Foto : Mantan Menko Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli
Laba Garuda Terjun Bebas, Kepretan Rizal Ramli Terbukti BenarJumat , 24 Maret 2017 - 11:20 WIB
Ian Ras
TerbitNews - Saat menjabat Menko Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli ‘mengkepret’ inefisiensi atau pemborosan di PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), antara lain rencana BUMN itu membeli 30 unit pesawat Airbus A350.
Kritiknya terhadap pembelian 30 unit pesawat badan lebar itu ia lontarkan satu hari setelah dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Menko Maritim dan Sumber Daya.
Ketika itu, Garuda Indonesia memang sedang merencanakan pembelian dan penambahan pesawat untuk memperkuat penerbangan internasional, atau long-haul. Padahal saat ini, Garuda Indonesia telah melayani penerbangan internasional sebanyak 36 rute, sedangkan untuk penerbangan domestik hanya 40 rute.
Rencana pembelian dan penambahan pesawat dari hasil utang luar negeri dengan tujuan memperkuat rute penerbangan internasional itulah yang dikepret oleh Rizal Ramli.
Rizal Ramli bahkan harus keluar-masuk menemui Presiden Jokowi agar Garuda Indonesia untuk sementara tidak leluasa melakukan penambahan dan pembelian pesawat, apalagi anggarannya berasal dari dana pinjaman luar negeri, China Aviation Bank.
Menurut Rizal Ramli, rute internasional tidak akan menjadi ladang untung bagi Garuda. Contohnya, Singapore Airlines, yang punya kinerja keuangan kurang baik.
Rizal menyebut, rute ke Amerika dan Eropa akan membuat maskapai Garuda merugi karena tingkat keterisian penumpangnya hanya 30 persen, jauh lebih kecil dari penerbangan domestik dan regional Asia.
“Menurut saya sebaiknya Garuda lebih dulu memperkuat cengkeramannya di pasar regional selama lima sampai tujuh tahun ke depan,” kata mantan Menko Perekonomian di era pemerintahan Gus Dur ini.
Kepretan Rizal ini disambut ‘miring’ dari Menteri BUMN, Rini Soemarno, sejumlah anggota kabinet lainnya, dan beberapa pengamat. Alasannya, Rizal dianggap tidak berhak mencampuri urusan Garuda yang notabene di bawah koordinasinya. Padahal, banyak kalangan menyebut kritik Rizal itu benar ditengah negara yang kesulitan keuangan.
Serangan ke Rizal juga datang dari Teten Masduki yang masih menjabat di Tim Komunikasi Presiden. Teten mengklaim, presiden sendiri yang menegur Rizal Ramli hanya karena tidak menyampaikan kritik atas kebijakan pemerintah secara internal.
Ternyata, kritik Rizal soal pemborosan Garuda itu menjadi kenyataan. Sebelum kabar laba anjlok mengemuka hari ini, Januari lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mewanti-wanti Direksi Garuda Indonesia untuk tidak bermain-main dengan rencana pengembangan armada pesawat.
BPK mengingatkan agar Garuda tidak mengulang kesalahan pembelian pesawat sehingga menghasilkan pemborosan hingga US$ 94 juta per unit. Ultimatum ini datang berdasarkan hasil audit laporan keuangan Garuda Indonesia dalam kurun waktu 2011-2015. Beberapa poinnya sudah disampaikan BPK ke Direksi Garuda saat itu.
Laba Terjun Bebas
Kepretan mantan Menko Perekonomian di era pemerintahan Gus Dur ini semakin terbukti dengan terjun bebasnya laba bersih perusahaan maskapai penerbangan tersebut. Pada tahun 2016 laba Garuda terjun bebas hingga 89,45 persen atau tercatat hanya sebesar 8,1 juta Dollar AS.
Perusahaan plat merah ini mencatatkan pendapatan pada tahun 2016 mencapai 3,9 Miliar Dolar AS. Angka ini naik tipis 1,31% dari tahun sebelumnya sebesar 3,8 Miliar Dolar persen.
Sementara beban operasi perusahaan maskapai yang memulai beroperasi pada tahun 1949 ini, naik 1,61 persen pada tahun 2016, atau sebesar 3,8 Miliar Dolar AS.
Sedangkan laba bersih hanya mencapai 8,1 Juta Dolar AS, atau anjlok sebesar 89,45 persen jika dibandingkan dengan tahun 2015 yang meraup 76,5 Juta Dolar AS. Padahal, jumlah penumpang Garuda Indonesia dan Citilink mengangkut sekitar 35 juta penumpang pada 2016, tumbuh 6 persen dibandingkan 2015.
Melalui Konferensi Pers di Kantor Pusat PT. Garuda Indonesia di Tangerang, pada Rabu (22/3/2017), Direktur Utama Garuda Indonesia Arif Wibowo mengatakan, penurunan laba bersih ini disebabkan persaingan bisnis aviasi yang ketat pada 2016. Salah satunya, persaingan harga tiket antarmaskapai.
“Tren industri penerbangan di Asia Pasifik mengalami tekanan pada lima tahun terakhir. Perlambatan ekonomi juga mempengaruhi daya beli masyarakat,” tutur Arif.
Selama 2016 Garuda Indonesia Grup mendatangkan 17 unit pesawat baru, salah satu tujuannya adalah untuk melayani penerbangan rute Internasional.
Nasi Sudah Jadi Bubur
Kini nasi sudah menjadi bubur, dan Garuda babak belur untuk mencicil utang. “Seandainya kepretan Rizal Ramli kala itu didengar, pasti garuda tidak babal belur membayar utang, dan tentu labanya tidak terjun bebas, malah bisa bertambah,” kata Syahroni Mahmud, pengamat kebijakan publik.
Namun, lanjut Syahroni, kala itu kepretan Rizal dianggap angin lalu, dan bahkan dinilai mereka yang ada di lingkaran istana dan sejumlah menteri,sebagai salah satu kegaduhan.
“Setahu saya Rizal tidak pernah omdo (omong doang). Setiap kritik yang dilontarkannya selalu dengan data, mengingat dia adalah seorang ekonom senior. Pemikiran dan ide-idenya sangat dibutuhkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat internasional sebagai anggota panel ekonomi di badan dunia (PBB). Jadi, dia bukan ekonomi asal bunyi (asbun),” papar Syahroni.
Menurutnya, kalau Rizal kerap mengkepret, karena kegelisahannya atas berbagai pemborosan yang dilakukan di negeri ini, terutama oleh BUMN. Dia juga gelisah dengan masih adanya pejabat negara yang "cawe-cawe" dengan anggaran negara, juga bermain proyek demi keuntungan pribadi.
Sementara itu, ketika menjabat Menko Perekonomian, Rizal Ramli mampu mencatatkan nama Abdurrahman Wahid sebagai satu-satunya Presiden Indonesia yang berhasil menurunkan utang luar negeri sebesar 9 Miliar Dolar AS.
“Kepretan Rizal itu harus menjadi pelajaran bagi pejabat-pejabat negara saat ini, terutama mencegah terjadinya pemborosan terhadap anggaran negara. Disisi lain publik berharap BUMN dikelola dengan profesional dan dikelola oleh orang-orang bersih,” papar Syahroni.
Comments
Post a Comment