1.
Pengertian Pembinaan Keagamaan
1.
Arti Pembinaan
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, bahwa pembinaan berarti usaha, tindakan dan kegiatan yang
diadakan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang
lebih baik.1Pembinaan juga dapat berarti suatu kegiatan yang mempertahankan dan menyempurnakan apa yang telah ada sesuai dengan yang diharapkan.2
Dari definisi tersebut dapatlah disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan apa yang sudah ada kepada yang lebih baik (sempurna) baik dengan melalui pemeliharaan dan bimbingan terhadap apa yang sudah ada (yang sudah dimiliki). Serta juga dengan mendapatkan hal yang belum dimilikinya yaitu pengetahuan dan kecakapan yang baru.
Pembangunan di bidang agama diarahkan agar semakin tertata kehidupan beragama yang harmonis, semarak dan mendalam serta ditujukan pada peningkatan kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Terpeliharanya kemantapan kerukunan hidup umat beragama dan bermasyarakat dan berkualitas dalam meningkatkan kesadaran dan peran serta akan tanggung jawab terhadap perkembangan akhlak serta secara bersama-sama memperkokoh kesadaran spiritual, moral dan etika bangsa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, peningkatan pelayanan, sarana dan prasarana kehidupan beragama. Dimaksudkan untuk lebih memperdalam pengalaman ajaran dan nilai-nilai agama untuk membentuk akhlak mulia, sehingga mampu menjawab tantangan masa depan.
Peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diarahkan melalui pemahaman dan pengamalan nilai-nilai spiritual, moral dan etik agama, sehingga terbentuk sikap batin dan sikap lahir yang setia.3
2.
Pengertian Keagamaan
1.
Arti Agama
Agama berasal dari Bahasa
Sansekerta yang artinya tidak kacau, diambil dari dua suku kata “a” berarti
tidak dan “gama” berarti kacau. Secara lengkapnya agama adalah peraturan
yang mengatur manusia agar tidak kacau.4Agama adalah aturan dari Tuhan Yang Maha Esa, untuk petunjuk kepada manusia agar dapat selamat dan sejahtera atau bahagia hidupnya di dunia dan akhirat dengan petunjuk-petunjuk serta pekerjaan nabi-nabi beserta kitab-kitabNya.5
Jadi agama merupakan aturan-aturan perundang-undangan yang datangnya dari Tuhan diturunkan kepada manusia sebagai pedoman hidup di dunia akhirat agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak.
Agama sebagai refleksi atas cara beragama tidak hanya terbatas pada kepercayaan saja tetapi juga merefleksi dan perwujudan-perwujudan tindakan kolektifitas umat, bangunan perubahan.
Perwujudan-perwujudan tersebut keluar sebagai bentuk dari pengungkapan cara beragama sehingga agama dan arti umum dapat diuraikan menjadi beberapa unsur atau dimensi religiusitas.
Agama yang dianggap sebagai suatu jalan hidup bagi manusia (way of life) menuntun manusia agar hidupnya tidak kacau. Agama berfungsi untuk memelihara integritas manusia dalam hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan sesama dan dengan alam yang mengitarinya.6
Dengan kata lain agama pada dasarnya berfungsi sebagai alat pengatur untuk terwujudnya integritas hidup manusia dalam hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan alam yang mengitarinya, agama merupakan firman Tuhan yang diwahyukan kepada utusan-Nya untuk disampaikan kepada umat.
2.
Pengertian Keberagamaan/Pengalaman Beragama
Istilah pengalaman ialah
suatu pengetahuan yang timbul bukan pertama-tama dari pikiran, melainkan
terutama dari pergaulan yang praktis dengan dunia. Pergaulan tersebut bersifat
langsung, intuitif dan efektif. Gejala agama terdapat pada manusia adalah
gejala yang berisikan evaluatif. Keberagamaan manusia tidak terlepas dari zaman
serta kebudayaan. Pada kebudayaan kuno keberagamaan dianggap sebagai sesuatu
yang biasa, spontan dan vital. Kehidupan sendirilah yang membuka pintu
ke arah religiusitas. Perlunya pengalaman religius dan bentuk bagaimanapun juga
dapat disangkal. Dari lain pihak terdengar dari orang beriman sendiri bahwa
pengalaman religius tidak mencukupi untuk mempertanggungjawabkan iman mereka.7Jadi pembinaan keagamaan (di sini adalah agama Islam) adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pengalaman atau pelaksanaan ajaran agama Islam agar mencapai kesempurnaan. Pembinaan keagamaan juga merupakan pendidikan Islam yang sama membimbing, mendidik ke arah yang lebih baik.
Sedangkan pengertian pengalaman berasal dari kata “amal” yang artinya perbuatan (baik atau buruk) yang mendapat awalan pe- dan akhiran –an, yang berarti proses. Jadi pengalaman berarti proses perbuatan, melaksanakan, pelaksanaan, penerapan.8
Yang dimaksud dengan pengalaman beragama di sini adalah bagaimana mengamalkan atau mengaplikasikan ajaran-ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari seperti sholat, puasa, zakat, haji, pergaulan hidup dalam bermasyarakat dan yang lainnya.
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, hlm. 37.
2 Hendyat Soetopo dan Wanty Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, Bina Aksara, Jakarta, 1982, hlm. 43.
3 Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Misi, Visi dan Aksi, PT Gemawinda Panca Perkasa, Jakarta, 2000, hlm. 204.
4 Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hlm. 21.
5 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al Ma’arif, Bandung, 1989, hlm. 128.
6 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 58.
7 Nico Syukur Oaster Ofm, Pengalaman dan Motivasi Beragama, Kanisius, Jakarta, 1982, Cet. V, hlm. 21.
8 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1993, hlm. 25.
- Perkembangan Anak
- Arti Perkembangan
Perkembangan
yang dimaksud di sini penulis kaitkan dengan aspek pendidikan, artinya
perkembangan yang bersifat progresif dan positif bagi individu manusia, Sumadi
Suryabrata dalam bukunya : “Psikologi Pendidikan” menjelaskan bahwa
perkembangan itu adalah perubahan ke arah lebih maju, lebih dewasa. Secara teknis perubahan itu diberi nama proses.1
Berdasarkan pengertian di atas, pada
prinsipnya perkembangan adalah proses berkembangnya keseluruhan aspek individu
secara teratur, progresif dan positif. Berbicara tentang perkembangan anak tidak bisa terlepas
dari aspek-aspek individu anak itu sendiri. Yang pada gilirannya melahirkan
beberapa pandangan mengenai perkembangan anak antara lain :
Menurut aliran Asosiasi bahwa :
“Pada hakekatnya perkembangan itu adalah proses asosiasi. Menurut aliran
Asosiasi … yang primer adalah bagian-bagian lebih dahulu, sedangkan keseluruhan
ada lebih kemudian”.2
Sedangkan menurut aliran Gestald :
“… Perkembangan itu adalah keseluruhan, sedangkan bagian-bagian hanya mempunyai
arti sebagai bagian dari pada keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan
bagian-bagian yang lain”.3 Termasuk aliran Gestald (Neo Gestald)
terhadap proses deferensiasi itu masih menambahkan lagi proses stratifikasi,
struktur pribadi anak digambarkan sebagai terdiri dari lapisan-lapisan
(strata), lapisan-lapisan itu makin lama makin bertambah.4
Adapun menurut aliran Sosiologis :
“… Perkembangan adalah proses sosialisasi anak manusia mula-mula bersifat
a-sosial (barangkali untuk tepatnya dapat disebut pro sosial) yang kemudian
dalam perkembangan sedikit demi sedikit disosialisasikan”.5
Anak dalam
proses perkembangannya dipengaruhi baik faktor yang terdapat dari dalam dan
dari luar diri anak termasuk pengalaman dan pendidikan.
- Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak
Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi perkembangan anak baik dari dalam dan atau dari luar
diri anak. Dari dalam diri anak terdapat potensi yang berupa dasar yang menurut
para ahli tentang perkembangan anak berpendapat faktor dasarlah yang berperan
dalam proses perkembangan anak.
Sebagai lawan
dari pendapat di atas, beranggapan bahwa pengalaman dan pendidikan yang lebih
dominan dalam mempengaruhi proses perkembangan anak, sebenarnya kedua
perkembangan di atas bukanlah kontradiksi sifatnya melainkan terdapat
kemungkinan saling mempengaruhi dan mengisi, yakni antara dasar dan ajar,
terbukti munculnya pendapat yang beranggapan bahwa antara dasar dan ajar saling
mempengaruhi dan saling mengisi terhadap proses perkembangan anak.6
Menurut versi
Islam, justru kedua faktor itulah yang mempengaruhi proses perkembangan anak,
yaitu hereditas dan lingkungan (dasar dan ajar). Hal ini didasarkan pada
pendapat Imam Ghozali sebagai berikut :
ويؤكد الغزالى
الى انّ التّربية والتّعلم عمليّة تتعا ون فيها طبيعة الصّبر مع بيعته.
Artinya : “Imam
Ghozali menegaskan bahwa pendidikan dan pengajaran bersifat praktis di dalam
terjalin kerja sama antara peraga atau tabiat anak beserta lingkungannya.”7
Jadi telah
jelas, antara faktor pembawaan atau kodrati dan pengaruh lingkungan menentukan
perkembangan anak lebih lanjut. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa dasar atau
ajar anak adalah baik (Ala Hilqah Islamiyah), bisa berubah karena oleh tangan
atau didikan dan hasil ciptaan orang tua.
مامن مولد الاّيولد علىالفطرة فاابواه
يهودانه وينصّرانه ويمّجسا نه(رواه
مسلم)
Artinya :
“Tidak ada anak lahir melainkan dilahirkan atas fitrah, maka tergantung kedua
orang tuanyalah yang menjadikah Yahudi, Nasrani atau Majusi”.8
Uraian di atas
menjelaskan : Meski Allah memberikan ketentuan fitrah, namun pengaruh dari luar
yakni pengalaman dan pendidikan tetap berperan dalam rangka pembentukan
kepribadian anak (pendidikan anak).
- Fase-fase Perkembangan Anak
Fase-fase
perkembangan anak yang penulis maksudkan di sini merupakan petunjuk kepada
orang tua bahwa pada dasarnya anak dalam proses perkembangan melalui tahap demi
tahap dan bukan merupakan batasan yang pasti. Artinya perkembangan anak yang
satu terhadap yang lain tidak tentu sama dalam tahap-tahap tertentu. Hal ini
erat hubungannya dengan faktor individu itu sendiri.
Berikut ini
penulis sajikan fase-fase perkembangan anak menurut beberapa ahli, antara lain
:
- Pendapat Comenius (Tinjauan Didaktis)
- Pendapat J. J. Rousoau :
- I 0,0 – 2,0 adalah masa asuhan.
- II 2,0 – 12,0 adalah masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera.
- III 12,0 – 15,0 adalah periode pendidikan akal.
- IV 15,0 – 20,0 adalah periode pendidikan watak dan pendidikan agama.10
- Pendapat Oswald Kroh (Tinjauan Psikologis)
- Dari lahir sampai masa trotz pertama, yang biasanya disebut masa anak-anak awal
- Dari masa trotz pertama sampai masa trotz kedua yang biasanya disebut masa keserasian bersekolah dan
- Dari masa trotz kedua sampai akhir remaja yang biasanya disebut masa kematangan, umur berapa tepatnya berakhirnya masa remaja (masa muda) itu tidak dapat dikatakan dengan pasti tetapi umumnya dapat diterima sebagai ancar-ancar adalah 21,0.11
Ketiga pendapat di atas adalah
tinjauan dari segi didaktis, psikologis sehingga dengan mengetahui fase-fase
perkembangan anak tersebut diharapkan para orang tua mampu memahami keberadaan
anak, yang lain penting adalah materi apa dan cara bagaimana yang harus
diberikan dan perkembangan tersebut.
Fase-fase
perkembangan anak tinjauan didaktis, memberikan petunjuk tentang materi dan
cara-cara pemberiannya. Sedangkan tinjauan psikologis memberi petunjuk tentang
hal-hal yang harus diperhatikan.
3) Pandangan
Islam Tentang Periodesasi Perkembangan Anak, Tinjauan Pedagogis
Dalam hal ini
penulis sajikan hadits Rasulullah SAW yang menerangkan bahwa anak hendaknya disembelihkan
aqiqah pada hari ketujuh dan diberi nama serta dicukur rambutnya. Hadits Rasulullah SAW sebagai berikut :
كل غلا م مر تهن
بعقيقته تذ بح عنه يوم سابعه ويخلو ويسمى
Artinya : ”Dari
Amir bin Mas’ud, anak itu tergadai dengan aqiqahnya disembelih pada hari
ketujuh, diberi nama dan dicukur kepalanya”.12
Dijelaskan pula hadits Rasulullah
secara rinci tentang fase-fase perkembangan anak sekaligus cara atau metode
yang harus diterapkan sesuai dengan perkembangan anak. Rasulullah SAW bersabda
artinya :
“Berkata Anas bersabda Nabi Muhammad
SAW, anak itu pada hari ketujuh dari lahirnya disembelihkan aqiqah, diberi nama
dan dicukur rambutnya. Kemudian setelah umur 6 tahun dididik kesusilaan,
setelah umur 9 tahun dipisahkan tempat tidurnya, bila telah berumur 13 tahun
dipukul karena meninggalkan sholat dan puasa, serta umur 16 tahun hendaklah
orang tua mengawinkannya, kemudian orang tua berjabatan tangan dan berikrar,
saya telah mendidik, mengajar dan mengawinkan kamu, ya Allah lindungilah aku
dari fitrahmu di dunia dan siksaanmu di akhirat”. 13
Hadits di atas memberikan penjelasan
tentang fase-fase perkembangan anak tinjauan pedagogis serta cara dan metode
yang harus diterapkan sesuai dengan taraf perkembangan anak. Adapun
perkembangan tersebut sebagai berikut :
- Periode pendidikan pertama, sejak lahir sampai umur 16 tahun anak dijaga dari segala yang mengotorkan jasmani dan rohani (yakni antara lain) disembelihkan aqiqah dan diberi nama yang baik. Dengan kata lain periode ini adalah masa pendidikan secara dressur (pembiasaan) dalam hal-hal yang baik.
- Periode pendidikan kedua, yakni anak dididik tentang adat kesusilaan. Pendidikan demikian ini dinilai umur 6 tahun.
- Periode pendidikan ketiga, anak dididik seksualnya : …… sebab hubungan seksual ayah dan ibu bila dilihat oleh anak, akan membahayakan jiwa anak tersebut mengingat anak mempunyai watak suka meniru perbuatan orang lain terutama orang tuanya, anak dalam periode ini menginjak umur 9 tahun.
- Periode pendidikan keempat, yakni bagi anak yang telah berumur 13 tahun diharuskan menjalankan sembahyang guna menenangkan jiwanya karena masa ini anak mulai memasuki alam pubertas (strum and drang) di mana pada masa ini anak mengalami keguncangan jiwa yang sangat membutuhkan pimpinan yang teguh.
- Periode pendidikan kelima, yakni bagi anak yang berumur 16 tahun. Pada masa ini anak telah mengalami kedewasaan nafsu birahinya (seksnya) yang banyak menjagakan penjagaan dari orang tuanya agar tidak terjadi ekses-ekses seksual yang merugikan.
- Periode pendidikan keenam, yakni umur dewasa (16 tahun – 21 tahun). Pada waktu ini anak telah dilepaskan oleh orang tua dan bertanggungjawab atas dirinya sendiri tidak tergantung lagi pada orang tuanya. Anak pada masa ini harus mendidik dirinya sendiri.14
- Keadaan Keluarga
Keadaan keluarga
juga berpengaruh terhadap perkembangan anak. Keluarga
merupakan kelompok sosial pertama sekaligus tempat terjadinya proses
sosialisasi diri anak. Proses interaksi dan sosialisasi yang ditimbulkan di dalam keluarga
memberikan corak tingkah laku bagi anak.
Adapun keadaan
keluarga yang penulis maksud :
- Status Anak
Status anak
juga berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses sosialisasinya di
dalam lingkungan keluarga. Yang dimaksud status anak adalah anak tunggal,
sulung, tiri dan sebagainya. Perbedaan status tersebut mengakibatkan penampilan
sikap kepribadian anak yang berbeda. Semua itu merupakan petunjuk bagi orang
tua bagaimana seharusnya pola pembinaan yang harus diterapkan bagi anak yang
berstatus demikian.
Mengenai
peranan anak tunggal di dalam keluarga telah diadakan penelitian oleh Herman,
Liepzieg (1939) yang menyelidiki 100 anak tunggal dibandingkan dengan 100 anak
yang berstatus kakak beradik, hasilnya :
”… Bahwa anak-anak tunggal dibandingkan
dengan anak-anak bersaudara biasanya egoistis sekali mencari penghargaan
dirinya yang berlebih-lebihan dan sebagainya. Juga anak tunggal memiliki
keinginan untuk berkuasa yang berlebih-lebihan. Di samping itu mereka mudah
sekali dihinggapi perasaan rendah diri”.15
Demikian inilah
mengenai status anak di dalam keluarga yang perlu diperhatikan para orang tua.
- Keutuhan Keluarga
Keutuhan yang
dimaksud adalah adanya ayah, ibu dan anak juga keserasian pandangan,
keharmonisan dan ketentraman keluarga. Tindakan orang tua amat berpengaruh
terhadap perkembangan anak terutama masalah sosial, mental dan perkembangan
emosionalnya. Ketidakhadiran ayah atau ibu di dalam keluarga menyebabkan kurang
adanya keutuhan pergaulan di dalam keluarga.16
Jadi keutuhan
keluarga di samping ditinjau dari adanya ayah, ibu dan anak juga dilihat dari
hubungan atau interaksi antara anggota keluarga. Bertolak dari uraian di atas
yang dimaksud dengan keutuhan keluarga adalah dari segi struktur, ketenangan
dan keharmonisannya.
- Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial
ekonomi keluarga juga bisa mempengaruhi perkembangan anak. Keadaan sosial
ekonomi yang serba cukup memudahkan anak untuk mengembangkan pribadinya lebih
baik, berbeda dengan sosial ekonomi rendah menyebabkan keterbatasan
perkembangan anak, dengan kurangnya fasilitas yang tersedia menyebabkan
keterbatasan anak dalam mengembangkan dirinya.
Seseorang
penyidik Jerman, prestasi telah membandingkan prestasi anak-anak sekolah dasar
di Jerman antara anak-anak dari status ekonomi rendah dengan ekonomi anak agak
tinggi sebagai berikut :
“… Prestasi
anak-anak dari keluarga yang rendah status sosial ekonominya mencukupi, tetapi
keunggulan ini pada akhirnya kelas dua sudah bergeser, dan golongan anak dari
status sosial ekonominya cukupan telah mengejar kelajuan anak-anak golongan
pertama tadi sehingga memadai”.17
Dari hasil
penyelidikan tersebut menunjukkan bahwa status sosial ekonomi keluarga ikut
menentukan atau mempengaruhi perkembangan anak. Menurut penulis hal ini dapat
dibatasi karena banyak tergantung pada proses sosialisasi anak dan proses
pembentukan kepribadiannya.
- Sikap dan Kebiasaan Orang Tua
Ada hal lain
yang menyebabkan pula terhadap perkembangan anak yakni sikap dan kebiasaan
orang tua di dalam keluarga. Zakiah Daradjat mengatakan sebagai berikut :
“… Orang tua adalah pembina pribadi
yang pertama dalam hidup anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup
mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung yang dengan
sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh itu”.18
Maka orang tua hendaklah
bersikap dan membiasakan dirinya berbuat baik. Orang tua yang selalu berbuat
baik dapatlah dijadikan pola anutan anak-anaknya, sekaligus sebagai media
latihan untuk menjadi pribadi yang bahagia dunia dan akhirat.
Imam Ghozali
menjelaskan sebagai berikut :
وانطقل كما قال
الامام الغزالى امانة عند والديه … قال عوّرا الحيروعلمه نشاءعليه وسمع فىالدنيا والاخرة
Artinya : “Dan anak sebagaian kata Imam Ghozali adalah
amanat bagi kedua orang tuanya jika anak itu dibiasakan dan diajarkannya
kebaikan maka anak itu akan tumbuh padanya (di atas kebaikan) dan menjadi
bahagia di dunia dan akhirat”.19
- Pengaruh Lingkungan
Lingkungan yang
positif maupun negatif akan mempengaruhi perkembangan anak. Pendidikan keluarga
sebagai dasar pendidikan berikutnya, diharapkan dapat mengendalikan anak di
dalam lingkungannya. Orang tua diharapkan dapat menciptakan lingkungan keluarga
yang agamis, sebab kurangnya perhatian, kepuasan rohani, kasih sayang yang
wajar dan sebagainya dari orang tua terhadap anaknya mengakibatkan anak akan
mencari nilai yang ada di lingkungan pergaulan dengan cara-caranya sendiri.
Hal ini
dijelaskan Y.B. Mangunwijaya dalam bukunya berjudul “Menumbuhkan Sikap Religius
Anak-anak” sebagai berikut :
“… Jadi dialog dengan orang tua, wali,
kakak atau mereka yang paling dekat sehari-hari dengan si anak inilah yang
primer”.20
Maka besar
sekali pengaruh lingkungan terhadap perkembangan anak, suasana pergaulan atau
lingkungan yang baik sangat diharapkan, kegiatan sosial yang bermanfaat bagi
anak serta kegiatan keagamaan diharapkan dapat membina penghayatan dan
pengamalan agama bagi anak.
- Bentuk Pembinaan Keluarga
- Pembinaan Rohani
Dengan adanya
pembinaan rohani, maka anak dapat mengetahui kewajibannya kepada Allah dan
rasul-Nya, orang tuanya dan masyarakat. Pembinaan rohani ini meliputi :
- Pendidikan Iman
Iman secara
etimologi berarti kepercayaan, sedang secara definitif adalah suatu kepercayaan
yang menegaskan bahwa hanya Tuhanlah yang menciptakan, memberi hukuman-hukuman,
mengatur dan mendidik alam semesta ini (Tauhid Rububiyah), sebagai
konsekuensinya maka hanya Tuhan itulah yang satu-satunya yang wajib disembah,
dimohon petunjuk dan pertolongan-Nya serta yang harus ditakuti (Tauhid
Uluhiyah).21
Dari pengertian
iman di atas, maka yang dimaksud pendidikan iman ialah mengikat anak dengan
dasar-dasar iman, membiasakannya sejak mulai paham melaksanakan rukun Islam,
dan mengajarinya sejak mumayyis dasar-dasar syariat Islam yang agung.
Yang dimaksud
dengan dasar-dasar iman ialah setiap hakikat keimanan dan persoalan gaib yang
secara mantap datang melalui berita yang benar dan yang dimaksud dengan
dasar-dasar iman ialah setiap hakikat keimanan dan persoalannya gaib yang
secara mantap datang melalui berita yang benar dan yang dimaksud rukun Islam
adalah setiap ibadah yang berhubungan dengan sistem Rabbani dan ajaran-ajaran
Islam.
Dengan demikian
tugas dan kewajiban pendidik ialah menumbuhbesarkan seorang anak sejak
pertumbuhannya atas dasar konsep pendidikan iman dan atas dasar-dasar ajaran
Islam. Sehingga mereka terikat oleh akidah dan ibadah Islam dan berkomunikasi
dengan-Nya lewat sistem dan peraturan Islam.22
Berkaitan
dengan ini, Abdullah Nasikhulwan menyatakan :
“Sesungguhnya
pendidikan imanlah yang akan dapat mengendalikan perilaku menyimpang,
meluruskan kepincangan yang rusak dan memperbaiki jiwa manusia tanpa iman,
perbaikan tidak mungkin terwujud begitu juga ketenangan dan moralpun tidak akan
tegak”.23
- Pendidikan Ibadah
Secara umum
ibadah berarti bakti manusia kepada Allah SWT karena didorong dan dibangkitkan
oleh akidah tauhid.24
Materi
pendidikan ibadah secara menyeluruh telah dikemas oleh para ulama di dalam ilmu
fiqih atau fiqih Islam. Pendidikan ini tidak hanya membicarakan tentang hukum
dan tata cara sholat belaka, melainkan meliputi pembahasan tentang zakat,
puasa, haji, tata ekonomi Islam (muamalat), hukum waris (faroidh), tata
pernikahan (munakahat), tata hukum pidana (jinayat/hudud), tata peperangan
(jihad), makanan sampai dengan tata negara (khilafah). Hal ini dimaksudkan agar
mereka tumbuh menjadi insan-insan yang benar-benar takwa, yakni insan-insan
yang taat melaksanakan segala perintah agama dan taat pula dalam menjauhi
segala larangan-Nya. Dengan kata lain tujuan pendidikan adalah agar hidup anak
sejalan dengan tuntunan syariat Islam.25
- Pendidikan Akhlak
Pendidikan
agama berkaitan erat dengan pendidikan akhlak, tidak berlebihan kalau dikatakan
bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari pendidikan agama sebab yang baik adalah yang dianggap baik oleh
agama dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh ajaran agama. Hampir
sepakat para filosof pendidikan Islam bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa
pendidikan Islam sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mendidik jiwa
dan akhlak.26
Athiyah Al-Abrasyi
juga menyatakan bahwa :
“Para ahli
pendidikan Islam telah sepakat bahwa maksud dari pendidikan dan pengajaran
bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka
ketahui, tetapi maksudnya ialah mendidik anak dan jiwa mereka menanamkan rasa
fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi,
mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruh ikhlas dan jujur,
maka tujuan pokok dan terutama dari pendidikan Islam ialah mendidik budi
pekerti pendidikan jiwa”.27
Kiranya tidak
diragukan lagi bahwa keutamaan akhlak dan tingkah laku merupakan salah satu
buah iman yang meresap dalam kehidupan keberagamaan anak. Maka seorang anak
bila sejak dini tumbuh dan berkembang dengan dasar iman kepada Allah, niscaya
anak akan mempunyai kemampuan untuk menerima setiap keutamaan dan kemudian ia
akan terbiasa dengan akhlak yang
mulia karena ia
menyadari bahwa iman akan membentengi dirinya dari berbuat dosa dan kebiasaan
jelek.28
Maka dalam
rangka mendidik akhlak kepada anak-anak selain harus memberikan keteladanan
yang tepat juga harus ditunjukkan bagaimana harus bersikap, bagaimana harus
menghormati dan seterusnya. Dengan adanya pendidikan akhlak diharapkan
anak-anaknya mempunyai akhlakul karimah yang baik.29
- Pendidikan Kemandirian
Kemandirian
adalah bentuk sikap terhadap obyek di mana individu memiliki independensi yang
tidak berpengaruh terhadap orang lain.30
Hal yang senada
juga dikemukakan oleh Bathia sebagaimana yang dikutip oleh Chabib Toha bahwa :
“Perilaku
mandiri merupakan perilaku yang aktivitasnya diarahkan pada diri sendiri tidak
mengharapkan dari orang lain”.
Dalam
melaksanakan pemecahan masalah yang dihadapi perilaku mandiri akan membuat
seseorang memiliki identitas diri yang lebih jelas, mempunyai otonomi yang
lebih besar sehingga orang tersebut menunjukkan adanya perkembangan pribadi
yang terintegrasi dan lebih terkontrol dorongan-dorongannya. Orang yang
berperilaku mandiri akan mempunyai kemampuan untuk menemukan sendiri apa yang
harus dilakukan, menentukan dalam memilih kemungkinan-kemungkinan dari hasil
perbuatannya dan akan memecahkan sendiri masalah-masalah yang dihadapi tanpa
harus mengharapkan bantuan orang lain.31
Karena itu agar
anak mempunyai perilaku mandiri, hendaknya sejak usia dini orang tua harus
menumbuhkan sikap mandiri pada anak-anaknya sampai yang setelah dewasa mereka
nanti mampu bersikap dan berbuat sesuai dengan keinginan dan kemampuan yang
dimilikinya tanpa adanya pengaruh dari orang lain.
Perilaku
mandiri dapat tumbuh dan berkembang pada diri anak melalui pembiasaan dan
ajaran masing-masing orang tua yang memiliki peran yang lebih dominan dalam
membentuk sikap mandiri pada anak. Perilaku mandiri yang tumbuh dan berkembang
pada diri anak dipengaruhi oleh beberapa faktor dari dalam yang berupa
kematangan dan intelegensi anak juga berpengaruh terhadap kemandirian anak.
Namun faktor dari dalam yang sangat menentukan kemandirian anak adalah kekuatan
iman dan ketakwaan terhadap Allah SWT. Anak yang memiliki kepercayaan dan keyakinan
yang kuat terhadap agama cenderung memiliki sikap mandiri yang kuat.32
Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam surat Ali Imron ayat 139 :
وَلاَ تَهِنُوْا
وَلاَ تَحْزَنُوْا وَاَنْتُمْ الاَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ (الامران: 139)
Artinya :
“Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah (pula) kamu bersedih hati padahal
kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman”.33
Dari ayat
tersebut dapat dijelaskan bahwa orang yang benar-benar beriman kepada Allah
tidak ada tempat khawatir, sedih, putus asa dan orang akan bangkit percaya
dirinya dan mampu menghadapi semua masalah yang dijumpainya.
Adapun faktor dari luar yang sangat
mempengaruhi kemandirian anak adalah faktor keluarga karena keluarga merupakan
lingkungan pertama yang dikenal anak dalam bersosialisasi sebelum mengenal
lingkungan yang lain. Faktor keluarga yang mempengaruhi kemandirian anak
meliputi aktivitas pendidikan dalam keluarga, kecenderungan cara mendidik anak,
cara memberikan penilaian kepada anak bahkan sampai pada cara hidup orang tua
sangat berpengaruh terhadap kemandirian anak.34
Karena itu orang tua harus
menanamkan sikap mandiri kepada anak sejak usia dini agar anak mampu bersikap
dan berbuat mandiri sesuai keinginan dan kemampuan yang dimilikinya sehingga
mampu memberikan sesuatu yang terbaik kepada orang lain dan tidak terus-menerus
meminta kepada orang tua sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari :
Artinya : “Dari Abu Hurairah ra
berkata : Rasulullah SAW bersabda : ‘Tangan yang diatas lebih baik dari tangan
yang di bawah’” (H. R. Bukhari)
Hadits tersebut menjelaskan bahwa
orang memberi (orang yang sadaqah itu lebih baik dari orang yang meminta.
- Pembinaan Akal
Pembinaan akal
tidak kalah pentingnya dari pembinaan lain. Pendidikan agama merupakan
pembentuk dasar pendidikan jasmani sebagai persiapan pendidikan moral untuk
membentuk akhlak, sedangkan pendidikan akal untuk penyadaran dan pembudayaan.
Yang dimaksud dengan pendidikan akal adalah membentuk pemikiran anak dengan
sesuatu yang bermanfaat seperti ilmu pasti, ilmu alam, teknologi modern dan
peradaban sehingga anak bisa menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu
pengetahuan, pendidikan akal merupakan satu kesatuan dari pendidikan yang telah
disebutkan. Terdapat saling keterkaitan antara aspek-aspek pendidikan itu untuk
membentuk akal menjadi pribadi yang utuh yang dapat mengemban kewajiban dan
tanggung jawab sebagai manusia dan khalifah Allah di muka bumi.36
Untuk dapat
melaksanakan tanggung jawab tersebut Islam telah memberikan petunjuk
diantaranya memberikan beberapa kelebihan pada orang-orang yang berilmu
pengetahuan. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S.
Al Mujadilah : 11 yaitu :
يايّها الذين
امنوا اذا قيل لكم تفسّحوا في المجلس فافسحوا يفسح الله لكم واذا قيل الشزوا
فافثزوا يَرْفَعِ الله الَّذِيْنَ امَنُوْامِنْكُمْ والذين اوتُوالْعِلْمَ دَرَجتِ….
Artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, apabila dikatakan kepadamu : berlapang-lapanglah dlam majlis, maka
lapangknalah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan berupa derajat…”(QS.
Al-Mujadilah : 11).37
Dari ayat di atas nyata betapa
pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan seseorang baik di dunia maupun di
akhirat. Oleh karena itu kewajiban para pendidik terutama para orang tua untuk
memerintahkan anak-anak mereka untuk mencari ilmu, lebih khusus lagi pada akhir
masa kanak-kanak.38
Dari uraian di atas jelas bahwa
pembinaan akal melalui pendidikan ini sepadan dengan pembinaan intelektual
anak, yaitu usaha untuk menjadikan anak untuk mencintai ilmu sehingga anak akan
termotivasi untuk mempelajari sesuatu untuk memperoleh kebenaran.
- Pembinaan Jasmani
Pendidikan jasmani adalah salah satu
aspek pendidikan yang penting, yang tidak dapat lepas dari pendidikan yang lain
bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan jasmani merupakan salah satu alat utama
bagi pendidikan rohani. Pendidikan jasmani di sini maksudnya adalah pendidikan
yang erat kaitannya dengan pertumbuhan dan kesehatan.
Agar jasmani
menjadi sehat dan kuat maka dianjurkan untuk melakukan olah raga. Berikut ini
beberapa nilai manfaat yang didapat anak setelah berolah raga yaitu :39
- Nilai pertumbuhan fisik
Dengan olah raga seluruh anggota
tubuh akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah
berolah raga.
- Nilai pendidikan
Secara tidak langsung ketika anak
berolah raga akan memulai mengenal bentuk dari benda-benda berupa alat olah
raga. Anak juga akan
mengenal warna, bilangan, mengenal apa itu aturan permainan, belajar untuk
sportif, mengakui kekalahan dirinya ketika berlangsung pertandingan dan lain
sebagainya.
- Nilai kemasyarakatan
Dalam permainan
olah raga ini khususnya olah raga berego, anak akan mempunyai belajar
berorganisasi bagaimana bergaul dengan kelompoknya, memupun persaudaraan dan
belajar untuk tolong-menolong bersama kawan satu kelompok.
- Nilai akhlak
Di sini anak
akan mengenal pula apa arti kesalahan dan sesuatu yang benar. Dalam permainan
keluarga, anak akan mengerti kesalahannya dan bagaimana hukuman dari
kesalahannya itu ketika dia melakukan langsung karena dilatih berbuat jujur
tidak saling menjegal, menipu, berbuat adil, egois, dan lain-lain.
- Nilai pengendalian diri
Dari permainan
olah raga ini anak akan mengetahui pula ukuran kemampuannya di dalam sebuah
cabang olah raga tersebut, jenis olah raga apa yang dia yakini akan
kemampuannya dan kemahirannya.
Dengan demikian
jelaslah betapa besar manfaat pembinaan jasmani anak agar menjadi generasi
muslim yang sehat dan kuat dan itu akan terealisir jika orang tua menyadari
akan manfaat olah raga tersebut.
under
arsip: Perkulihan.com.
1 Sumadi Suryabrata, Psikologi
Pendidikan, Penerbit Rake Press, Yogyakarta, 1980, hlm. 206.
2 Ibid, hlm. 206-207.
3 Ibid, hlm. 208.
4 Ibid, hlm. 210.
5 Ibid, hlm. 211.
6 Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, hlm.
43.
7 Muhammad Muni Marasi, At-Tarbiyatul
Ismiyah, Ushuluhawa Tatathawaruha til billad, Al-Arabiyah Alumul Kutub,
Kairo, 1977, hlm. 130.
8 Imam Muslim, Shahih Muslim,
Darul Kutubil Arabiyatil Kubra, Mesir, Jilid II, t. th, hlm. 458.
16Moh.
Shochib, Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri,
PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm. 37.
22 Abdullah
Nasikhulwan, Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, Terjemahan Khalilullah
Ahmas Masjkur Hakim, Judul Asli, Tarbiyatul-A’aafi’l Islam, Remaja Rosda
Karya, Bandung, 1996, hlm. 134.
26 Hasan
Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan,
Al Husna Zikra, Jakarta, 1986, hlm. 373.
27 Athiyah
Al-Abrasyi, At-Tarbiyah Al Islamiyah, Terjemahan Bustani A Gani dan
Djohar Bahruj, Judul Terdasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang,
Jakarta, 1987, hlm. 1.
37 Al-Qur’an,
Surat Al-Mujadalah ayat 11, Yayasan Penyelenggara penerjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an
dn Terjemahnya, Depag. RI, hlm. 911.
Comments
Post a Comment