebut sehingga kepemimpinan akan dibangun atas dasar bangunan yang komprehensip, kuat dan berorientasi jauh ke depan tidak sekedar melihat manajemen hanya diorientasikan kepada masalah mondial/duniawi semata. Seorang pemimpin yang kuat imannya, dia memahami bahwa kemampuan memimpin yang dia miliki adalah pemberian Tuhannya. Dia menyadari punya kekurangan, dan di saat itu dia juga mudah bertawakkal kepada Tuhannya. Sehingga keberhasilan dan kegagalan baginya akan memiliki makna yang sama, karena keduanya diyakini sebagai anugerah sekaligus pilihan Tuhannya. Disini pentingnya zero power
4.  Ketakwaan
Takwa sebagai azas kepemimpinan bukan dalam arti yang sempit., yakni takwa berarti berhati-hati dan teliti. Oleh sebab itu dalam surah Al- Hasyr 18 mengenai perencanaan, Allah memulai menyeru dengan seruan” Hai orang-orang yang beriman bertakwalah”, baru dilanjutkan dengan perintah mengamati kondisi kekinian yang digunakan untuk menyusun rencana ke depan. Setelah itu ditutup dengan seruan “bertakwalah” kembali. Ini menunjukkan perencanaan dan implementasi rencana harus dengan kehati-hatian dan ketelitian dalam
mengumpulkan data, pula dalam mengimplementasikannya. Atas
5.  Musyawarah,
Sebagaimana diterangkan dalam surah As-Syura:38 dan Ali Imran ayat 159. Musyawarah penting karena kepemimpinan berkaitan dengan banyak orang. Melalui musyawarah akan terbangun tradisi keterbukaan, persamaan dan persaudaraan. Perencanaan, organisasi, pengarahan dan pengawasan selalu saja terkait dengan sejumlah orang, maka keterbukaan, persamaan dan persaudaraan akan memback up lancarnya proses manajemen tersebut.
Sebuah visi dan misi organisasi, akan semakin baik bilamana dibangun atas dasar musyawarah, akan semakin sempurna dan akan memperoleh dukungan luas, sense of belonging and sense of responsibility karena masyawarah sebagai bagian dari sosialisasi.
Di sisi lain, musyawarah melenyapkan kediktatoran, keakuan dan arogansi yang seringkali menghambat kelancaran proses manajemen Tuhan juga mencontohkan dalam banyak firmannya yang menggunakan kata “Kami” dari pada kata “Aku”. Penggunaan kata “Kami” tersebut adalah pengakuan adanya keterlibatan pihak lain. Musyawarah dapat memperkuat proses transformasi input menjadi output, sesuai penegasan Howard S. Gitlow, dkk (2005:3) yaitu “A process is a collection of interacting components that transform inputs into outputs toward a common aim, called a mission statement. It is the job of management to optimize the entire process toward its aim”.[11]
Wallahu a’lam bishawab.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam teori kepemimpinan terdapat model : taylor, Mayo, Iowa, Ohio dan Michigan. Yang dianggap sebagai teori klasik. Dan dalam teori kepemimpinan modern terdapat model yang dikemukakan Likert, Redin. Ditambah pula dengan munculnya kepemimpinan kharismatik, visioner, transaksional dan kerja tim (team work).
Model kepemimpinan yang baik untuk diterapkan di lembaga pendidikan adalah kepemimpinan situasional, karena yang dipimpin dan produknya adalah benda hidup yang bernama anak didik.
Seseorang bias menerapkan beberapa model kepemimpinan jika pemimpin itu memilki kemampuan intelektual dan daya nalar kreasi tinggi, sehingga kebijakan apa yang harus diambil dapat dengan cepat bias dilakukan.
Kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan idealistic rasulullah, yaitu mengutamakan musyawarah dan pendekatan akhlaqi, yaitu mengaggap staf sebagai mitra kerja dalam mencapai tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Alqur,an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI.
Abdoel Kadir, Abdul Wahab, Organisasi Konsep Dan Aplikasi, Tangerang, Pramita Press,cet.pertama, 2006,.
Buseri, Kamrani, Peran Spiritualitas (Agama) Dalam Penyelenggaraan Kepemimpinan, makalah disampaikan pada Seminar dan Orasi Ilmiah dalam rangka Dies Natalis ke 24 & Wisuda Sarjana ke 19 & Pascasarjana ke 2 STIA Bina Banua Banjarmasin, tanggal 15 dan 16 September 2006.
Husaini Usman,., Manajemen Teori Praktik Dan Riset Pendidikan, jakarta, Bina Aksara, cet I, 2006
Pahlawan Kayo, Khatib RB, Kepemimpinan Islam & Dakwah, Jakarta, Amzah, cet I, 2005
Pusdiklat Pegawai Depdiknas, Manajemen Sekolah, Jakarta, edisi II, cet III,tt
Sopiah, Perilaku Organisasi, Yogyakarta, Andi, tt,
Terry, Georga R. Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj.J. Smith DFM. Jakarta, Bumi Aksara, Cet.Kedelapan, 2006.

[1] Abdoel kadir, Abdul Wahab,Dr.,Ir., Organisasi Konsep Dan Aplikasi, Tangerang,Pramita Press,cet.pertama, 2006, h.125.
[2] Terry, Georga R. Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj.J. Smith DFM. Jakarta, Bumi Aksara, Cet.Kedelapan, 2006. H. 152.
[3] Husaini Usman, Prof. Dr.,M.Pd.,MT., Manajemen Teori Praktik Dan Riset Pendidikan, jakarta, Bina Aksara, cet I, 2006. h. 258-290.
[4] Sopiah, Dr. MM.MPd., Perilaku Organisasi, Yogyakarta, Andi, tt, h. 121.
[5] Pusdiklat pegawai Depdiknas, Manajemen Sekolah, Jakarta, edisi II, cet III,tt, h. 78
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid
[9] Pahlawan Kayo, Khatib RB, Kepemimpinan Islam & Dakwah, Jakarta, Amzah, cet I, 2005, h.75
[10] Ibid.
[11]Buseri, Kamrani, Peran Spiritualitas (Agama) Dalam Penyelenggaraan Kepemimpinan, makalah disampaikan pada Seminar dan Orasi Ilmiah dalam rangka Dies Natalis ke 24 & Wisuda Sarjana ke 19 & Pascasarjana ke 2 STIA Bina Banua Banjarmasin, tanggal 15 dan 16 September 2006.






Faktor yang mempengaruhi Pemimpin
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sesuai fitrahnya  setiap manusia  dilahirkan sebagai orang bersih. Dia ingin berbuat yang terbaik bagi dirinya dan juga untuk orang lain serta lingkungannya. Dalam prosesnya, disamping karena faktor diri sendiri (internal) maka faktor eksternal  sangat mempengaruhi pembentukan karakter dan perilaku seseorang. Dari sinilah akan terbentuk pribadi yang terseleksi, apakah akan tumbuh menjadi pribadi yang biasa atau pribadi yang penuh dengan karakter seorang pemimpin. Kepemimpinan mengandung arti menentukan arah yang akan diikuti oleh yang lain. Arah ini tidak boleh asal arah, melainkan harus ditentukan oleh suatu bentuk arti strategi.[1]
Seorang pemimpin sudah pasti memiliki kekuasaan. Dengan kekuasaan, akan tahu batas-batas dalam memimpin. Kekuasaan bukanlah inti dari kepemimpinan sebab jika kekuasaan digunakan secara sewenang-wenang tentu akan membuat orang lain/yang dipimpin akan lengah dan cenderung akan melawan/memberontak. Gunakanlah kekuasaan sesuai porsinya dan jangan menjadikan kekuasaan sebagai satu-satunya cara untuk memimpin.
Oleh karenanya banyak factor ataupun penyebab sukses atau tidaknya kepemimpinan seseorang, dalam makalah ini akan dicantumkan beberapa factor keberhasilan maupun kegagalan seseorang dalam memimpin.

B.     Tujuan
Pembuatan makalah ini selain sebagai pemenuh tugas dari dosen pembimbing juga untuk memberi pengetahuan bagi pemakalah maupun pembaca seputar factor-faktor yang bisa mempengaruhi pemimpin secara lebih rinci.

C.     Rumusan Masalah
1.Pengertian factor dan pemimpin ?
2.Factor-factor yang mempengaruhi keberhasilan pemimpin?
3.Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan pemimin?

















Sebelum masuk pada factor-faktor yang mempengaruhi pemimpin sebaiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan factor dan yang dimaksud dengan pemimpin. Factor ialah hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu, factor juga dapat diartikan sebagai  pendorong hal atau kondisi yg dapat mendorong atau menumbuhkan suatu kegiatan, usaha, atau produksi. Sedangkan pemimpin atan kepemimpinan cukup banyak definisi yang bisa kita dapatkan dari barbagai literartur.Wahab Abdul Kadir mendefinisikan pemimpin adalah orang yang memiliki kesanggupan mempengaruhi, memberi contoh, mengarahkan orang lain atau suatu kelompok untuk mencapai tujuan baik formal maupun non formal.[2]Pemimpin juga diartikan sebagai seseorang yang berkemampuan mengarahkan pengikut-pengikutnya untuk bekerja bersama dengan kepercayaan serta tekun mengerjakan tugas-tugas yang diberikannya.[3]
Menurut Stoner dan Freeman (1992:472) kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan terhadap para anggota kelompok. Sedangkan Bartol dan Martin (1991:480) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain tentang pencapaian prestasi ke arah tujuan organisasi. Secara luas definisi kepemimpinan dikemukakan oleh Yukl (1989:4-5).Ia menyatakan bahwa kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Jadi kepemimpinan dapat di artikan sebagai sebuah aksi mengajak sehingga memunculkan interaksi dalam struktur sebagai bagian dari proses pemecahan masalah bersama.Pada hakekatnya setiap manusia adalah pemimpin, paling tidak ia sebagai pemimpin dirinya sendiri.  Hati adalah pemimpin di dalam tubuh manusia, sebab segala sesuatu yang yang manusia perbuat adalah berdasar petunjuk dan kemauan hati nurani.Sebagaimana hadits Rasulullah SAW.

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya : “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban pada orang yang dipimpinnya.”
Ada dua konsep yang dikemukakan oleh Peter Drucker dalam kaitannya dengan manjemen, yaitu konsepefisiensidan  efektivitas. Efisiensi adalah melakukan suatu pekerjaan dengan tepat, sedangkan efektifitas adalah melakukan seseuatu dengan tepat.Drucker mengatakan bahwa efektifitas merupakan kunci keberhasilan suatu organisasi. Sebelum melakukan kegiatan secara efisien,seseorang harus yakin bahwa ia telah menemukan hal yang tepat untuk dilakukan.[4] Demekian pula dengan kepemimpinan yang efektif, yaitu suatu proses untuk menciptakan wawasan, mengembangkan suatu strategi, membangun kerjasama, dan mendorong tindakan untuk lebih maju.[5]
Kepemimpinan adalah pangkal utama dan pertama penyebab dari pada kegiatan, proses atau kesediaan untk merubah pandangan atau sikap(mental, pisik) dari pada kelompok orang-orang, baik dalam hubungan organisasi formal maupun non formal. Kepemimpinan Islam berarti bagaimana ajaran Islam memberi corak dan arah kepada pemimpin itu, dan dengan kepemimpinannya mampu merubah pandangan atau sikap mental yang selama ini dianggap menghambat dan mengidap pada sekelompok masyarakat maupun perorangan.
Namun kemampuan seorang pemimpin di dalam kepemimpinannya tidak disebabkan oleh satu factor saja.Keberhasilan seorang pemimpin didalam memimpin bisa dipengaruhi baik dari dalam dirinya sendiri maupun dari lingkungannya, begitu pula dengan kegagalan seorang pemimpin bisa saja dipengaruhi oleh lingkungan ataupun memang dari dalam dirinya sendiri.
Ada banyak hal yang mempengaruhi kepemimpinan itu, terlebih fakta oraganisasi satu dengan lainnya sangat beragam sehingga ada banyak hal yang mempengaruhi kepemimpinan.Pada tahap inilah bukan hanya konsep kepemimpinan yang mempunyai pengaruh besar tetapi juga keterampilan spontan dan teknis pemimpin itu sendiri yang banyak menentukan keberhasilan sebuah kepemimpinan mengingat fakta organisasi tersebut beragam.  Faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan menurut Poernomosidhi Hadjisarosa (1980;33) adalah sebagai berikut :
1.      Faktor Kemampuan Personal
Pengertian kemampuan adalah kombinasi antara potensi sejak pemimpin dilahirkan ke dunia sebagai manusia dan faktor pendidikan yang ia dapatkan. Jika seseorang lahir dengan kemampuan dasar kepemimpinan, ia akan lebih hebat jika mendapatkan perlakuan edukatif dari lingkungan, jika tidak, ia hanya akan menjadi pemimpin yang biasa dan standar. Sebaliknya jika manusia lahir tidak dengan potensi kepemimpinan namun mendapatkan perlakuan edukatif dari lingkunganya akan menjadi pemimpin dengan kemampuan yang standar pula. Dengan demikian antara potensi bawaan dan perlakuan edukatif lingkungan adalah dua hal tidak terpisahkan yang sangat menentukan hebatnya seorang pemimpin.


2.      Faktor Jabatan
Pengertian jabatan adalah struktur kekuasaan yang pemimpin duduki.Jabatan tidak dapat dihindari terlebih dalam kehidupan modern saat ini, semuanya seakan terstrukturifikasi. Dua orang mempunyai kemampuan kepemimpinan yang sama tetapi satu mempunyai jabatan dan yang lain tidak maka akan kalah pengaruh. sama-sama mempunyai jabatan tetapi tingkatannya tidak sama maka akan mempunya pengarauh yang berbeda.
3.      Faktor Situasi dan Kondisi
Pengertian situasi adalah kondisi yang melingkupi perilaku kepemimpinan. Disaat situasi tidak menentu dan kacau akan lebih efektif jika hadir seorang pemimpin yang karismatik. Jika kebutuhan organisasi adalah sulit untuk maju karena anggota organisasi yang tidak berkepribadian progresif maka perlu pemimpin transformasional. Jika identitas yang akan dicitrakan oragnisasi adalah religiutas maka kehadiran pemimpin yang mempunyai kemampuan kepemimpinan spritual adalah hal yang sangat signifikan. Begitulah situasi berbicara, ia juga memilah dan memilih kemampuan para pemimpin, apakah ia hadir disaat yang tepat atau tidak.
Sedangkan menurut Khairudin dalam penjelasannya di study class Manajemen Dakwah, factor yang mempengaruhi kepemimpinan dapad dibagi menjadi dua yakni ;
1.   Factor internal
a.       Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individubereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.[6]
Setiap pemimpin haruslah memiliki keperibadian yang baik, dalam hal ini kepribadian seorang pemimpin dapat dilihat dari dua aspek yakni sifat dan seni. Sifat merupakan hal yang telah ada pada dirinya sejak ia lahir, sifat memang sangat mempengaruhi seorang pemimpin dalam menentukan evektif atau tidak kepemimpinannya. Pada Teori Sifat (Trait Theory) mengemukakan bahwa efektivitas kepemimpinan sangat tergantung pada kehebatan karakter pemimpin. “Trait” atau sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik dan kemampuan social. Penganut teori ini yakin dengan memiliki keunggulan karakter di atas, maka seseorang akan memiliki kualitas kepemimpinan yang baik dan dapat menjadi pemimpin yang efektif. Karakter yang harus dimiliki oleh seseorang menurut Judith R. Gordon mencakup kemampuan yang istimewa dalam (1) Kemampuan Intelektual (2) Kematangan Pribadi (3) Pendidikan (4) Status Sosial dan Ekonomi (5) “Human Relations” (6) Motivasi Intrinsik dan (7) Dorongan untuk maju (achievement drive).
Begitu pula dengan seni, yang merupakan bagian dari kepribadian sang pemimpin. Seni merupakn hal yang memang ada dalam setiap kepemimpinan seorang pemimpin tapi yang perlu anda perhatikan adalah bahwa setiap orang memiliki gaya atau seni yang berbeda dalam kepemimpinannya.
b.      Perilaku Kepemimpinan
Pemimpin dalam melaksanakan tugas sehari-hari harus didasari oleh orientasi kepemimpinan yang mewarnai perilaku yang diterapkannya.Salah satu tinjauan tentang prilaku kepemimpinan yang diterapkan adalah prilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan prilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan antar manusia (Gordon, 1990; Greenberg dan Baron, 1995).Mengacu pada keterbatasan peramalan efektivitas kepemimpinan melalui teori “trait”, para peneliti pada era Perang Dunia ke II sampai era di awal tahun 1950-an mulai mengembangkan pemikiran untuk meneliti “behavior” atau perilaku seorang pemimpin sebagai cara untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Fokus pembahasan teori kepemimpinan pada periode ini beralih dari siapa yang memiliki kemampuan memimpin ke bagaimana perilaku seseorang untuk memimpin secara efektif.Oleh karenanya seorang pemimpin harus menjadikan dirinya sebagai idola agar dikenang oleh masyarakat dengan selalu berperilaku positif. Dalam Islam juga perilaku pemimpin dibahas,berdasarkan Qs. 39 : 12, maka seorang pemimpin haruslah memiliki sifat kepeloporan. Selalu menjadi barisan terdepan (pioneer) dalam memerankan perintah Islam.Berdasarkan Qs. 35 : 32, maka seorang pemimpin haruslah berada pada posisi hamba-hamba Allah yang bersegera dalam berbuat kebajikan (sabiqun bil khoiroti bi idznillah)
Untuk sauri tauladan seorang pemimpin Rasulullah SAW juga sudah menegaskan :
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُسْهِرٍ حَدَّثَنِي عَبَّادُ بْنُ عَبَّادٍ الْخَوَّاصُ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي عَمْرٍو السَّيْبَانِيِّ عَنْ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ اللَّهِ السَّيْبَانِيِّ عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَقُصُّ إِلَّا أَمِيرٌ أَوْ مَأْمُورٌ أَوْ مُخْتَالٌ
Rasulullah saw bersabda: tidak ada yang berhak untuk memberikan ceramah (nasehat/cerita hikmah) kecuali seorang pemimpin, atau orang yang mendapatkan izin untuk itu (ma’mur), atau memang orang yang sombong dan haus kedudukan. (hr. Muslim)
Penjelasan:
Hadis ini bukan berarti hanya pemimpin yang berhak memberi nasehat kepada umat, melainkan hadis ini mengandung pesan bahwa seorang pemimpin seharusnya bisa memberikan suri tauladan yang baik kepada umatnya. Karena yang dimaksud ceramah disini bukan dalam arti ceramah lantas memberi wejangan kepada umat, akan tetapi yang dimaksud ceramah itu adalah sebuah sikap yang perlu dicontohkan kepada umatnya. Seorang penceramah yang baik dan betul-betul penceramah tentunya bukan dari orang sembarangan, melainkan dari orang-orang terpilih yang baik akhlaqnya.Begitu pula dalam hadis ini, pemimpin yang berhak memberikan ceramah itu pemimpin yang memiliki akhlaq terpuji sehingga akhlaqnya bisa menjadi tauladan bagi rakyatnya.
c.       Kemampuan Intelektual
Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan intelektual, emosional, dan keterampilan yang akan menjadikan seorang pemimpin memiliki nilai tambah. Menurut Sekretaris Daerah Prov Jatim, Dr H Rasiyo secara intelektual, pemimpin harus memiliki kemampuan menganalisis permasalahan dan memecahkan permasalahan secara tepat. Sedangkan secara emosional, pemimpin harus memiliki emosional yang tangguh, percaya kepada orang lain, dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi manakala berhadapan dengan publik.
Seorang calon pemimpin haruslah memiliki kecerdasan, baik secara emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ). Dalam hadits Rasulullah melalui jalan shahabat Ibnu Abbas r.a, bersabda :
"Orang yang pintar (al-kayyis) adalah orang yang mampu menguasai dirinya dan beramal untuk kepentingan sesudah mati, dan orang yang bodoh (al-‘ajiz) adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan pandai berangan-angan atas Allah dengan segala angan-angan." (HR. Bukhari, Muslim, Al-Baihaqy)
Hadits ini mengandung isyarat bahwa seorang pemimpin haruslah orang yang mampu menguasai dirinya dan emosinya.Bersikap lembut, pemaaf, dan tidak mudah amarah. Dalam mengambil sikap dan keputusan, ia lebih mengutamakan hujjah Al-Qur'an dan Al-Hadits, daripada hanya sekedar nafsu dan keinginan-nya.[7]Ia akan menganalisa semua aspek dan faktor yang mempengaruhi penilaian dan pengambilan keputusan. Berdasarkan Qs. 10 : 55, mengandung arti bahwa dalam mengambil dan mengajukan diri untuk memegang suatu amanah, haruslah disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas (kafa'ah) yang dimiliki (Qs. 4 : 58). Rasulullah berpesan : "Barangsiapa menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya."
2.      Factor Eksternal
a.       Politikalwil
Politik merupakan salah satu factor yang bisa mempengaruhi keefektifan kepemimpinan seseorang.Oleh karenanya seorang pemimpin harus mampu merangkul orang-orang yang ada disekitarnya. Dengan memiliki kepercayaan atau pun pandangan positif serta dukungan dari orang-orang yang ada disekitarnya baik itu keluarga, bawahan maupun rekan kerja maka kepemimpinannya akan berjalan dengan lancar.
b.      Otorits kepemimpinannya
Otoritas (authority) dapat dirumuskan sebagai kapasitas atasan, berdasarkan jabatan formal, untuk membuat keputusan yang mempengaruhi perilaku bawahan. Banyak orang memahami bahwa otoritas adalah sebuah bentuk kekuasaan seseorang atas diri orang lain. Pada waktu seseorang memiliki otoritas, misalnya di dalam lingkup pekerjaan tertentu, maka kekuasaan menjadi mutlak miliknya.Baik itu kekuasaan untuk mengatur, mengontrol atau memutuskan sesuatu.Tentu saja jika digunakan oleh orang yang tidak tepat atau memiliki motivasi yang tidak baik, maka otoritas tersebut tidak berfaedah untuk membangun sebuah sistem malah meruntuhkannya. Bukan hanya itu, otoritas di tangan orang yang tidak tepat, akan dapat disalahgunakan untuk menjajah orang lain, mencari keuntungan sendiri dan menghasilkan perlakuan atau tindakan semena-mena. Betapa baiknya otoritas untuk tujuan yang baik dan betapa buruknya otoritas untuk tujuan yang menyimpang.Otoritas haruslah berada di tangan orang yang tepat, yang mampu menggunakannya secara bertanggung-jawab.
Otoritas yang baik dan benar yaitu, jika segala sesuatu berjalan dengan baik, di dalam sebuah sistem pemerintahan, pekerjaan atau bahkan lingkup pelayanan.
c.        Rakyat
Rakyat (bahasaInggris: peoples) adalah bagian dari suatu negara atau unsur penting dari suatupemerintahan. Rakyat terdiri dari beberapa orang yang mempunyai ideologi yang sama dan tinggal di daerah atau pemerintahan yang sama dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama yaitu untuk membela negaranya bila diperlukan.[8] Oleh karenanya rakyat merupakan factor eksternal yang bisa mempengaruhi pemimpin, secara mendasar saja jika tidak ada rakyat maka tidak akan ada pemimpin. Pemimpin yang ialah Pemimpin yang menyesuaikan kepemimpinannya dengan keadaan rakyat yang ia pimpin, sebagaimana rasulullah bersabda :
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَنَّ الْقَاسِمَ بْنَ مُخَيْمِرَةَ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا مَرْيَمَ الْأَزْدِيَّ أَخْبَرَهُ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى مُعَاوِيَةَ فَقَالَ مَا أَنْعَمَنَا بِكَ أَبَا فُلَانٍ وَهِيَ كَلِمَةٌ تَقُولُهَا الْعَرَبُ فَقُلْتُ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ أُخْبِرُكَ بِهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ قَالَ فَجَعَلَ رَجُلًا عَلَى حَوَائِجِ النَّاسِ
Artinya ; Abu maryam al’ azdy r.a berkata kepada muawiyah: saya telah mendengar rasulullah saw bersabda: siapa yang diserahi oleh allah mengatur kepentingan kaum muslimin, yang kemdian ia sembunyi dari hajat kepentingan mereka, maka allah akan menolak hajat kepentingan dan kebutuhannya pada hari qiyamat. Maka kemudian muawiyah mengangkat seorang untuk melayani segala hajat kebutuhan orang-orang (rakyat). (abu dawud, attirmidzy)[9]
Penjelasan:
Pemimpin sebagai pelayan dan rakyat sebagai tuan. Itulah kira-kira yang hendak disampaikan oleh hadis di atas. Meski tidak secara terang-terangan hadis di atas menyebutkan rakyat sebagai tuan dan pemimpin sebagai pelayan, namun setidaknya hadis ini hendak menegaskan bahwa islam memandang seorang pemimpin tidak lebih tinggi statusnya dari rakyat, karena hakekat pemimpin ialah melayani kepentingan rakyat. Sebagai seorang pelayan, ia tentu tidak beda dengan pelayan-pelayan lainnya yang bertugas melayani kebutuhan-kebutuhan majikannya. Seorang pelayan rumah tangga, misalkan, harus bertanggung jawab untuk melayani kebutuhan majikannya.Demikian juga seorang pelayan kepentingan rakyat harus bertanggung jawab untuk melayani seluruh kepentingan rakyatnya.
Dalam konteks indoensia, sosok “pelayan” yang bertugas untuk memenuhi kepentingan “tuan” rakyat ini adalah presiden, menteri, dpr, mpr, ma, bupati, walikota, gubernur, kepala desa, dan semua birokrasi yang mendukungnya.Mereka ini adalah orang-orang yang kita beri kepercayaan (tentunya melalui pemilu) untuk mengurus segala kepentingan dan kebutuhan kita sebagai rakyat.Karena itu, bila mereka tidak melaksanakan tugasnya sebagai pelayan rakyat, maka kita sebagai “tuan” berhak untuk “memecat” mereka dari jabatannya.
Bn
Keahlian dalam bidang pekerjaan yang dipimpinnya amatlah perlu.Bagaimana kita dapat memberi pimpinan dan bimbingan kalau kita sendiri tak ada kemampuan untuk melaksanakannya.Hal ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepemimpinan seseorang dan masih banyak lagi faktor keberhasilan seorang pemipin. Berikut ini adalah beberapa factor keberhasilan pemimpin :[10]
a.       Berpengetahuan
Ia memang memiliki kemampuan dalam bidang yang dipimpinnya. Ia tahu  yang dipimpinnya. Ia tahu benar akan seluk beluk bidang kegiatannya, baik dari dalam maupun dari luar. Ia memang melakukan spesialisasi di bidang itu. Meskipun sifatnya yang mengkoordinir, akan tetapi sangat perlu mengetahui bidang gerak yang dipimpinnya. Rasulullah bersabda “ Bila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka nantikan saat kehancurannya”.
Camkanlah bahwa “kennis is macht” yang berarti pengetahuan adalah kekuatan.Karena dari pengetahuanlah kekuatan.Karena dari pengetahuan itu lahir keyakinan, kekuatan dan semangat yang tak bisa dipatahkan.

b.      Keberanian
Adalah kemampuan batin yang mengakui adanya rasa takut, akan tetapi mampu untuk menghadapi bahaya atau rintangan dengan tegas dan tenang, atau dapat dikatakan bahwa keberanian adalah kemampuan berpikir yang memungkinkan seseorang dapat menguasai tingkah lakunya dan dapat menerima tanggung jawab serta dapat mudah bertindak dalam keadaan bahaya. Dalam hal ini pemimpin harus bersikap seperti komandan, menumbuhkan sugesti keberanian  pada bawahan. Pada saat tertentu pula, ia hadir sebagai pengayom atau pelindung, sehingga para bawahannya merasa senang, tentram dengan kehadirannya.[11]
c.       Berinisiatif
Ia adalah kemampuan untuk bertindak, meskipun tidak ada perintah atau yang mengajukan pertimbangan-pertimbangan guna perbaiki tugas pekerjaannya. Ia mampu menganalisa situasi, sehingga tepat dan cepat mengambil keputusan. Sikap ini timbul, karena pada dirinya peka terhadap lingkungan, sehingga selalu ingin  meskipun tidak ada perintah atau yang mengajukan pertimbangan-pertimbangan guna perbaiki tugas pekerjaannya. Ia mampu menganalisa situasi, sehingga tepat dan cepat mengambil keputusan. Sikap ini timbul, karena pada dirinya peka trhadap lingkungan, sehingga selalu ingin ada perubahan dan ada perubahan dan perbaikan.Bila tidak, maka disebut “wujudhu ka’ adamihi perbaikan.Bila tidak, maka disebut “wujudhu ka’ adamihi (adanya dengan tidak adanya sama saja)”.

d.      Berketegasan
Artinya kesanggupan untuk mengambil keputusan keputusan dengan segera bila dibutuhkan dan mengutarakan dengan tegas , lengkap dan jelas. Ketegasan bersumber pada keyakinan dan kepercayaan kepada diri sendiri.

e.       Kebijaksana
Bijaksana adalah kecakapan untuk bergaul dengan bawahan maupun atasnnya dengan cara yang tepat dan tidak menyinggung perasaan. Kebijaksanaan merupakan suatu kemampuan untuk menghargai apa lagi, kapan harus dilakukan, dan kapan arus diam, menanggung saat yang baik.[12]
f.       Adil
Artinya tidak memihak dan hanya komitmen terhadap kebenaran.Ia mampu memisahkan antara emosi dan rasio. Dendam dan benci , cinta dan dengki tidak mempengaruhinya dalam mengambil keputusan. Jadi berarti adil di waktu cinta maupun benci  (al’adlu fir ridla wa fil ghadlab).

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah SWT. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah SWT akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Qs Shad: 26)

Ayat ini mengisyaratkan bahwa: salah satu tugas dan kewajiban utama seorang khalifah adalah menegakkan supremasi hukum secara Al-Haq. Seorang pemimpin tidak boleh menjalankan kepemimpinannya dengan mengikuti hawa nafsu.Karena tugas kepemimpinan adalah tugas fi sabilillah dan kedudukannyapun sangat mulia.
g.      Taat
Artinya taat terhadap keputusan yang disepakati.Setiap keputusan bersama dijalankan dengan konsekuen.
h.      Berpembawaan Yang Baik
Pembawaan atau tampang dan sikap seseorang berarti penjelmaan yang nyata dari isi diri yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.Seorang pemimpin harus memperhatikan tingkah lakunya, tampangnya bahkan pakaiannya.
i.        Memiliki Keuletan
Keuletan dibuktikan dengan kesanggupan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, walaupun banyk dialami oleh banyak rintangan dan kegagalan-kegagalan. Kesanggupan untuk menahan kelelahan, kesakitan dan penderitaan tanpa putus asa dan tidak kenal menyerah , sebagai bukti dari keuletannya.
j.        Memiliki Semangat Besar
Seorang pemimpin harus mempunyai hasrat yang besar dan perhatian yang mendalam terhadap tugas yang dihadapinya. Contoh dari pimpinan akan membangunkan semangat yang besar pula pada anak buahnya, sehingga tugas dapat diselesaikan dengan mudah.
k.      Tidak Mementingkan Diri Sendiri
Yang dimaksud dengan ini adalah seorang pemimpin yang tidak akan mengambil keuntungan dari pekerjaan kelompok itu utnuk kepentingan diri sendiri serta tidak menyalah gunakan jabatan.
l.        Ikhlas
Atau memiliki kebiasaan untuk berbuat lebih dari apa yang diharapkan sebagai imbalan. Jiwa ikhlas, pada dirinya tidak bersemayam senantiasa menuntut balas. Semua yang dilakukan semata-mata mencari mardlatillah(keridaan Allah), lain tidak. Pujian, sanjungan ataupun cercaan sedikit pun tak mempengaruhi semangatnya dalam usaha mencapai tujuan.Ia selalu ingin berbuat sebanyak-banyaknya, selalu ingin berprestasi.
m.    Dapat Menguasai Diri Sendiri
Bila nafsu diperturutkan, maka segala persoalan takan terselesaikan, buah karya selama hidup tak menghasilkan. Seorang yang dapat menguasai diri sendiri, berarti bila ia memiliki rencana, maka tegas pula terhadap rencananya itu. Ia tanpa mengulur-ulur waktu atau mencari alasan, programnya langsung dijalankan.
n.      Mampu Dan Bersedia Melakukan Tanggung Jawab Sepenuhnya
Seorang pemimpin yang berhasil ia bersedia memikul tanggung jawab atas kebijaksanaanya maupun atas kesalaan dan kekurangan para pengikutnya. Kalau ia coba-coba melakukan berusaha melemparkan kesalahan itu kepada orang lain, maka kedudukannya akan gagal dan ia akan kehilangan kewibawaan sebagai pemimpin. Kalau seorang bawahannya memuat kesalahan dan bawahan itu terbukti telah melakukan tindakan yang tidak becus, maka seorang pemimpin harus bisa menerima kenyataan itu sebagai kesalahannya  sendiri. Dia sendirilah yang telah gagal sebagai seorang pemimpin selama ini.
o.      Bisa Menjalin Kerjasama Yang Baik
Pemmpin yang sukses ia bisa memahami kehendak dan kemauan para pengikutnya. Dengan demikian barulah ia dapat menerapkan prinsip kerjasama yang baik dengan bawahannya. Kedudukan seorang pemimpin dipilih oleh bawahannya, maka kepala diangkat menurut peraturan tertentu atas instasi yang berwenang.
p.      Bisa Menguasai Persoalan Secara Terperinci
Persoalan yang dimaksud ialah baik mengenai kedudukannya sebagai pemimpin maupun dari segi tehnis pelaksanaan.Bagaimana pula bila seorang yang diserahi amanat dan tanggung jawab kemudian tidak mengetahui persoalan yang harus dipertanggung jawabkan.Dengan komunikasi yang baik maka segala persoalan maupun programnya bisa dihayati bawahan. Penghayatan yang sepaham akan menghasilkan dukungan.
q.      Menaruh Simpati Dan Pengertian Yang Dalam
Ia mampu menginventarisir gejolak dan keinginan dari bawahan. Segala kritik, tegur sapa, sumbangan pikiran dapatlah ia menampung dan menyeleksi. Masing-masing tidak merasa kecewa bila berhadapan dengan dirinya.

C.    Faktor-faktor  kegagalan seorang pemimpin
Kegagalan dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti “tidak jadi atau tidak tercapai, ketidak berhasilan”.[13]Jadi kegagalan seorang pemimpin dapat diartikan sebagai ketidak berhasilan pemimpin dalam pencapaian tujuan yang telah direncanakan.Tidak sedikit pemimpin yang gagal dalam kepemimpinanknya, yang disebabkan oleh banyak faktor. Berikut beberapa faktor penyebab kegagalan kepemimpinan seseorang
a.       Terlalu Menekankan Kewibawaan
Harapan mendapatkan kewibawaan yang dilakukan dalam bentuk kekerasan atau ancaman akan melahirkan ketakutan, sedangkan kewibawaan yang ditegakan atas dasar kelakuan akan melahirkan kepatuhan. Seorang pemimpin yang efesien harus senantiasa membina dan mendorong semangat kerja para bawahannya dan bukannya serusaha menanamkan rasa tdalam akut hati para bawahannya.Seorang pemimpin tidak boleh menggunakan kedudukannya itu sebagai alat untuk menanamkan kewibawaan itu, atau dengan menyalah gunakan kekuasaan (miss use authority).Ini berarti kepemimpinannya hendak ditegakan melalui unsur tekanan dan kekerasan.[14]


b.      Mementingkan Diri Sendiri
Pemimpin yang didalam agama kedudukannya sebagai khadam(pelayan), maka seharusnya ia lebih banyak berbuat dari pada menuntut hormat. Seorang pemimpin yang menuntut penghormatan dari bawahannya pasti akan mengalami kekecewaan. Pemimpin yang berjiwa besa tak mau menyembah dan juga tak mau disembah, ia tidak menuntut penghormatan dari bawahannya. Ia sudah merasa cukup dihormati apabila ia melihat kenyataan bahwa bawahannya itu bekerja keras untuk kemajuan dan kepentingan bersama dan bekerja bukan untuk sekedar memperoleh uang semata.
c.       Tidak Bisa Dipercaya Akan Janjinya(Khianat)
Seorang pemimpin yang tidak setia akan janjinya, tidak bisa dipercaya sebagai pengeman amanat yang baik, ia akan selalu menyepelekan akan segala ahal, ia tak akan langgeng mempertahankan singgasana kepemimpinanannya. Sikap tidak setia inilah yang merupakan salah satu sebab kegagalan dalam perjalanan hidup.
d.      Tidak Bisa Menguasai Diri Sendiri
Para bawahan tidak menaruh penghargaan terhadap seorang pemimpin yang cepat naik darah atau tidak mampu mengendalikan amarah. Akibatnya apa yang dilakukan lebih banyak gejolak emosional dari pada rasiona. Gejala tidak bisa mengendalikan diri sendiri ini dalam berbagai bentuknya akan merusak ketabahan serta semangat kerja bawahan yang  salam itu bisa bertahan dengan penuh kesabaran. Kritik yng dilakukan terhadap dirinya tiada membawa perbaikan akan tetapi malah membawa masalah baru yang ruwet, sebab dirinya selalu merasa benar.
e.       Takut Mendapat Saingan Dari Bawahan
Pemimpin yang berhasil ialah pemimpin yang mampu menciptakan tenaga pengganti, sedangkan yang gagal adalah yang tidak mau menciptakannya.Kecemasan batin akibat khawatir bila bawahannya bisa mneggeser kedudukannya justru malah menimbulkan citra yang buruk terhadap dirinya sendiri sebagai pemimpin. Satu kenyataan yang mengandung kebenaran adalah bahwa orang akan menerima imbalan yang lebih besat untuk kemampuan dimana ereka berhasil menyuruh orang lain mengerjakan dari pada satu pekrerjaan itu di kerjakannya sendiri. Seorang pemimpin yang mengenal effisiensi kerja haruslah meningkatkan effisiensi kerja para bawahannya melalui kemantapan pengetahuannya tentang pekerjaan itu serta daya tarik dan pengaruh pribadinya sendiri sebagai pemimpin yang berwibawa.
f.       Kurang Memiliki Daya Imajinasidaya Khayal
Imajinasi atau daya khayal pada hakikatnya adalah satu wadah tempat manusia guna menempa segala bentuk rencananya.Dorongan dan hasrat itu memberi bentuk dan menjelma menjadi tindakan berkat bantuan daya khayal seseorang.Tanpa daya khayal yang kuat maka seorang pemimpin itu bisa kelabakan dalam menghadapi keadaan gawat. Begitu pula ia akan tidak mampu menciptakan bimbingan kepada para bawahannya agar bisa bekerja dan menghasilkan prestasi yang efesien.
g.      Terlampau Mementingkan Soal Gelar
Seorang yang terlalu mementingkan soal gelar terhadap pribadinya berarti sedikit kemampuannya untuk ditonjolkan, pintu menuju ketempat pemimpin yang sejati terbuka bagi semua orang yang ingin masuk, dan tempat kerjanya hendaklah merupakan markas kegiatan yang tidak perlu mengenal formalitas dan peraturan-peraturan protocol yang kaku. Dalam dunia wiraswasta  penghargaan terhadap diri seseorang terletak  pada prestasinya, dan bukan pada gelarnya. Oleh karena itu formalitas gelar tidak begitu mempengaruhi  dalam hal penelitian, sebab ia hanyalah merupakan bentuk permukaan belum menyangkut kualitas.


D.    Analisia
Dari uraian diatas, dapat dianalisa bahwa sukses atau tidaknya setiap kepemimpinan sesorang pasti akan disebab kan oleh beberapa factor, baik itu factor yang datang dari dalam diri si pemimpin(factor internal) maupun factor yang timbul diluar diri pemimpin(factor eksternal). Adannya kepribadian, Akhlak, kecerdasan atau intelektual, dan gen yang merupakan hal yang ada pada diri sang pemimpin dapat dikatakan sebagai factor internal yang memang bisa menjadi acauan akan kepemimpinannya, jika ia memiliki kepribadian yang baik maka baik pula kepemimpinannya namun jika ia memiliki kepribadian yang buruk maka buruk pula kepribdiannya. Dapat dikatakan pula bahwa factor internal memiliki pengaruh yng lebih dibandingkan factor eksternal, meskipun tidak menutup kemungkinan factor eksternal juga berpengaruh untuk kepemimpinan seseorang.Karena pada factor internal ini lah yang memiliki peran besar untuk menentukan apakah kepemimpinan itu baik atau tidak, jika seorang pemimping memiliki internal yang baik maka factor negative dari internal dapat terminimalisirkan. Contoh seorang pemimpin yang memilki sifat ramah tamah maka secara tidak langsung ia akan disukai oleh bawahannya, namun jika seorang pemimpin memiliki sifat acuh tak acuh maka pemimpin tersebut akan sulit untuk mengarahkan para bawahannna.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan sosial dengan sikap-sikap hubungan manusiawi.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama. Kesuksesan ataupun kegagalan seorang pemimpin dalam kepemimpinannya tidak lah disebabkan hanya karena satu atau dua faktor saja, karna banyak faktor baik ecara internal maupun eksternal yang bisa mempengaruhi kepemimpinan seseorang. Semakin banyak faktor positif yang masuk pada seorang pemimpin maka semakin dekat ia dengan keberhasilan dan begitu pula sebaliknya semakin banyak faktor negative yang masuk pada dirinya maka semakin dekat pula ia pada jurang kegagalan. Menurut Poernomosidhi Hadjisarosa ada 3 faktor utama yang dapat mempengaruhi kepemimpinan :1. Faktor Personal; 2.Faktor Jabatan; 3.Faktor Situasi dan Kondisi. Sedangkan menuruh Khairudi factor yang mempenaruhi kepemimpinan terbagi 2 yakni factor internal(kepribadian, perilaku pemimpin, intelektual) dan factor eksternal (politikwal, otoritas pemimpin, rakyat)

B.     Saran
Pemakalah menyarankan kepada para pembaca untuk membaca  materi lain yang berkenaan atau menyangkut materi ini. Karena, pemakalah hanya menyajikan materi yang sesuai dengan ilmu yang dimiliki oleh pemakalah.




[1]Prof. Dr. Susilo Supardo, M. Hum. Kepemimpinan dasar dasar dan pengembangannya.Andi , Yogyakarta:2006.hlm 51-53
[2]Abdoel kadir, Abdul Wahab,Dr.,Ir., Organisasi Konsep Dan Aplikasi, Tangerang,Pramita Press,cet.pertama, 2006, h.125.
[3]Terry, Georga R. Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj.J. Smith DFM. Jakarta, Bumi Aksara, Cet.Kedelapan, 2006. H. 152.
[4] James.A.F.Dkk, Manajemen I, Jakarta:Prenhallindo,1996, H 9
[5] Drs. H. undang Ahmad, Etika Manajemen Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2010,H 150
[6]Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. Hal.126-127
[8] Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.html
[9]"Guide us to the Straight Path" (QS 1:6).Islam Is Logic .wordpress.com

[10] Drs. EK. Imam Munawwir. Asas-asas Kepemimpinan dalam Islam.Surabaya: Usaha Nasional. H170
[11] Ibid H 170
[12] Ibid H 171-175
[13] W.J.S Poerwadarminta.Kamus Umum Bahasa Indonesia.Balai Pustaka:Jakarta, 2003. H 337
[14] Drs. EK Imam Munawwir, H176-179


Makalah Sifat Kepemimpinan
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan sesame serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi disbanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik. Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan hal-hal yang akan menjadi bahan pembahasan dari makalah ini, yaitu:
Bagaimana hakikat menjadi seorang pemimpin?
Apa & bagaimana hakikat pekerjaan manajerial?
Bagaimana perspektif tentang perilaku kepemimpinan yang efektif?


C. TUJUAN PENULISAN
Dari rumusan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk:
Melatih mahasiswa menyusun paper dalam upaya lebih meningkatkan pengetahuan dan kreatifitas mahasiswa.
Agar mahasiswa lebih memahami dan mendalami pokok bahasan khususnya tentang kepemimpinan.
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat penulisan dari makalah ini yaitu:
Dapat dijadikan sebagai referensi untuk mata kuliah Leadershif.
Dapat menambah pengetahuan para pembaca khususnya untuk mahasiswa S-1 STAI Batang Hari, tentang perkembangan kepemimpinan dewasa ini.
Dapat dijadikan bahan acuan dosen pengampuh mata kuliah Leadershif untuk mengembangkan pembelajaran di dalam kelas.
BAB II
PEMBAHASAN

DEFENISI KEPEMIMPINAN

Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya.
Beberapa ahli berpandapat tentang Pemimpin, beberapa diantaranya :

Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.
Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide  etuhanan yang berlainan.
Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.
Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.
Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :

  Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan  perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
  Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
  Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.

Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.

B. TEORI KEPEMIMPINAN
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan.
Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain :

1. Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian.
Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain :
  Kecerdasan
  Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial
  Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi
  Sikap Hubungan Kemanusiaan

2. Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan kearah 2 hal.
Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan.
Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.
Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula.

3. Teori Kewibawaan Pemimpin
Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin.

4. Teori Kepemimpinan Situasi
Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.

5. Teori Kelompok
Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.
C. KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI
Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan, sering diartikan kepemimpinan adalah jabatan formal, yang menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh – sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani.
1. Karakter Kepemimpinan
Hati Yang Melayani
Kepemimpianan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam dan kemudian bergerak keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin yang diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali kita saksikan betapa banyak pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.
2. Metode Kepemimpinan
Kepala Yang Melayani
Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tapi juga harus memiliki serangkaian metode kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas sari aspek yang pertama yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pimpinan formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metode kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.
Tidak banyak pemimpin yang memiliki metode kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah – sekolah formal. Keterampilan seperti ini disebut dengan Softskill atau Personalskill. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught, dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metode kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada 3 hal penting dalam metode kepemimpinan, yaitu :
Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas.
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang responsive.
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang – orang yang dipimpinnya (performance coach).
3. Perilaku Kepemimpinan
Tangan Yang Melayani
Pemimpin yang melayani bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan metode kepemimpinan, tapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard disebutka perilaku seorang pemimpin, yaitu :
  Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpin, tapi sungguh – sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan.
   Pemimpin focus pada hal – hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi.
   Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek , baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa menyelaraskan (recalibrating ) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesame. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman Tuhan ).

D. KEPEMIMPINAN SEJATI
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau tranformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out ).
Sebuah jenis kepemimpinan yaitu Q Leader memiliki 4 makna terkait dengan kepemimpinan sejati, yaitu :
Q berarti kecerdasan atau intelligence. Seperti dalam IQ berarti kecerdasan intelektual,EQ berarti kecerdasan emosional, dan SQ berarti kecerdasan spiritual. Q leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ,EQ,SQ yang cukup tinggi.
Q leader berarti kepemimpinan yang memiliki kualitas(quality), baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial.
Q leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi ( dibaca ‘chi’ dalam bahasa Mandarin yang berarti kehidupan).
Q keempat adalah qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh – sungguh mengenali dirinya (qolbunya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence-quality-qi-qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.
Rangkuman kepemimpinan Q dalam 3 aspek penting yang disingkat menajadi 3C, yaitu :
Perubahan karakter dari dalam diri (character chage).
Visi yang jelas (clear vision).
Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence).
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal  maupun dalam hubungannya dengan orang lain.
BAB III
HAKIKAT PEKERJAAN MANAJERIAL

A. KARAKTERISTIK PEKERJAAN MANAJERIAL
Seorang pemimpin yang menjalankan peran kepemimpinannya dalam berbagai lembaga pada dasarnya adalah seorang manajer. Ketika berposisi sebagai seorang manajer, ia dituntut untuk mampu mengelola dinamika kegiatan lembaga yang dipimpinnya dengan baik guna menunjang pencapaian tujuan. Sehubungan dengan hal ini, ia membutuhkan keberadaan orang lain berupa karyawan atau bawahan untuk dipimpinnya bekerja sama dan memberikan kontribusi bagi pencapaiannya. Sebagaimana halnya yang telah kita ketahui bersama, manajemen adalah seni menyelesaikan pekerjaan melalui tangan orang lain. Karenanya, salah satu tolok ukur kualitas pribadi pemimpin (yang juga berperan sebagai manajer) adalah kemampuannya mengoptimalkan dan mendayagunakan kecakapan para bawahan serta memberdayakan mereka. Ia juga harus dapat melakukan kaderisasi dengan baik sehingga pada saat proses alih kepemimpinan terjadi, hal itu dapat terlaksana secara lancar tanpa hambatan berarti. Pendelegasian wewenang yang hasilnya diketahui nantinya merupakan dasar penilaian terhadap kaderisasi kepemimpinan.
Secara empiris, beberapa karakteristik yang ditampilkan oleh pekerjaan manajerial antara lain adalah.
Pekerjaan yang harus dilaksanakan bertumpuk dan sulit untuk dilepaskan karena seorang manajer akan menerima permintaan informasi dari bawahan, rekan setingkat, atasan, atau pihak di luar lembaga secara berkelanjutan.
Pada kenyataannya, kegiatan yang harus ditangani beragam dan mengalami keterputusan karena mengalami interupsi atau terselingi oleh hal-hal yang lain. Karena itu, seorang manajer seharusnya dapat menerima kondisi ini serta rajin mengingat-ingat kembali pekerjaan yang harus dilakukannya dalam satu hari tertentu.
Beban tugas yang datang secara berkelanjutan dan membutuhkan penyelesaian segera menjadikan pekerjaan manajerial cenderung bersifat reaktif.
Interaksi intensif dengan rekan sejawat dan pihak luar harus sering dilakukan karena seorang manajer harus bekerja dalam suatu lembaga serta membangun jejaring dengan pihak luar yang mampu memberikan manfaat strategis.
Karena pekerjaan manajerial membutuhkan interaksi langsung antar pribadi secara intensif, maka komunikasi lisan harus sering dilakukan dan kemampuan melakukannya menjadi amat penting.
Proses penentuan keputusan sering kali bersifat politis karena harus mengakomodasikan beragam aspirasi yang ada dan meminimalkan tingkat kekecewaan banyak pihak. Dengan demikian, keputusan ditentukan tidak hanya berdasarkan analisis serta pertimbangan yang bersifat teknis.
Manajer sering kali menghadapi keadaan yang berubah dan tidak terduga sebelumnya dan keadaan itu membutuhkan kemampuan berimprovisasi serta keluwesan. Karena itu, perencanaan yang dilakukannya juga mungkin saja dilakukan tidak terlalu detil dan formal agar dapat beradaptasi secara fleksibel dengan perubahan kondisi nyata.

B. KEWAJIBAN DAN PERAN MANAJERIAL
Suatu organisasi atau lembaga pastilah memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Pada organisasi yang dikelola dengan pendekatan manajemen modern dan profesional hal itu dinyatakan secara eksplisit dalam bentuk rumusan tertulis selain visi yang dipunyai dan misi yang diemban. Sedangkan dalam lembaga yang dikelola secara tradisional, tujuan itu diwujudkan dalam bentuk kesepakatan mengenai hal tertentu yang telah dipahami bersama secara turun temurun.
Dalam rangka mencapai tujuan melalui upaya sistematis yang diberlakukan oleh suatu organisasi atau lembaga, manajer mempunyai peran kunci. Oleh sebab itulah, ada beberapa kewajiban manajerial yang harus bersedia dan mampu dilakukannya, yakni :
1) melakukan penyeliaan terhadap pekerjaan para bawahan sebagai bentuk pembinaan.
2) melakukan perencanaan dan pengorganisasian sebagai landasan untuk mengelola lembaga.
3) mengkoordinasikan komponen lembaga agar dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan.
4) membuat keputusan dalam berbagai situasi, baik yang bersifat favourable maupun unfavourable.
5) memantau dinamika lingkungan internal dan eksternal lembaga secara cermat guna mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada.
6) menerapkan pengawasan guna memperkecil kemungkinan terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh anggota lembaga.
7) memberikan penjelasan mengenai masalah-masalah yang memang harus diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
8) melaksanakan administrasi terhadap beragam informasi, dokumen, maupun arsip secara rapi.


Sebagai pribadi yang secara struktural diposisikan lebih tinggi dari pada anggota lembaga lainnya, menurut Herbert Mintzberg, seorang manajer disyaratkan untuk dapat melakukan beragam peran penting. Ia harus bisa memerankan dirinya sebagai
1) pemimpin proforma yang melakukan tugas legal, formal, mapun seremonial.
2) pemimpin struktural bagi para bawahannya.
3) penghubung lembaga dengan individu atau lembaga lain di luar organisasinya.
4) pemantau informasi baik dari luar maupun dalam lembaganya.
5) pembagi berbagai informasi yang berguna bagi lembaganya.
6) juru bicara lembaganya bila berhadapan dengan pihak luar.
7) wirausaha yang mampu memanfaatkan peluang yang bermanfaat bagi lembaganya.
8) pemecah masalah yang dihadapi oleh unit lembaga yang dipimpinnya.
9) pengalokasi sumber daya bagi lembaganya secara tepat.
10) negosiator dengan pihak-pihak yang berkompeten semisal serikat karyawan, pelanggan, konsumen, pemasok, atau pemerintah.


Beberapa peran di atas apabila dipahami benar merupakan media untuk mematangkan kualitas pribadinya serta parameter mutu kepemimpinannya.

C. TUNTUTAN IDEAL BAGI SEORANG MANAJER
Kewajiban manajerial yang harus dilakukan serta peran penting yang disandang itu menuntut setiap manajer untuk tampil sebaik-baiknya. Agar ia dapat menampilkan kinerja prima selaku manajer, ada sejumlah tuntutan ideal minimal yang harus berusaha dipatuhinya. Diantaranya adalah
1)      Bersedia untuk memahami konsekuensi peran selaku manajer yang dibebankan kepadanya baik oleh para bawahan, atasan, rekan setingkat, lembaga, dan pihak lain yang berkepentingan.
2)      Mau mencari berbagai pilihan cara yang mungkin dilakukan untuk menangani pekerjaan yang harus diselesaikan oleh unit lembaga yang dipimpinnya.
3)      Dapat menentukan skala prioritas terkait dengan sasaran yang ingin dicapai.
4)      Bisa memanfaatkan waktu pribadi dengan sebaik mungkin.
5)      Bersedia melakukan perencanaan berbagai aktivitas harian dan mingguan baik bagi dirinya secara pribadi maupun unit lembaga yang dipimpinnya.
6)      Dapat menghindari aktivitas yang tidak berguna dan mengganggu pekerjaannya.
7)      Tidak menunda-nunda pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya.
8)      Rajin mencari dan pandai memanfaatkan peluang yang menguntungkan lembaganya
9)      Mau melakukan refleksi, perenungan, atau introspeksi atas segala hal yang telah dilakukannya hingga saat ini.
10)   Rajin belajar bagaimana cara menjadi pemimpin dan pemecah masalah yang bijak dari siapa saja, termasuk dari pribadi lain yang memiliki posisi struktural lebih rendah.


Sepuluh tuntutan yang bersifat ideal-normatif di atas merupakan ambang batas minimal. Dengan demikian, seorang manajer seharusnya terus melakukan upaya pengembangan diri serta pengayaan kapasitas agar ia mampu menjadi lebih baik, terlebih lagi apabila ia dipersiapkan untuk mengampu jabatan yang lebih tinggi nantinya.


BAB IV
PERSPEKTIF TENTENG PRILAKU KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF

A. PENDEKATAN CIRI/SIFAT KEPEMIMPINAN
Sebelum tahun 1945, study leadership berkonsentrasi pada ciri/sifat, dimana karakteristik tertentu sangat esensial untuk leadership yang efektif. Karena tidak semua orang memiliki ciri-ciri tersebut, hanya mereka yang memilikinya yang dianggap dapat menjadi leader.
Warren Bennis mengidentifikasi 4 ciri/sifat, atau kompetensi leadership:
1.      Management of Attention ? Kemampuan untuk mengkomunikasikan visi/tujuan yang menarik pengikut.
2.      Management of Meaning ? Kemampuan untuk menciptakan dan mengkomunikasikan arti dengan jelas.
3.      Management of Trust ? Kemampuan untuk dapat dipercaya dan konsisten.
4.      Management of Self ? Kemampuan untuk mengetahui seseorang, dan menggunakan kemampuan orang tersebut dengan batasan kekuatan dan kelemahannya.

B. CIRI/SIFAT PEMIMPIN YANG NEGATIF
John Geier menemukan 3 ciri/sifat yang menghilangkan potensi seseorang menjadi leader dan terjadinya persaingan tidak sehat dalam sebuah organisasi, yaitu ‘Perasaan tidak mendapat informasi, perasaan menjadi non-partisipan, dan kekakuan.
Sementara itu Morgan McCall dan Michael Lombardo menemukan sebuah ‘cacat fatal’ (fatal flaws) leader yang gagal sebelum dapat mencapai tujuannya, yaitu:
1. Tidak sensitif pada yang lain.
2. Dingin dan sombong.
3. Tidak dapt dipercaya.
4. Terlalu ambisius.
5. Memiliki masalah khusus dengan bisnis.
6. Tidak mampu mendelegasikan.
7. Tidak mampu melakukan staffing secara efektif.
8. Tidak mampu berpikir strategis.
9. Tidak mampu beradaptasi pada pemimpin berbagai gaya.
10. Terlalu bergantung pada penasehat.
C. PENDEKATAN SIKAP LEADERSHIP
Periode pendekatan teori sikap adalah antara 1945; Ohio State & Michigan Sudy, serta pertengahan 1960an, yaitu pada periode pengembangan Managerial Grid®.

D. STUDI OHIO STATE LEADERSHIP
Studi ini dimulai pada tahun 1945. Studi ini mempersempit perilaku leader pada 2 dimensi; struktur inisiasi dan pertimbangan. Struktur Inisiasi mengacu pada pengertian ‘sebuah tipe leader yang berorientasi tugas dan mengarahkan pekerja level bawah untuk pencapaian tujuan’, sementara itu Pertimbangan mengacu pada ‘tipe perilaku leader yang sensitif terhadap pekerja level bawah, menghargai ide dan perasaan mereka dan menciptakan kepercayaan.
Untuk mengetahui perilaku leader, para peneliti merancang sebuah kuesioner yang dapat mengetahui tipe seperti apa leader tersebut, yaitu Leader Behavior Description Questioner (LBDQ).
Dalam mempelajari perilaku para leader tersebut, staff Ohio State menemukan bahwa kedua perilaku tersebut berada pada dimensi yang terpisah dan berdiri sendiri.

E. STUDI KEPEMIMPINAN MICHIGAN
Para peneliti di Universitas Michigan mengidentifikasi dua konsep perilaku leader, yang mereka sebut ‘orientasi pekerja’ dan ‘orientasi produksi’. Tipe yang pertama mementingkan aspek hubungan mereka sementara yang kedua mementingkan aspek teknis dari pekerjaannya.

F. STUDY GROUP DYNAMICS
Ada dua tujuan sebuah kelompok, yaitu (1) pencapaian tujuan tertentu dari kelompok dan (2) memperkuat grup itu sendiri. Grup tipe 1, mempunyai karakteristik ‘manajer berinisiatif untuk bertindak, menjaga fokus anggota pada tujuan, memperjelas tujuan dan mengembangkan perencanaan prosedural’, sementara tipe 2 ‘manajer mempertahankan hubungan interpersonal yang menyenangkan, menengahi perselisihan, menyemangati, memberikan kesempatan pada yang lemah untuk bisa didengar, menstimulasikan organisasi diri dan meningkatkan kesalingtergantungan antar anggota’. Para peneliti ini menemukan tidak ada tipe yang menonjol, tipe kerja dan hubungan bahkan merupakan dimensi yang terpisah.
G. SISTIM MANAJEMEN DARI RENSIS LIKERT
Likert menemukan bahwa leader yang produktif menerangkan dengan jelas tujuan kepada pengikutnya, kebutuhan apa saja yang perlu dicapai dan memberikan mereka kebebasan untuk melakukan pekerjaannya. Para leader tersebut lebih memperhatikan pekerjanya daripada pekerjaannya (employee-centered dan job-centered).
Pada studinya, Likert menemukan bahwa kegagalan gaya manajemen sebuah organisasi dapat berkesinambungan antara sistem 1 hingga sistem 4, yaitu:
B.     Manajemen tidak memiliki kepercayaan kepada karyawan dan jarang melibatkan mereka pada proses pengambilan keputusan.
C.     Manajemen memperlakukan karyawan seperti Tuan dan Pembantu.
D.    Manajemen memiliki kepercayaan yang substansial, tetapi tidak percaya sepenuhnya kepada karyawan.
E.     Manajemen percaya penuh kepada karyawan.
Kesimpulannya, semakin ke bawah, sistem manajemen semakin berorientasi pada hubungan.
Pada periode studi Likert, sepertinya tipe leader yang demokratis adalah yang paling ideal, tetapi, berdasarkan definisi proses leadership adalah fungsi dari leader, pengikut dan variabel situasional, tidak mungkin mengimplementasikan salah satu tipe leadership saja pada semua situasi.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
  Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya,  tau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
  Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
  Leader yang efektif dan sukses mampu mengadaptasikan gaya leadership mereka pada persyaratan kondisi yang tepat, maka itu, harus melihat sudut pandang teori leadership. Meskipun penelitian tidak berhasil menemukan ilmu teori perilaku yang cocok, tidak membuat teori menjadi tidak dapat digunakan. Alasan utama mengapa tidak ada satu gaya leadership yang cocok adalah karena kepemimpinan pada dasarnya adalah bergantung pada situasi (situasional) dan berkesinambungan. Manajer yang efektif tidak hanya harus mengetahui gaya leadership mana yang cocok, tetapi juga harus melaksanakannya dengan benar.

 DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, N. (1990). “Ilmuan Muslim Sepanjang Sejarah“. Bandung: Mizan.
Departemen pendidikan agama republic Indonesia. (2004). “Al-Quran dan Terjemah Al-Jumanaatul ‘Alii”. Bandung: Jumanaatul ‘Ali IKAPI.
Departemen Pendidikan Nasional Universitas Pendidikan Indonesia. (2003). “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah”. Universitas Pendidikan Indonesia.
Hilal, S. (2005). “Ketaatan Pada Pemimpin“, Rubrik: Taujihat. Dicetak dari PK-Sejahtera

Yahya, R. (2004). “Memilih Pemimpin Dalam Perspektif Islam”. Jakarta: Pustaka Nawaitu.
Diposkan oleh fadli mhf di 09.48 


 DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, N. (1990). “Ilmuan Muslim Sepanjang Sejarah“. Bandung: Mizan.
Departemen pendidikan agama republic Indonesia. (2004). “Al-Quran dan Terjemah Al-Jumanaatul ‘Alii”. Bandung: Jumanaatul ‘Ali IKAPI.
Departemen Pendidikan Nasional Universitas Pendidikan Indonesia. (2003). “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah”. Universitas Pendidikan Indonesia.
Hilal, S. (2005). “Ketaatan Pada Pemimpin“, Rubrik: Taujihat. Dicetak dari PK-Sejahtera

Yahya, R. (2004). “Memilih Pemimpin Dalam Perspektif Islam”. Jakarta: Pustaka Nawaitu.
Diposkan oleh fadli mhf di 09.48 



Comments