Menurut Skinner Mengartikan belajar
sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlaku secara
progresif. 2. Menurut Hilgard & Bower Dalam bukunya Theories of Learning
mengemukakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang
terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang
berulang-ulang dalam situasi itu, dimana pembawaan, kematangan atau
keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan
sebagainya). 3. M. Sobry Sutikno Dalam bukunya Menuju Pendidikan Bermutu,
mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang dimaksud disini adalah
perubahan yang dilakukan secara sadar (disengaja) dan tertuju untuk memperoleh
suatu yang lebih baik dari sebelumnya. 4. C. T. Morgan Dalam introduction to
psykology merumuskan belajar sebagai suatu perubahan yang relatif dalam
menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu. 5.
Thursan Hakim Dalam bukunya Belajar Secara Efektif, mengartikan belajar adalah
suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut
ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku
seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,
ketrampilan, daya fikir, dan lain-lain kemampuannya. Dari beberapa definisi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakikatnya adalah “perubahan”
yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu.
Walaupun pada kenyataanya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar.
Misalnya, perubahan fisik, mabuk, gila dan sebagainya. Dalam belajar yang
terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya. Artinya, belajar harus
diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain itu hanya sebagai perantara
atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar itu dapat berhasil dengan
baik. Ketika seorang anak mendapatkan hasil tes yang bagus tidak bisa dikatakan
sebagai belajar apabila hasil tesnya itu didapatkan dengan cara yang tidak
benar, misalnya hasil mencontek.
Tujuan Belajar
Diantara beberapa tujuan belajar adalah
sebagai berikut: (Sadirman, 2008:28)
1.
Untuk
mendapatkan pengetahuan
Hal
ini ditandai dengan kemampuan berfikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan
berfikir sebagai yang tidak bisa dipisahkan. Dengan kata lain tidak dapat
mengembangkan kemampuan berfikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan
berfikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan ialah yang memiliki kecenderungan
lebih besar perkembanganya di dalam kegiatan belajar. Dalam hal ini peran guru
sebagai pengajar lebih menonjol.
2. Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman konsep atau merumuskan
konsep, juga memerlukan suatu keterampilan. Keterampilan itu memang dapat di
didik, yaitu dengan banyak melatih kemampuan.
3. Pembentukan sikap
Dalam menumbuhkan sikap mental,
perilaku dan pribadi anak didik, guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam
pendekatanya. Untuk ini dibutuhkan kecakapan mengarahkan motivasi dan berfikir
dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh. Faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar anak
dapat dibagi menjadi dua yaitu : (Slamet, 1996:34)
1. Faktor yang berasal dari diri anak
a. Faktor fisiologi yaitu faktor yang meliputi jasmani anak.
Apakah anak sehat, tidak sehat (sakit)?
b. Faktor psychology yaitu faktor yang meliputi rohani yang
mendorong aktivitas belajar anak. Hal ini berpengaruh pada : taraf intelegensi,
motivasi belajar, sosial ekonomi, sosial budaya dan lain-lain. 2. Faktor yang
berasal dari luar diri anak
a. Faktor non sosial yang meliputi
keadaan udara; waktu (pagi; siang dan sore), tempat dan alat-alat yang dipakai
dalam pembelajaran. b. Faktor sosial yang meliputi pendidik, metode pengajaran.
Reference
1. Fathurrohman, Pupuh dan Sobry Sutikno.
2009. Strategi Belajar Mengajar Bandung: PT Rafika Aditama.
2. Sardiman. 2008. Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
3.
Slamet. 1996. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
M. Kholidul Adib, Fiqh Progresif: membangun Nalar Fiqih Bervisi Kemanusiaan, dalam Jurnal Justisia, Edisi 24 XI 2003.
M. Kholidul Adib, Fiqh Progresif: membangun Nalar Fiqih Bervisi Kemanusiaan, dalam Jurnal Justisia, Edisi 24 XI 2003.
Sumanto al-Qurtuby, K.H MA.
Sahal Mahfudh; Era baru Fiqih Indonesia, Yogyakarta: Cermin, 1999.
Peraturan Menteri Agama Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Dan Standar Isi
Pendidikan Agama Islam Dan Bahasa Ara Di Madrasah.
[1] Ibid,
hal. 53.
Pengertian
Pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal
sejak zaman John Dewey. Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009:91) belajar berdasarkan
masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara
dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada peserta didik berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi
menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat
diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik.
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa
Inggris Problem-based Learning adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk
menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat
menyelesaikannya.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based
learning / PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan
lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan
(bersangkut-paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh
pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).
Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan peserta didik dalam
proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik,
yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri
yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam
lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah
dapat pula dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar peserta didik. peserta
didik menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya
di bawah petunjuk fasilitator (guru).
Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta
didik untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan.
Pembelajaran berbasis masalah memberikan tantangan kepada peserta didik untuk belajar
sendiri. Dalam hal ini, peserta didik lebih diajak untuk membentuk suatu
pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada
pembelajaran tradisional, peserta didik lebih diperlakukan sebagai penerima
pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh seorang guru.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning),
selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif
yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik. PBL adalah
suatu model pembelajaran vang, melibatkanpeserta didik untuk memecahkan suatu
masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat
mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus
memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.
Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal,
pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah perlu dirancang
dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang yang sesuai dengan kurikulum yang
akan dikembangkan di kelas, memunculkan masalah dari peserta didik, peralatan
yang mungkin diperlukan, dan penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan
pendekatan ini harus mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di
kelasnya, melalui pendidikan pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, pengajaran berdasarkan masalah
merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat
tinggi. Pembelajaran ini membantu peserta didik untuk memproses
informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka
sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk
mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.
B.
Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Pertama, strategi pembelajaran
berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran artinya dalam
pembelajaran ini tidak mengharapkan peserta didik hanya sekedar mendengarkan,
mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui strategi
pembelajaran berbasis masalah peserta didik aktif berpikir, berkomunikasi,
mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya.
2. Kedua, aktivitas pembelajaran
diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi pembelajaran berbasis masalah
menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa
masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran.
3. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan
dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan
metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini
dilakukan secara sistematis dan empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah
dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses
penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
C. Komponen-Komponen Pembelajaran
Berbasis Masalah
Komponen-komponen pembelajaran berbasisi masalah dikemkakan
oleh Arends, diantaranya adalah :
a. Permasalahan autentik. Model
pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan masalah nyata yang penting
secara sosial dan bermanfaat bagi peserta didik. Permasalahan yang dihadapi
peserta didik dalam dunia nyata tidak dapat dijawab dengan jawaban yang
sederhana.
b. Fokus interdisipliner. Dimaksudkan agar
peserta didik belajar berpikir struktural dan belajar menggunakan berbagai
perspektif keilmuan.
c. Pengamatan autentik. Hal ini
dinaksudkan untuk menemukan solusi yang nyata. Peserta didik diwajibkan untuk
menganalisis dan menetapkan masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuat
prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen,
membuat inferensi, dan menarik kesimpulan.
d. Produk. Peserta didik dituntut untuk
membuat produk hasil pengamatan.produk bisa berupa kertas yang dideskripsikan
dan didemonstrasikan kepada orang lain.
e. Kolaborasi. Dapat mendorong
penyelidikan dan dialog bersama untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan
keterampilan sosial.
D.
Konsep Dasar Pembelajaran Berbasis Masalah
Model
pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menekankan padaproses
penyelesaian masalah. Dalam implementasi model pembelajaran berbasis masalah,
guru perlu memilih bahan pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat
dipecahkan. Model pembelajaran berbasis
masalah ini dapat diterapkan dalam kelas jika :
a. Guru bertujuan agar peserta didik
tidak hanya mengetahui dan hafal materi pelajaran saja, tetapi juga mengerti
dan memahaminya.
b. Guru mengiginkan agar peserta didik
memecahkan masalah dan membuat kemampuan intelektual siswa bertambah.
c. Guru menginginkan agar peserta didik
dapat bertanggung jawab dalam belajarnya.
d. Guru menginginkan agar peserta didik
dapat menghubungkan antara teori yang dipelajari di dalam kelas dan kenyataan yang
dihadapinya di luar kelas.
e. Guru bermaksud mengembangkan
kemampuan peserta didik dalam menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan,
mengenal antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat
tugas secara objektif.
E.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah
John Dewey seorang ahli pendidikan
berkebangsaan Amerika memaparkan 6 langkah dalam pembelajaran berbasis masalah
ini :
a.
Merumuskan masalah. Guru membimbing
peserta didik untuk menentukan masalah yang akan dipecahkan dalam proses
pembelajaran, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan masalah tersebut.
b.
Menganalisis masalah. Langkah
peserta didik meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
c.
Merumuskan hipotesis. Langkah
peserta didik merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan
pengetahuan yang dimiliki.
d.
Mengumpulkan data. Langkah peserta
didik mencari dan menggambarkan berbagai informasi yang diperlukan untuk
memecahkan masalah.
e.
Pengujian hipotesis. Langkah peserta
didik dalam merumuskan dan mengambil kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan
penolakan hipotesis yang diajukan
f.
Merumuskan rekomendasi pemecahan
masalah. Langkah peserta didik menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan
sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Sedangkan menurut David Johnson
& Johnson memaparkan 5 langkah melalui kegiatan kelompok :
a.
Mendefinisikan masalah. Merumuskan
masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung konflik hingga peserta didik
jelas dengan masalah yang dikaji. Dalam hal ini guru meminta pendapat peserta
didik tentang masalah yang sedang dikaji.
b. Mendiagnosis masalah, yaitu
menentukan sebab-sebab terjadinya masalah.
c. Merumuskan alternatif strategi.
Menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas.
d. Menentukan & menerapkan strategi
pilihan. Pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dilakukan.
e. Melakukan evaluasi. Baik evaluasi
proses maupun evaluasi hasil.
Secara umum langkah-langkah model pembelajaran ini adalah :
a. Menyadari Masalah. Dimulai dengan
kesadaran akan masalah yang harus dipecahkan. Kemampuan yang harus dicapai
peserta didik adalah peserta didik dapat menentukan atau menangkap kesenjangan
yang dirasakan oleh manusia dan lingkungan sosial.
b. Merumuskan Masalah. Rumusan masalah
berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang masalah dan
berkaitan dengan data-data yang harus dikumpulkan. Diharapkan peserta didik
dapat menentukan prioritas masalah.
c. Merumuskan Hipotesis. peserta didik
diharapkan dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin diselesaikan
dan dapat menentukan berbagai kemungkinan penyelesaian masalah.
d. Mengumpulkan Data. peserta didik didorong
untuk mengumpulkan data yang relevan. Kemampuan yang diharapkan adalah peserta
didik dapat mengumpulkan data dan memetakan serta menyajikan dalam berbagai
tampilan sehingga sudah dipahami.
e. Menguji Hipotesis. Peserta didik
diharapkan memiliki kecakapan menelaah dan membahas untuk melihat hubungan
dengan masalah yang diuji.
f. Menetukan Pilihan Penyelesaian.
Kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan
serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang dapat terjadi sehubungan dengan
alternatif yang dipilihnya.
F.
Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah
Tahap
|
TingkahLaku guru
|
Tahap-1
Orientasi peserta
didik pada masalah
|
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau
demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi peserta didik
untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
|
Tahap-2
Mengorganisasi peserta
didik untuk belajar
|
Guru
membantupeserta didikuntukmendefinisikandanmengorganisasitugasbelajar
yang berhubungandenganmasalahtersebut
|
Tahap-3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
|
Guru
mendorongpeserta didikuntukmengumpulkaninformasi
yang sesuai, melaksanakaneksperimenuntukmendapatkanpenjelasandanpemecahanmasalah.
|
Tahap-4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
|
Guru
membantupeserta didikdalammerencanakandanmenyiapkankarya
yang sesuaisepertilaporan, video, dan model
sertamembantumerekauntukberbagitugasdengantemannya.
|
Tahap-5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah
|
Guru
membantupeserta didikuntukmelakukanrefleksiatauevaluasiterhadappenyelidikanmerekadan
proses-proses yang merekagunakan.
|
G.
Penilaian dan Evaluasi
Prosedur-prosedur
penilaian harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran yang ingin dicapai dan hal
yang paling utama bagi guru adalah mendapatkan informasi penilaian yang
reliabel dan valid.
Prosedur
evaluasi pada model pembelajaran berbasis masalah ini tidak hanya cukup dengan
mengadakan tes tertulis saja, tetapi juga dilakukan dalam bentuk checklist,
reating scales, dan performance. Untuk evaluasi dalam bentuk performance atau
kemampuan ini dapat digunakan untuk mengukur potensi peserta didik untuk
mengatasi masalah maupun untuk mengukur kerja kelompok. Evaluasi harus
menghasilkan definisi tentang masalah baru, mendiagnosanya, dan mulai lagi
proses penyelesaian baru.
H. Keunggulan
dan Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Sebagai
suatu model pembelajaran, model pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya :
1.
Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk
lebih memahami isi pelajaran.
2.
Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik
serta memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik.
3.
Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran
peserta didik.
4.
Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana
mentrasfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5.
Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang
mereka lakukan.
6.
Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan
disukai peserta didik.
7.
Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta
didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
8.
Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta
didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
9.
Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat peserta didik
untuk secara terus menerus belajar.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah
harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Pada
tahapan ini guru membimbing peserta didik pada kesadaran adanya kesenjangan
atau gap yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang
harus dicapai oleh peserta didik, pada tahapan ini adalah peserta didik dapat
menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang
ada.
Disamping
keunggulannya, model ini juga mempunyai kelemahan, yaitu :
1.
Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak
mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,
maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
2.
Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
3.
Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah
yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin
pelajari.
PENUTUP
A. Simpulan
· Pembelajaran Berbasis Masalah yang
berasal dari bahasa Inggris Problem-based Learning adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi
untuk menyelesaikan masalah itu siswa memerlukan pengetahuan baru untuk dapat
menyelesaikannya.
· Model pembelajaran berbasis masalah
adalah pembelajaran yang menekankan padaproses penyelesaian masalah
· Pembelajaran Berbasis Masalah
melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif,
berpusat kepada peserta didik, yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam
kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini
DAFTAR PUSTAKA
Wirodikromo,S. 2006. Matematika JILID 1 untuk SMA kelas X.
Jakarta : Erlangga.
Suryaningrat, Widodo,
dkk. 2009. Bank Soal Matematika untuk SMA
kelas X, XI, dan XII. Bandung: M2S Bandung.
Burg, Oudlaan. The Interdisciplinary
Journal of Problem-based Learning. Spring. Vol. 4, no. 2. 2010.
Akmar, S. N., Sew, Lee. Integrating Problem-Based Learning
(PBL) in Mathematics Method Course. Spring.
Vol. 4, no. 2
Sudarman. Problem Based
Learning : Suatu Model Pembelajaran Untuk Mengembangkan dan Meningkatkan
Kemampuan Memecahkan Masalah. Jurnal
Pendidikan Inovatif. Vol. 2 no. 2. 2007.
Muhson, A. Peningkatan
Minat Belajar dan Pemahaman Mahasiswa Melalui Penerapan Problem-Based Learning.
Jurnal Kependidikan. Vol. 39, No. 2. 2009.
Suci, N. M. 2008.
Penerapan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Partisipasi Belajar
dan Hasil Belajar Teori Akuntansi Mahasiswa Jurusan Ekonomi Undiksha. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan. Vol. 2 no. 1. PP. 74-86.
Comments
Post a Comment