BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1. Pengertian Belajar
Pengertian belajar
menurut beberapa pendapat para ahli antara lain adalah sebagai berikut:[1]
pertama pengertian belajar menurut Skinner, Mengartikan belajar sebagai suatu proses adaptasi atau
penyesuaian tingkah laku yang berlaku secara progresif. Kedua adalah menurut Hilgard & Bower Dalam bukunya Theories of Learning
mengemukakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang
terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang
berulang-ulang dalam situasi itu, dimana pembawaan, kematangan atau
keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan
sebagainya). Ketiga adalah M. Sobry Sutikno Dalam bukunya Menuju Pendidikan
Bermutu, mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang
dimaksud disini adalah perubahan yang dilakukan secara sadar (disengaja) dan
tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Keempat adalah C.
T. Morgan Dalam introduction to psykology merumuskan belajar sebagai suatu
perubahan yang relatif dalam menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau hasil
dari pengalaman yang lalu. Kelima adalah Thursan Hakim Dalam bukunya Belajar
Secara Efektif, mengartikan belajar adalah suatu proses perubahan di dalam
kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk
peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan,
pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya fikir, dan
lain-lain kemampuannya. Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan
bahwa belajar pada hakikatnya adalah “perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang
setelah melakukan aktivitas tertentu. Walaupun pada kenyataanya tidak semua
perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya, perubahan fisik, mabuk, gila dan
sebagainya. Dalam belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang
diperolehnya. Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun
orang lain itu hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar
agar belajar itu dapat berhasil dengan baik. Ketika seorang anak mendapatkan
hasil tes yang bagus tidak bisa dikatakan sebagai belajar apabila hasil tesnya
itu didapatkan dengan cara yang tidak benar, misalnya hasil mencontek.
Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar.
Menurut Oemar Hamalik, kata “ pembelajaran ” berasal dari kata ”
belajar” yang berarti suatu usaha untuk merubah tingkah laku dan pengalaman
dengan jalan melatih pikiran dan ingatan untuk dapat mengisi segala
pengetahuan, sehingga terjadi perubahan pada diri sendiri dalam kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan
prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.[2]
2.2. Tujuan
Belajar
Metode mengajar banyak sekali jenisnya
disebabkan beberapa faktor antara lain: [3]
a.
Tujuan pengajaran
b.
Pentingnya bahan
c.
Nilai praktis
d.
Tingkat perkembangan peserta didik
Diantara beberapa tujuan belajar
adalah sebagai berikut:
1.Untuk mendapatkan pengetahuan
Hal
ini ditandai dengan kemampuan berfikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berfikir
sebagai yang tidak bisa dipisahkan. Dengan kata lain tidak dapat mengembangkan
kemampuan berfikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berfikir akan
memperkaya pengetahuan. Tujuan ialah yang memiliki kecenderungan lebih besar
perkembanganya di dalam kegiatan belajar. Dalam hal ini peran guru sebagai
pengajar lebih menonjol.
2.Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman
konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan. Keterampilan
itu memang dapat di didik, yaitu dengan banyak melatih kemampuan.
3.Pembentukan sikap
Dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku dan
pribadi anak didik, guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatanya.
Untuk ini dibutuhkan kecakapan mengarahkan motivasi dan berfikir dengan tidak
lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh.
2.3.Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar anak dapat dibagi menjadi dua yaitu :[4]
1.
Faktor yang berasal dari diri anak
a. Faktor
fisiologi yaitu faktor yang meliputi jasmani anak. Apakah anak sehat, tidak
sehat (sakit)?
b. Faktor
psychology yaitu faktor yang meliputi rohani yang mendorong aktivitas belajar
anak. Hal ini berpengaruh pada : taraf intelegensi, motivasi belajar, sosial
ekonomi, sosial budaya dan lain-lain.
2.
Faktor yang berasal dari luar diri anak
a. Faktor non sosial yang meliputi
keadaan udara; waktu (pagi; siang dan sore), tempat dan alat-alat yang dipakai
dalam pembelajaran.
b.
Faktor sosial yang meliputi pendidik, metode pengajaran.
2.4.Problem Based Learning (PBL)
A.
Pengertian
Belajar berdasarkan masalah adalah interaksi
antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan
lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada peserta didik berupa bantuan dan
masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara
efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis,
serta dicari pemecahannya dengan baik.[5]
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa
Inggris Problem-based Learning adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk
menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat
menyelesaikannya.
B.
Ciri-ciri
1.
Strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan
rangkaian aktivitas pembelajaran artinya dalam pembelajaran ini tidak
mengharapkan peserta didik hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian
menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui strategi pembelajaran berbasis
masalah peserta didik aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data
dan akhirnya menyimpulkannya.[6]
2.
Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan
masalah. Strategi pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai
kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada
proses pembelajaran.
3.
pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses
berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis
dan empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui
tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah
didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
C.
Komponen-komponen
Komponen-komponen pembelajaran
berbasisi masalah dikemkakan oleh Arends, diantaranya adalah :[7]
1.
Permasalahan autentik. Model pembelajaran berbasis masalah
mengorganisasikan masalah nyata yang penting secara sosial dan bermanfaat bagi
peserta didik. Permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam dunia nyata tidak
dapat dijawab dengan jawaban yang sederhana.
2.
Fokus
interdisipliner. Dimaksudkan agar peserta didik belajar berpikir struktural dan
belajar menggunakan berbagai perspektif keilmuan.
3.
Pengamatan autentik. Hal ini dinaksudkan untuk menemukan
solusi yang nyata. Peserta didik diwajibkan untuk menganalisis dan menetapkan
masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan
menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, membuat inferensi, dan menarik
kesimpulan.
4.
D. Sintaks
Tahap
|
TingkahLaku guru
|
Tahap-1
|
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau
demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi peserta didik
untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
|
Tahap-2
Mengorganisasi peserta
didik untuk belajar
|
Guru
membantupeserta didikuntukmendefinisikandanmengorganisasitugasbelajar
yang berhubungandenganmasalahtersebut
|
Tahap-3
Membimbing penyelidikan individual
maupun kelompok
|
Guru mendorongpeserta didikuntukmengumpulkaninformasi yang
sesuai, melaksanakaneksperimenuntukmendapatkanpenjelasandanpemecahanmasalah.
|
Tahap-4
Mengembangkan dan menyajikan hasil
karya
|
Guru membantupeserta didikdalammerencanakandanmenyiapkankarya
yang sesuaisepertilaporan, video, dan model
sertamembantumerekauntukberbagitugasdengantemannya.
|
Tahap-5
Menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah
|
Guru membantupeserta didikuntukmelakukanrefleksiatauevaluasiterhadappenyelidikanmerekadan
proses-proses yang merekagunakan.
|
E.
Keunggulan
dan kelemahan
Sebagai suatu model pembelajaran, model pembelajaran
berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan, diantaranya :[9]
1. Pemecahan masalah merupakan teknik
yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
2. Pemecahan masalah dapat menantang
kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan
baru bagi peserta didik.
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan
aktivitas pembelajaran peserta didik.
Disamping keunggulannya, model ini juga
mempunyai kelemahan, yaitu :
1. Manakala peserta didik tidak
memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari
sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan strategi pembelajaran
melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman mengapa mereka
berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak
akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
2.5.Mata Pelajaran Fiqih
A. Pengertian
Fiqih dalam arti tekstual dapat diartikan pemahaman dan perilaku
yang diambil dari Agama.[10] Fiqih
Secara Istilah Mengandung Dua Arti: Pertama pengetahuan tentang hukum-hukum
syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf (mereka yang
sudah terbebani menjalankan syari’at Agama), yang diambil dari dalil-dalilnya
yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As sunnah serta yang
bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad. Kedua Hukum-hukum syari’at itu
sendiri. Jadi perbedaan antara kedua definisi tersebut bahwa yang pertama di
gunakan untuk mengetahui hukum-hukum (Seperti seseorang ingin mengetahui apakah
suatu perbuatan itu wajib atau sunnah, haram atau makruh, ataukah mubah,
ditinjau dari dalil-dalil yang ada), sedangkan yang kedua adalah untuk
hukum-hukum syari’at itu sendiri (yaitu hukum apa saja yang terkandung dalam
shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat, rukun-rukun,
kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya.
B. Ruang lingkup
1.
Pembelajaran Fiqih MTs
Matapelajaranfiqihdalamkurikulum MTs
adalah salah satu
bagianmatapelajaranPAIyangdiarahkanuntukmenyiapkanpesertadidikmengena,
memahami, menghayati dan mengamalkan hukum Islam, yang kemudian menjadi dasar
pandangan hidupnya (Way of Life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
latihan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan.[11]
2.
Ruang Lingkup Materi Bidang Studi Fiqih di MTs
Mata pelajaran fiqih MTs. ini meliputi fiqih ibadah, fiqih
muamalah, fiqih jinayat dan fiqih siyasah yang menggambarkan bahwa ruang
lingkup fiqih mencakup perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
hubungan manusia dengan Allah Swt., dengan diri sendiri, sesama manusia,
makhluk lainnya, maupun lingkungannya.[12]
[1] Fathurrohman,
Pupuh dan Sobry Sutikno. Strategi Belajar Mengajar,(. Bandung: PT Rafika
Aditama, 2009), hal. 9
[2] Oemar Hamalik,
Kurikulum dan Pembelajaran, (Cet II,
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1999), hal. 37
[5]Akmar, Integrating Problem-Based Learning
(PBL) in Mathematics Method Course,(
Spring:2010, Vol. 4, no.
2), hal.5
[7]
Sudarman,
Problem Based Learning : Suatu Model Pembelajaran Untuk Mengembangkan dan
Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah. Jurnal Pendidikan Inovatif, (Vol.
2 no. 2.: 2007), hal.68-73
[8]Muhson,
Peningkatan Minat Belajar dan Pemahaman Mahasiswa Melalui Penerapan
Problem-Based Learning. Jurnal Kependidikan,( Vol. 39, No. 2: 2009), hal.
171-182
[9]
Ibid.
[10] M.
Kholidul Adib, Fiqh Progresif: membangun Nalar Fiqih Bervisi Kemanusiaan, dalam
Jurnal Justisia,( Edisi 24 XI 2003), hal 4
[11]Dirjen
Kelembagaan Agama Islam Depag RI, Standar Kompetensi Madrasah Tsanawiyah (
Jakarta: t.p., 2005), hal 46
[12]
Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1986), hal. 10
Comments
Post a Comment